The Theory of Everything, Ruwetnya Kisah Cinta Hawking dan Jane

The Theory of Everything, Ruwetnya Kisah Cinta Hawking dan Jane
info gambar utama

Pada 2018 lalu, Stephen Hawking berpulang. Seorang fisikawan yang terkenal karena teorinya tentang lubang hitam ini menjadi salah satu ilmuwan paling terkemuka di dunia. Dari negerinya di Inggris, ia sudah diundang untuk mengisi berbagai kuliah di berbagai negara, seperti Amerika Serikat.

Selain teori temuannya itu, Hawking juga sudah menulis beberapa buku ilmiah populer, seperti The Brief History of Time, The Grand Design, dan The Theory of Everything. Ia juga mendokumentasikan kehidupannya dalam sebuah memoar berjudul My Brief History.

Kisah Hawking dalam mencapai kejayaannya sebagai ilmuwan diabadikan dalam karya film berjudul “The Theory of Everything”. Film yang disutradarai oleh Jame Marsh pada 2014 lalu menggambarkan kisah perjalanan Hawking sejak berkuliah di Cambridge University sampai menerima gelar kehormatan dari Ratu Elizabeth II.

Diambil dari memoar Jane Wilde, istri pertama Hawking, dengan judul Traveling to Infinity: My Life with Stephen, film ini juga lekat dengan kisah cinta antara Hawking (Eddie Redmayne) bersama Wilde (Felicity Jones) yang berakhir dengan perceraian,

Sebagaimana kisah cinta pada umumnya, jalan romansa Hawking dengan Wilde penuh suka, duka, dan pengorbanan, yang membuat kisah cinta mereka terlihat sangat manusiawi.

Pertemuan Hawking dan Jane

Peringatan Spoiler!

Hawking dan Jane pertama kali bertemu ketika mereka menghadiri sebuah pesta di Cambridge. Sementara Hawking adalah mahasiswa astrofisika, Jane adalah mahasiswa sastra. Di dalam perkenalan itu, Hawking menceritakan ambisinya untuk menemukan Teori Segala-galanya, yaitu satu ekuasi yang bisa menjelaskan apapun yang ada di semesta ini. Mereka digambarkan terus mengobrol sampai Hawking sedikit mabuk. Setelah mereka harus berpisah, Jane memberikan nomornya ke Hawking dengan secarik tisu.

Semenjak pertemuan itu, mereka terus melakukan kencan-kencan selanjutnya.

Hubungan Hawking dan Jane semakin dekat ketika mereka mengikuti pesta para mahasiswa Cambridge yang lebih besar. Pesta itu diadakan di sebuah kompleks pada malam hari, dengan keindahan lampu remang-remang dan kembang api yang membikin suasana semakin romantis. Sementara Hawking memakai jas formal, Jane memakai gaun putih.

Pada awalnya Hawking enggan berdansa karena ia tidak dapat melakukannya. Alhasil, pasangan itu hanya melihat orang lain berdansa saja. Namun, pada akhirnya Hawking ingin mencoba berdansa. Di atas sebuah jembatan, mereka berciuman. Dalam scene ini, hubungan mereka digambarkan semakin dekat.

Baca juga: Kepemimpinan Ilmuwan: Skill Kepemimpinan dalam Proyek Penelitian

Hawking dan Penyakitnya

Selepas Hawking menemukan topik tesisnya tentang lubang hitam dan penciptaan alam semesta, ia tiba-tiba ambruk ketika sedang berjalan di kampusnya.

Setelah diperiksa oleh dokter, ia didiagnosis motor neuron disease, penyakit yang menyebabkan sebagian besar otot Hawking tidak berfungsi. Akan tetapi, otaknya tidak terpengaruh sama sekali. Inilah penyakit yang menyebabkan Hawking lumpuh perlahan-lahan, sampai pada akhirnya ia hanya bisa duduk di kursi roda.

Hawking diprediksi hanya dapat bertahan hidup selama dua tahun dengan penyakit itu.Ia mengalami depresi karena merasa hidupnya tidak lama lagi. Jane yang akhirnya memahami kondisi Hawking menyatakan bahwa ia mencintai dirinya. Ia pun datang ke keluarga Hawking dan menyatakan keinginan dirinya untuk menikahi calon ilmuwan itu. Mereka menikah dan dikaruniai dua anak.

Baca juga: Dua Ilmuwan RI Duduki Posisi Penting di Panel Perubahan Iklim PBB

Ruwetnya Kehidupan Keluarga Hawking

Kehidupan keluarga Hawking penuh dengan kerumitan. Hawking semakin lumpuh, sementara ada anak yang harus diurus. Kehidupan itu memberikan beban ganda kepada Wilde yang harus mengurus keseharian Hawking dan kedua anaknya. Ia pun tidak mampu mengerjakan tesisnya sama sekali. Dalam perjalanan ini, Wilde menganggap bahwa keluarganya bukan keluarga normal, sementara Hawking menampiknya.

Dalam kehidupan ini pula masalah kepercayaan yang berbeda di antara keduanya menjadi masalah. Wilde adalah seorang Kristen taat, sedangkan Hawking adalah atheis. Pada suatu waktu Wilde bertanya kepada Hawking, “Apakah kamu telah percaya kepada Tuhan?”, Hawking menjawab “Tidak”. Kepercayaan mereka tidak pernah terdamaikan selamanya.

Karena mengalami stres, Wilde memutuskan mengikuti paduan suara gereja, di situlah ia bertemu dengan Jonathan, seorang pianis. Mereka menumbuhkan hubungan platonis, sebagai teman dekat. Wilde meminta tolong Jonathan membantu urusan rumah tangganya dan mengurus Hawking.

Pada suatu waktu, Wilde, bersama anak-anaknya, dan Jonathan pergi camping dan Hawking menghadiri orkestra di Bordeaux, Prancis. Dalam acara itu, Hawking harus dibawa ke rumah sakit dan didiagnosis menderita pneumonia. Akibatnya, leher Hawking harus dilubangi, membuatnya tidak dapat berbicara lagi.

Hubungan Hawking dan Wilde semakin retak. Di satu sisi, Wilde dan Jonathan semakin dekat, Hawking juga menjadi dekat dengan pengurus barunya, Elaine. Pada akhirnya, Wilde dan Hawking bercerai. Hawking menikah dengan Elaine dan Wilde menikah dengan Jonathan. Walau bercerai, perceraian itu terjadi baik-baik dan sampai akhir hayat Hawking, Wilde masih menjadi teman dekatnya.

Ketika Hawking mendapatkan gelar kehormatan dari Ratu Elizabeth II, ia mengajak Wilde, yang sudah menjadi mantan istrinya, dan ketiga anaknya untuk turut hadir. Hawking pun menutup film dengan ungkapan, “Lihat apa yang telah kita perbuat,” yang ditulis dengan speech generating device yang ia pakai untuk bicara.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini