5 Kenangan Menjadi Maba di Mata Mahasiswa Tua

5 Kenangan Menjadi Maba di Mata Mahasiswa Tua
info gambar utama

Periode Agustus dan beberapa bulan ke depan nanti menjadi waktu berbagai universitas menyambut para mahasiswa baru (maba) untuk memulai semester pertama mereka.

Baru minggu lalu PPSMB Pionir UGM digelar dengan koreografi formasi raksasa yang dibuat oleh para maba-nya, kampus-kampus lain akan segera menyusul.

Semester pertama para maba tentu menjadi hari-hari spesial karena baru pertama kali merasakan rasanya kehidupan kuliah.

Senang, sekaligus juga cemas dan takut, perasaan itu mengaduk-ngaduk, tetapi tetap indah rasanya untuk dijalani karena kuliah adalah momen khusus yang hadir sebelum mahasiswa sepenuhnya jadi orang dewasa yang bekerja.

Banyak kenangan yang didapat ketika menjadi maba, apalagi semuanya yang ada di dunia kuliah masih terasa baru dan menunggu untuk dieksplorasi.

Sayangnya, momen menjadi maba tidaklah lama. Setahun kemudian sudah punya adik tingkat, kehidupan kuliah sudah jadi rutinitas “business as usual”, dan bahkan tidak terasa akan segera lulus. Tidak sadar, maba sudah berubah jadi mahasiswa tua yang dihantui skripsi.

Lantas, apa saja kenangan menjadi maba di mata mahasiswa tua? Yuk, simak tulisan berikut!

1. Belum Begitu Banyak Circle-circle Pertemanan

Satu hal indah ketika masih maba adalah memiliki banyak teman di mana-mana, terutama yang berasal dari satu kelas atau prodi. Maba cenderung masih mengeksplorasi teman-teman mana yang nyaman menjadi long last friend, sehingga belum banyak sekat-sekat circle yang terbentuk.

Karena belum terdapat banyak circle pertemanan, mereka dapat bergabung dengan berbagai jenis “tongkrongan”. Selepas kelas berkumpul dengan kelompok A, lalu makan malam dengan kelompok B. Selepasnya terus berpindah-pindah dari kelompok C-Z. Kelompok itu pun tidak se-kaku ketika sudah menjadi circle. Kelompok pertemanan itu masih cair, jadi orang yang ada di dalamnya bisa berganti-ganti.

Selepas fase ini, circle pertemanan mulai terbentuk karena rasa nyaman yang muncul antara satu sama lain. Circle pertemanan membentuk orang itu berkumpulnya dengan orang yang itu-itu saja, sehingga terbentuk identitas pada masing-masing circle yang mendefinisikan siapa “kita” dan “mereka”, walaupun hal ini tentu jarang disadari.

Berbeda ketika circle pertemanan belum begitu terbentuk, adanya circle membentuk rasa sungkan bagi mereka yang bukan berada di dalamnya untuk ikut dalam agenda-agenda circle itu. Seringkali pula ketika satu circle punya acara, hanya sekelompoknya saja yang diundang.

Karenanya, jadi hal biasa ketika sedang “menempel” ke suatu circle lain, seseorang bisa tidak memahami apa obrolan mereka atau mendengar rencana berpergian mereka tanpa diajak ikut.

Menjadi mahasiswa tua, adalah soal membiasakan diri untuk menerima teman yang jumlahnya semakin menyusut.

Baca juga: Deretan Kampus yang Menerima Mahasiswa Baru Jalur Hafiz Qur'an

2. Danus-an

Bagi sebagian maba, mengikuti kegiatan kepenatiaan menjadi sebuah pilihan awal untuk aktif di kampus. Kegiatan ini bisa wajib sebagai serangkaian agenda yang diberikan kayak tingkat kepada adik tingkatnya maupun sebagai pilihan pribadi semata.

Yang jelas, mengikuti kegiatan kepanitiaan tidak dapat dilepaskan dari apa yang namanya danus-an. Danus merupakan akronim dari “dana usaha”. Danus-an merupakan kegiatan mencari dana untuk suatu acara dengan menjual berbagai komoditas, biasanya berupa makanan kecil.

Yang membikin kegiatan danus-an punya banyak kenangan adalah di sinilah waktu maba belajar berdagang. Kadang, dagangan ditawarkan dari satu mahasiswa ke mahasiswa lainnya di sekitar area kampus. Pun, ada pula yang meminta seluruh teman sekelas untuk membelinya agar laku, biasanya ini dilakukan untuk acara angkatan.

3. Bangga Pakai Almamater

Bagi mereka yang diterima di universitas favoritnya, tentu memakai almamater universitas untuk pertama kalinya menjadi sebuah kebanggan. Almamater adalah pakaian yang menjadi identitas suatu universitas. Memakainya sebagai mahasiswa memberi rasa penegasan bahwa seseorang telah menjadi bagian darinya.

Perasaan ini berbunga-bunga ketika menghadiri acara penyerahan almamater yang biasanya diadakan sebelum ospek. Lalu, perasaan ini semakin menguat ketika memakainya kembali selama berjalannya ospek.

Selepas momen-momen pembuka kuliah itu selesai, almamater akan jarang dipakai, kecuali ketika mengikuti acara-acara tertentu dan menjalani KKN. Di sisi lain, rasa malas memakai almamater mulai muncul karena bahan konveksi yang cenderung membuat tubuh gerah.

Baca juga: Mahasiswa UI Ciptakan Teknologi Baru untuk Tingkatkan Penanganan Bibir Sumbing

4. Masih Semangat-Semangatnya Kuliah

Mencicipi pembelajaran kuliah untuk pertama kalinya adalah hal yang berkesan, apalagi pembelajarannya dilakukan dengan sangat berbeda ketika masih berada di jenjang SMA dan institusi sederajat sebelumnya.

Pun, rasa khawatir takut mendapat nilai jelek dan IPK rendah selalu menghantui. Ada pula yang optimistis dapat memiliki IPK tinggi sehingga ia menjadi maba yang ambisius di kelas. Bagi maba yang masih semangat berkuliah, kursi depan diisi, tugas diselesaikan dengan baik, dan tidak lupa selalu bertanya dan berdiskusi dengan dosen.

Walau prosesnya berbeda-beda, sebagian mahasiswa mulai luntur semangatnya dengan menjalani kuliah dengan biasa-biasa saja tanpa ada ambisi yang membara, entah karena lelah atau karena sudah memahami kebiasaan masing-masing dosen dalam memberikan nilai. Walaupun begitu, masih ada yang tetap mempertahankan etos ambisius itu.

5. Senang Mengeksplorasi Kampus dan Kota

Bagi sebagaian maba, melihat kampus adalah dunia baru. Banyak tempat dan fasilitas kampus yang menunggu untuk dijelajahi. Bersama teman-teman, berjalan-jalan berkeliling kampus menjadi kegiatan yang asyik, terutama untuk mengisi waktu luang ketika tidak ada kelas atau sembari menunggu kelas selanjutnya.

Bagi maba yang merantau, menjelajahi kota yang baru baginya juga menjadi pengalaman yang berkesan. Sembari menjelajahi kota, maba dapat mencari tempat-tempat makan, bermain, maupun healing yang asyik.

Semakin tua semester memang keinginan ini semakin pudar. Ini wajar, karena mahasiswa sudah terbiasa dengan lingkungan sekitarnya, baik di kampus maupun di kota. Sudah mulai ada tempat-tempat langganan yang berkali-kali dikunjungi, salah satunya adalah tempat makan favorit.

Selain kelima kenangan itu, apa lagi kenangan Kawan ketika masih menjadi maba?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini