Cerita Warga Desa Senamat Ulu yang Bermimpi Hutan Mereka Hijau Kembali

Cerita Warga Desa Senamat Ulu yang Bermimpi Hutan Mereka Hijau Kembali
info gambar utama

Masyarakat Dusun Senamat Ulu, Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi begitu pedih melihat tanahnya diserobot pihak perusahaan pada 2012. Mereka tak menyangka hutan adat dan hutan desa yang dikelola ikut tercaplok juga.

“Mereka hanya tahu selama bertahun-tahun turun-temurun menjaga hutan, memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, dan berladang,” jelas Ayu Sulistyowati dalam Tanah Air: Warga Rindukan Hijaunya Senamat Ulu yang dimuat Kompas.

Warga mengaku tak mengerti dasar hukum perusahaan itu mencaplok hutan mereka. Mereka hanya berpedoman kepada dua pengakuan pemerintah atas hutan adat dan hutan desa. Bahkan sekitar 250 kepala keluarga sepakat melestarikan hutan.

Hutan Keramat, Pelestarian Mitos untuk Melindungi Alam dari Keserakahan Manusia

Dikatakan oleh Ayu, masyarakat adat sangat percaya jika hutan itu gundul, bencana akan datang bagi warganya. Siapa pun yang ketahuan menebang pohon di hutan akan dikenakan sanksi adat dengan membayar sejumlah kain.

“Kami berladang dan pergi ke hutan desa adat untuk mengambil karet. Selebihnya, kami menjadikan hutan sebagai perisai langgengnya air kehidupan warga dan penghormatan kepada alam serta Sang Pencipta. Bertahun-tahun kami jaga tanpa berharap penggantian apapun dari pemerintah. Kini, kami terpaksa meminta perhatian pemerintah karena hutan-hutan produksi sawit dari perusahaan itu mengubahnya menjadi gundul,” tutur Ketua Pengelola Hutan Desa Senemat Ulu Iskandar.

Keselarasan alam

Ayu menjelaskan masyarakat adat menggantungkan hidup pada keselarasan dengan alam. Sawah yang hijau, ladang, sungai nan jernih, serta pemandangan bukit dan hutan merupakan keindahan alam yang tersaji.

Setelah tahun 2000-an, pembangunan jalan mengubah wajah masyarakat adat. Warga yang dahulu mengandalkan kuda, menggantinya dengan kendaraan roda dua. Warga juga makin maju dalam berkomunikasi dengan telepon seluler.

Perjuangan Raymundus Remang dan Warga Sui Utik Hidup Mempertahankan Hutan Adat

Datuk Rio atau Kepala Dusun mengatakan, dia dan warga tak bisa membayangkan upaya penghematan dan penjagaan alam yang mereka lakukan sedemikian rupa bisa saja hancur pada masa depan.

“Semenjak perusahaan sawit itu menggunduli hutan, kami sangat khawatir dengan kehidupan ini. Jaraknya memang sekitar 100 kilometer, tetapi banjir dan longsor mengancam. Kami tak tahu harus mengadu kepada siapa,” kata Datuk Rio Zaenulin.

Lakukan pendampingan

Setelah beberapa tahun, warga kemudian mulai melek hukum termasuk hak-haknya soal hutan adat. Karena itu mereka mendapatkan pendampingan dari lembaga swadaya masyarakat Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi.

Sejauh ini, pendampingan mereka mengenai konservasi hutan masih alot di tingkat pusat. Direktur Eksekutif KKI Warsi Rahmat Hidayat mengatakan, pihaknya kecewa dengan pemerintah pusat yang seolah membiarkan para pemilik izin.

Lindungi Hutan Adat, Delima Silalahi Raih Penghargaan Internasional

Senamat Ulu mendapatkan keabsahan masuk dalam pengelolaan hutan adat Bukit Bujang Dusun Senamat Ulu dengan luas 223,69 hektare. Ini berdasarkan surat keputusan Bupati Bungo per tanggal 10 Februari 2009.

Disaksikan oleh Ayu, ribuan hektare area gundul belum ditanami sawit. Terlihat banyak sisa pohon bekas ditebang dan dibakar. Selain warga Senamat Ulu, ada juga Orang Rimba yang kehilangan hutannya.

“Warga Senamat Ulu bersama Orang Rimba pun mendambakan hijaunya hutan raya,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini