Tekad Bantu Tunanetra Bawa Wonder Reader Raih Top 3 Google Solution Challenge

Tekad Bantu Tunanetra Bawa Wonder Reader Raih Top 3 Google Solution Challenge
info gambar utama

Empat orang mahasiswa Indonesia berhasil memenangkan program Google Solution Challenge 2023 pada Kamis (3/8). Mereka mampu menyingkirkan 2.000 lebih peserta dari 76 negara berkat teknologi pembaca braille digital cetak tiga dimensi (3D) yang diberi nama Wonder Reader.

Tim ini diketuai oleh Jason Christian Hailianto (Jesi) dengan anggota Philipus Adriel Tandra, Jason Jeremy Wijadi (Jeje), dan Aric Hernando. Semuanya terdaftar sebagai mahasiswa Ilmu Komputer, Fakultas Teknik Informatika, Binus University International.

Jesi dan kawan-kawan menjadi wakil Indonesia pertama yang sukses menyabet posisi top 3 bersama Buzzbusters asal Bolivia dan HeadHome Singapura. Tim ini memilih isu quality education dan reduced inequality dari 17 Sustainable Development Goals (SDG) yang diusung PBB.

Pencapaian ini diraih setelah mereka melalui proses panjang selama 6 bulan didampingi mentor Mohammad Al-Ansari dari Google Development Student Club. Dua member lama—Jesi dan Aric—bahkan telah mengikuti kompetisi ini dua kali dan sampai ke top 10 pada tahun lalu.

Berhasil Temukan Bug Berbahaya di Google, Pelajar Semarang Raih Hadiah Rp75 Juta

Bertekad ciptakan braille dengan harga terjangkau

Dok. Pribadi

Jesi bercerita, keinginan menciptakan sesuatu untuk kaum disabilitas muncul setelah mereka mengikuti perayaan Hari Braille se-Dunia di Mal Pacific Place, Jakarta, pada Januari 2023. Di sana, Jesi dan tim berbincang-bincang dengan pegiat organisasi serta para penyandang tunanetra yang berbagi pengalaman mereka.

“Kita juga dapat merasakan apa yang mereka pakai dari kesehariannya, yaitu braille dan stik (tongkat) untuk berjalan,” ucapnya saat diwawancarai secara eksklusif, Selasa (29/8/2023).

Setelah mencoba berbagai alat bantu tunanetra, timpal Jeje, mereka cukup kaget kala mengetahui bahwa harganya sangat mahal. Misalnya, satu alat text to speech saja—pengubah teks menjadi suara—dibanderol Rp 3—5 juta. Dari situlah, Jeje dan kawan-kawan tergerak untuk menciptakan alat bantu bagi kaum tunanetra dengan harga yang jauh lebih murah.

“...karena kita emang mau bikin sesuatu untuk aksesibilitas dan juga untuk para penyandang (tunanetra), kenapa kita enggak membuat alat-alat yang sudah ada, tapi dengan harga yang jauh lebih terjangkau, tapi masih tidak mengorbankan fungsionalitas itu sendiri,” paparnya.

Amando, Ahli Geologi RI yang Raih Pendanaan Riset Rp4,2 Triliun dari Uni Eropa

Tentang Wonder Reader

Menurut Federasi Nasional Tunanetra Amerika Serikat, braille adalah sistem membaca dan menulis dengan sentuhan untuk tunanetra, terdiri dari susunan titik-titik membentuk huruf alfabet, angka, juga tanda baca.

Konsep Wonder Reader menggabungkan mesin tik braille 3D dengan aplikasi berbasis android. Alat ini diciptakan untuk membantu siswa tunanetra belajar dengan terhubung secara nirkabel ke aplikasi di ponsel pintar..

Pengajar dapat mengirim pertanyaan dari aplikasi ke perangkat melalui bluetooth, kemudian siswa bisa memberi jawaban dengan mengetik papan tombol (keyboard) braille yang tersedia. Saat transaksi teks dari aplikasi ke Wonder Reader maupun sebaliknya, alat ini akan mengeluarkan suara yang membaca teks tersebut.

Wonder Reader didesain 36 persen lebih kecil. Satu unit terdiri dari keyboard pcb, text to speech speaker, ESP-32 yang mencakup controller, bluetooth, wi-fi, dan duel core, larriage drivers, braille cells, dan carriage stepper motor.

Wonder Reader didukung oleh teknologi Google Cloud, Firebase, Flutter, dan Google Text to Speech API. Teknologi yang diyakini akan berumur panjang dalam membantu kebutuhan kaum disabilitas.

Ke depan, alat ini akan dikembangkan untuk memiliki kemampuan editor teks, ada sound manager, dan bisa membaca buku.

Mahasiswa UM Ciptakan Soundbook Bertema Edukasi Seksual untuk Anak di Indonesia

Libatkan penyandang tunanetra

Dalam merancang Wonder Reader, tim Jesi melibatkan langsung penyandang tunanetra dari Yayasan Mitra Netra, terutama saat user testing. Mereka mencoba alat dan aplikasi, lalu memberikan umpan balik untuk kesempurnaan Wonder Reader.

“Dari feed back yang mereka berikan itu langsung kita implementasikan selama kita masih merancang alatnya sendiri dan juga aplikasinya untuk kompetisi,” Jeje.

Setelah uji coba, tim Wonder Reader mendapat banyak saran yang sangat membantu mereka, mulai dari desain, ukuran, perabaan yang pas, dan lainnya.

“Mereka emang suka idenya sih buat ide alat braille yang lebih terjangkau juga buat belajar braille ke depannya,” Philipus.

Dosen ITB Ciptakan Modultrax, Motor untuk Solusi Distribusi Barang di Daerah Terpencil

Produksi massal, mengumpulkan lebih banyak komunitas, dan go internasional

Dalam satu atau beberapa tahun ke depan, tim Wonder Reader berencana memproduksi penemuan ini secara massal agar bisa dimanfaatkan oleh lebih banyak orang, baik dalam dan luar negeri.

“Kita emang planning-nya produksi massal, itu nomor satunya kita, supaya banyak orang menggunakan alat-alat kita dengan harga yang lebih terjangkau dibanding alat impor dari luar,” tegas Jeje.

Di samping itu, keempat ilmuwan muda ini juga ingin mengayomi lebih banyak komunitas disabilitas di Indonesia. Di masa depan, mereka berharap bisa melanggeng ke kancah internasional bersama Wonder Reader.

“Kita terus mencari contact lebih baru untuk dapat mendengar suara mereka dan bisa membuat alat ini sesuai dengan kebutuhan tuna netra yang ada di Indonesia. Untuk masa depannya, kita emang ingin masuk ke kancah internasional dengan alat ini,” sela Jesi.

Taufiq Effendi, Tunanetra Yang Berhasil Menggebrak Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini