Kisah Bhrisco Jordy yang Menggerakkan Asa Bagi Literasi dan Pendidikan di Tanah Papua

Kisah Bhrisco Jordy yang Menggerakkan Asa Bagi Literasi dan Pendidikan di Tanah Papua
info gambar utama

“Di pulau itu, ketika perahu mulai bersandar, mereka dengan senang hati menyambut kita semua di pinggir pantai untuk bantu-bantu. Bahkan, ketika pulang, mereka juga bantu dorong perahu sampai ke tengah laut lalu melompat kembali ke daratan agar perahu kita bisa ke kota,”

-Bhrisco Jordy, pencetus gerakan Papua Future Project



Mansinam adalah sebuah nama dari pulau kecil di kawasan Papua Barat. Lokasinya hanya sekitar 15-30 menit dari Kabupaten Manokwari yang menjadi salah satu pusat pertumbuhan di provinsi tersebut.

Tetapi, dari daerah yang relatif tak terlalu jauh tersebut. Terdapat berbagai ketimpangan-ketimpangan di berbagai hal, termasuk pula soal bagaimana kualitas pendidikan di daerah tersebut.

Mulai dari bagaimana permasalahan aksesibilitas pendidikan, kurangnya lembaga pendidikan, jumlah tenaga pendidik, angka buta huruf yang tinggi, hingga masalah ketimpangan pembangunan.

Masalah tersebutlah yang membuat Bhrisco Jordy, seorang anak muda yang tumbuh di Tanah Papua, tersentuh hatinya ketika melihat bagaimana kontrasnya pendidikan di kawasan tersebut.

“Padahal pulau ini termasuk yang paling bersejarah di Papua karena ini di sini tempat pertama kali Injil tiba di Tanah Papua. Tapi, di balik keindahan alam serta sejarahnya, ada masalah buta huruf tinggi,” ujarnya.

Lewat Pendidikan, Jamaluddin Ajak Masyarakat Menjaga Lingkungan dan Meningkatkan Ekonomi

Penyetaraan literasi menjadi misi

Berawal dari hal kecil dan pengalaman pribadi, saat yang memantik dirinya untuk menciptakan asa di Pulau Mansinam ini ketika ia lulus kuliah.

Sejak kecil ia sudah tinggal di Papua dan 3 tahun kuliah di Jakarta. Setelah menempuh pendidikannya, ia pun kembali ke Papua dan melihat realita bahwa pendidikan di sana tidak ada perubahan signifikan.

Ketika pergi ke Pulau Mansinam yang tidak jauh dari Manokwari, terpikir di otaknya soal bagaimana nasib pendidikan di daerah lain yang lebih terpencil dari pulau tersebut, bahkan daerah yang perlu pesawat kecil untuk ke sana karena medannya sulit diakses.

“Itu membuka mata saya dan tentunya bila menunggu pemerintah tentu ada keterbatasan. Jadi tidak bisa berharap begitu saja. Jadi, kenapa kita tidak buat gerakan sendiri saja?” cerita Jordy.

Hingga akhirnya, terbentuklah sebuah gerakan berbasis komunitas yang bernama Papua Future Project. Tujuannya dengan menciptakan pendidikan berkelanjutan untuk anak-anak di Pulau Mansinam dengan penyetaraan fasilitas literasi.

Kehidupan literasi di Papua memiliki tantangan tersendiri, bahkan bisa menulis saja sudah bisa jadi sesuatu yang membanggakan. Oleh karena itu, Papua Future Project telah mengambil pendekatan yang jelas: membangun fondasi dasar literasi untuk setiap anak.

Setiap bulan, Papua Future Project aktif menggali data tentang kebutuhan pendidikan di setiap kampung yang mereka layani, sambil membuka pintu donasi untuk memenuhi kebutuhan anak-anak tersebut.

Mewujudkan Sekolah Kehidupan Dibayar Dengan Sayuran : Kisah Inspirasi Muhammad Farid

Memberi perhatian pada tenaga pendidik dan teknologi

Pentingnya fasilitas literasi menjadi semakin nyata karena guru-guru kadang hanya datang setiap tiga bulan sekali, dengan waktu pelajaran yang terbatas.

Dalam perjalanan menuju peningkatan literasi tersebut, Jordy juga memahami bagaimana tenaga pendidik juga menjadi salah satu faktor yang jadi penghambat, mengingat pula lokasi geografis yang sulit.

Sehingga, Papua Future Project juga berfokus untuk memberikan pembelajaran holistik dengan pendidikan kontekstual, termasuk melatih para pendidik.

“Guru-guru di pedalaman masih belum menerima pelatihan yang cukup terkait kurikulum dan pendidikan holistik. Selain itu, upaya mereka juga mencakup pelatihan bagi anak muda Papua. Ini merupakan tantangan besar, karena di daerah ini, konsep kontribusi sukarela menjadi hambatan yang signifikan bagi mereka,” kata Jordy.

Untuk mengatasi tantangan akses teknologi di beberapa daerah, mereka mengembangkan metode pembelajaran berbasis video dan memberikan pelatihan terkait penggunaan gadget serta keterampilan mengetik.

Dengan cara ini, mereka berharap dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas, tidak hanya dalam hal literasi, tetapi juga dalam melestarikan nilai-nilai adat dan sejarah yang akan segera terlupakan jika tidak dijaga.

Selain itu, sistem formal di kelas juga tidak menjadi acuan. Pembelajaran juga dilakukan dengan sesuatu yang menyenangkan, misalnya dengan melakukan games ular tangga yang dipadukan dengan pertanyaan, sehingga bisa lebih diterima anak-anak di sana.

Achmad Irfandi Pulangkan Anak-anak ke Dunianya: Bermain dan Bermain

Meraih penghargaan hingga memperluas dampak

Dengan tekad dan kerja keras Bhrisco Jordy, Papua Future Project berhasil meraih SATU Indonesia Awards dari Astra pada tahun 2022. Penghargaan ini telah membawa perubahan yang signifikan bagi Papua Vision Project.

Sebelumnya, Jordy mengakui kalau gerakan tersebut sering terabaikan oleh masyarakat dan media lokal. Namun, setelah penghargaan dari Astra, perhatian terhadap Papua Future Project meningkat drastis.

“Media pun mulai meliput aktivitas kami, bahkan Gubernur Papua Barat ikut hadir dalam acara-acara kami,” tutur Jordy.

Bahkan, dampak ini juga membuat gerakannya semakin berkembang. Yang mana, ia telah berhasil menjangkau 14 kampung di wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya, memberikan manfaat kepada sekitar 725 anak.

“Saya mau anak muda jadi contoh agar tak diremehkan. Karena banyak yang anggap begitu. Faktanya, mereka inilah tonggak perubahan. Jadi kita mau membuktikan itu,” katanya.

Sang Pengubah Peradaban dari Kaki Gunung Bawakaraeng

Asa untuk masa depan anak-anak Papua

Jordy mengatakan kalau hal yang menjadi motivasi bagi ia dan teman-temannya adalah rasa antusias dari anak-anak ketika ia dan teman-temannya datang untuk mengajar mereka.

Bahkan, anak-anak pun membantu mendorong perahu, membantu mengangkat berbagai perlengkapan yang nantinya akan jadi kebutuhan untuk mengajar. Jordy menganggap hal ini merupakan love language dari anak-anak yang membuatnya kian tersentuh.

“Waktu itu ketika 2021 saat balik ke sana masih heran kok bisa udah pada nulis nama dan membaca kata sederhana. Menurutku, selama 2 tahun itu program literasi kita jadi sebuah kebanggan tersendiri sebagai pengajar. Malah ada satu anak yang belajar menulis kata pertamanya dengan kata "Jordy", katanya.

Saat ini, ia juga mengupayakan Papua Future Project untuk menjadi sebuah lembaga. Sehingga bila sudah bisa berbadan hukum harapannya semakin banyak anak-anak Papua yang mendapatkan pendidikan inklusif. Apalagi sekarang sudah ada 250 anak se Indonesia yang jadi relawan.

“Aku mau terus memberikan perubahan pada anak-anak Papua. Meskipun aku juga sempat dapat tawaran kerja, tetapi aku punya panggilan diri untuk membantu berkontribusi untuk tempatku,” kata Jordy.










Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini