Achmad Irfandi Pulangkan Anak-anak ke Dunianya: Bermain dan Bermain

Achmad Irfandi Pulangkan Anak-anak ke Dunianya: Bermain dan Bermain
info gambar utama

Sebuah warung kopi untuk orang dewasa didatangi sekawanan anak kecil berusia 4 hingga 10 tahun. Mereka bukan ingin minum, tapi menumpang wi-fi gratis. Beberapa tampak tertunduk sambil duduk bertongkat lutut dan yang lainnya menelungkup di bangku panjang.

Suara riuh bocah kesal sesekali terlontar. Tidak menengok sekeliling, mereka hanya peduli dengan dunia yang mereka tatap berjam-jam, yaitu game online. Waktu sudah hampir magrib, tapi mereka belum juga pulang. Tidak ingat makan, lupa belajar dan mengaji.

Kalau boleh digambarkan, begitulah kira-kira fenomena yang Irfandi lihat sehari-hari di kampungnya 6 tahun lalu. Anak-anak kecanduan gadget (gawai). Pemandangan yang biasa terjadi di zaman kini, tapi begitu mengusik pikirannya.

Keresahan itu kian bergejolak setelah Irfandi membaca berita anak yang kecanduan gadget nekat berbuat kriminal, bahkan sampai masuk rumah sakit jiwa. Masalah ini semakin mengkhawatirkannya. Sejak itulah, Irfandi mulai membuat perubahan dengan mendirikan Kampung Lali Gadget.

Tekad Bantu Tunanetra Bawa Wonder Reader Raih Top 3 Google Solution Challenge

Kembalikan anak ke dunianya: bermain dan bermain

Kisah ini bermula ketika seorang teman mengunjungi Irfandi di kampung pada 2018. Dia yang mengajak Irfandi mengadakan kegiatan literasi untuk anak-anak, seperti menggambar, mewarnai, mendongeng, dan membaca buku.

“Terus, teman saya pulang. Saya merasa kok seru, ya, bikin kegiatan sama anak-anak di desa. Akhirnya saya bikin lagi,” ujar pemilik nama lengkap Achmad Irfandi itu saat diwawancarai, Jumat (1/9/2023).

Seiring waktu, keresahan akan kecanduan gadget semakin memuncak. Dua bulan kemudian, Irfandi membuat gerakan untuk melawan penyakit ini melalui permainan tradisional. Sambutan masyarakat ternyata cukup baik, banyak orang yang tertarik, bahkan ikut berdonasi. Tepat 3 Agustus 2018, Irfandi pun menamai gerakannya dengan Kampung Lali Gadget, tempat bermain untuk anak-anak.

Kampung ini terletak di lahan 45 x 50 meter, mencakup satu RT di Dusun Bender, Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo, Jawa Timur. Ada pendopo, kebun yang rindang, banyak pepohonan teduh, dan sawah. Di sanalah anak-anak dikembalikan ke dunianya, yaitu bermain.

Saat awal merintis, Irfandi dan teman-teman membiayai sendiri kebutuhan untuk aksi ini, termasuk dari usahanya membuat suvenir.

Permainan tradisional dipilih Irfandi karena secara tidak langsung melestarikan budaya bangsa. Menurut Kemendikbudristek RI, permainan rakyat dan olahraga tradisional masuk ke dalam 10 objek budaya dalam Undang-undang Pemajuan Kebudayaan.

“Semakin ke sini, saya semakin belajar. Oh, ternyata bermain itu sangat penting untuk tumbuh kembang anak,” ucap sang petani lulusan Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya.

Selain itu, bermain bersama teman adalah hal yang sangat dinantikan anak-anak sepulang sekolah. Ketika lebih banyak bergerak dan berinteraksi, mereka justru lebih banyak belajar.

“Dari situ kami sadar bahwa nilai-nilai pendidikan, ya, dibantu lewat situ,” tambahnya.

Selain mencegah kecanduan gadget pada anak-anak, Irfandi juga ingin membentuk generasi-generasi yang tumbuh kembangnya berkualitas, bagus, terjamin, dan aman.

Berkenalan dengan Sosok David Hidayat, Penjaga Laut dari Pesisir Selatan

Beasiswa Bermain di hari Minggu

Para pengajar di Kampung Lali Gadget betul-betul membuat anak-anak lupa dengan gadget. Selain permainan tradisional, mereka juga dikenalkan dengan kearifan lokal. Misalnya, menanam padi, menangkap ikan di kubangan, mandi lumpur, membuat jajanan khas desa, dan merangkai kerajinan.

Gerakan Irfandi memiliki program bernama Beasiswa Bermain. Anak-anak akan bermain sambil belajar setiap Minggu dengan tema yang berbeda-beda. Contohnya, bermain dengan daun, batu, angin, air, atau buah-buahan. Di kampung ini, bermain dan belajar disetarakan karena sama-sama berkontribusi untuk membangun kecerdasan anak.

Sementara itu, pada hari biasa, banyak guru dan murid dari sekolah-sekolah di Sidoarjo datang untuk menjalani pembelajaran berbasis permainan tradisional.

“Kenapa dikatakan beasiswa bermain?, karena kami menyajikannya gratis untuk anak-anak. Siapapun yang mau ikut, silakan,” ungkapnya.

Lewat Pendidikan, Jamaluddin Ajak Masyarakat Menjaga Lingkungan dan Meningkatkan Ekonomi

5 tahun berdampak bagi masyarakat

Setelah 5 tahun mendirikan Kampung Lali Gadget, impak aksi ini mulai terlihat. Hal paling kecil, anak-anak itu sekarang punya pilihan lebih banyak untuk bermain. Mereka bahkan diajarkan membuat mainan sendiri dari alam, misalnya daun dan batu.

“Mungkin kalau anak-anak lain pilihan bermainnya cuma gadget. Tapi, kalau anak-anak di sini, mereka punya pilihan bermain yang enggak beli,” papar Irfandi.

Dampak yang cukup besar dari aksi ini adalah perubahan karakter. Irfandi berhasil menyalakan jiwa kepemimpinan dalam diri anak-anak di sana dan membuat mereka terbiasa bersentuhan dengan alam.

“Misalnya, yang awalnya enggak bisa memimpin, sekarang bisa memimpin. Awalnya suka jijik kalau lihat kotor-kotor, akhirnya enggak jijikan”.

Di samping itu, keberadaan Kampung Lali Gadget ikut berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat sekitar.

“Ketika kami berkegiatan, ya, masyarakat pasti ada yang berjualan. Terus, masyarakat juga misalnya menyediakan konsumsi,”.

Mengulik Pentingnya UU Pemajuan Kebudayaan, Hilmar Farid: Jadi Modern dengan Cara Sendiri

Tanah yang subur untuk siapapun bisa berkembang

Kini Kampung Lali Gadget semakin dikenal setelah menerima apresiasi Satu Indonesia Awards 2021 bidang pendidikan. Banyak relawan, artis, komunitas, sekolah, dan pemerintah, berdatangan untuk membantu pengembangan kampung ini.

Ke depan, Irfandi bermimpi besar untuk menjadikan Kampung Lali Gadget bukan hanya tempat pendidikan, tapi sebuah ekosistem.

“Artinya, ekosistem yang baik sebagai tanah yang subur untuk siapapun bisa berkembang di sini,”.

Pegiat bidang apapun bisa datang ke Kampung Lali Gadget, lalu mengembangkan komunitasnya di sini. Misalnya, literasi, kesehatan, terapi anak-anak yang kecanduan gadget, atau anak-anak berkebutuhan khusus. Dia juga ingin membangun sekolah alternatif berbasis alam.

“Jadi, semacam ekosistem saja, siapapun bisa tumbuh," tutup Irfandi.

Wujudkan Masa Depan yang Lebih Cerah di Papua Barat melalui Pendidikan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini