Kisah Pangkalan Brandan yang Bawa Kemakmuran untuk Pemerintahan Kompeni

Kisah Pangkalan Brandan yang Bawa Kemakmuran untuk Pemerintahan Kompeni
info gambar utama

Pangkalan Brandan, Sumatra Utara pernah tercatat sebagai kota internasional karena ekspor minyak buminya. Sumber daya alam itu memberikan kesejahteraan hingga akhirnya kini ditinggalkan.

Luckman Sinar pada buku Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatra Timur menulis tanah di sekitar Pangkalan Brandan sebenarnya telah diketahui mengandung minyak sejak abad ke 17 berdasarkan catatan pelawat Belanda JH van Linschoten.

Kembangkan Aplikasi ASAKU di Sidikalang Dosen USU-UNIMED berkolaborasi

Selain itu, di abad ke 16 saat pertempuran di Semenanjung Melayu antara Kerajaan Aceh dan armada Portugis. Alfonso D Albuquerque mencatat adanya lemparan bola api dari pejuang-pejuang Aceh untuk menghalangi kapal Portugis mendarat.

“Bola-bola api itu mengandung minyak mentah dari Sei Lepan,” catatnya.

Tetapi baru tahun 1880, Aeilko J Zikler secara memeriksa lumpur yang biasa digunakan warga untuk membuat obor. Dirinya menemukan kandungan kerosen yang tinggi di dalamnya, mencapai 59-62 persen.

“Bukan perkara mudah membuka kawasan ini,” tutur Kepala Desa Telaga Said Sujono yang dimuat Kompas.

Memakmurkan Hindia Belanda

Zikler mengebor pertama kali di Telaga Tunggal 1 setelah mendapatkan izin resmi konsesi dari Sultan Langkat PADA 1883. Seluas 500 bahu di kawasan Sei Lepan yang terkenal dengan nama Telaga Said.

Tetapi dikatakan oleh Sujono, pembukaan dan pengeboran Telaga Said konon sampai mengerahkan gajah. Infrastruktur ketika itu belum ada sehingga jalan berubah jadi lumpur saat musim penghujan.

Namun dari situlah, produksi minyak besar-besaran dihasilkan oleh Zikler. Pada 1885, dia bisa menghasilkan 180 barel per hari. Karena melihat potensi ini, pada 1890 Royal Dutch Company didirikan untuk mengelola tambang dari suntikan dana Raja Belanda.

Eksplorasi Potensi dan Perancangan Wisata Desa Boho oleh Tim KKN UGM

Pada 1926, lewat anak perusahaan Shell, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) memperluas pengeboran dari struktur Telaga Said hingga pesisir Teluk Haru, Pangkalan Susu, dan struktur Rantau di Aceh Timur.

Tercatat pada tahun 1930, produksi minyak BPM telah mencapai 521.000 kilogram ton, atau 3,5 persen hasil minyak dunia. Bahkan pada 1934, telah melampaui 1 juta kilogram ton. Pangkalan Brandan menjadi pusat penyulingan minyak

Kesejahteraan semu

Pangkalan Brandan berkembang menjadi kota internasional. Rel kereta api dibangun dari Medan menuju Brandan dan juga Aceh. Pada 1928 tercatat sudah ada 3.600 bangsa Asia yang bermukim di kawasan Pangkalan Brandan/

Rumah sakit besar dibangun kala itu, jalan bahkan sudah diberi lampu penerang. Kesultanan Langkat menjadi Kesultanan terkaya di Sumatra Timur karena tambang. Rakyat Melayu Langkat hidup berkecukupan.

Pasca kemerdekaan, Pangkalan Brandan berusaha bangkit bersama dengan PT Permina kini Pertamina. Mereka memulai ekspor perdananya pada 1948, ketika kapal tanker Shozui Maru berangkat ke Jepang.

Mahasiswa KKN UGM Populerkan Tanaman Obat Keluarga di Kecamatan Sianjur Mula-Mula

“Orang Bangga kalau bilang berasal dari Pangkalan Brandan. Berasal dari Tanjung Pura pun bilang Brandan,” tutur Rusmidah, Humas PT Pertamina EP Pangkalan Susu.

Tetapi sejak tahun 2000, produksi minyak dan gas terus menurun. Karyawan perusahaan tinggal 26 orang, menjadi penunggu aset triliunan rupiah. Ribuan rumah karyawan dibiarkan kosong tak berpenghuni.

Kini tak lagi ada aktivitas Pertamina di Pangkalan Brandan yang dirasakan warga. Syamsul Bahri, warga sekitar khawatir Pangkalan Brandan akan menjadi besi tua karena ditinggalkan perusahaan minyak.

“Jam 9 sudah sepi, padahal dulu hingga tengah malam masih ramai,” tuturnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini