Sungai Musi, Supermarket bagi Rakyat Palembang yang Kehilangan Isi

Sungai Musi, Supermarket bagi Rakyat Palembang yang Kehilangan Isi
info gambar utama

Sungai Musi yang memiliki panjang 750 km ini telah memainkan peran penting bagi masyarakat Sumatra Selatan. Salah satu yang sangat memanfaatkan keberkahan Sungai Musi adalah Kerajaan Sriwijaya.

Sriwijaya yang berdiri selama lima abad (7-12 M) ini memilih Sungai Musi sebagai ibu kotanya untuk pemerintahan, perdagangan, kegiatan keagamaan dan pembelajaraan. Palembang pun dibangun di tepi Sungai Musi oleh Kerajaan Sriwijaya.

Sejumlah arkeolog memperkirakan pilihan tersebut dikarenakan Sungai Musi bermuara di Selat Bangka. Selat Bangka adalah pertemuan Selat Malaka (Barat), Laut China Selatan (Utara), dan Laut Jawa (Timur) yang merupakan jalur perdagangan ramai di masa lalu.

6 Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Karena ekosistem Sungai Musi, penguasa dan masyarakat Sriwijaya terpenuhi semuanya. Mulai dari kebutuhan pangan, sandang, ekonomi, hingga perkapalan dan dermaga yang menggunakan beragam jenis kayu.

“Tepatnya ekosistem Sungai Musi menjadi supermarket kedatuan Sriwijaya,” tulis Taufik Wijaya dan Yusuf Bahtimi dalam Sungai Musi yang Kehilangan Arsipnya.

Surganya ikan

Taufik menjelaskan penyebutan supermarket dikarenakan lahan basah pada ekosistem Sungai Musi kaya dengan flora dan fauna. Salah satunya adalah Sungai Musi merupakan surga bagi ratusan jenis ikan air tawar.

“Diperkirakan sekitar 620 jenis ikan air tawar,” tulisnya.

Karena melimpahnya ikan, membuatnya menjadi sumber pangan protein bagi masyarakat Sriwijaya. Salah satunya adalah pempek yang merupakan hasil olahan daging ikan dan sagu, diperkirakan jadi makanan pokok di masa Sriwijaya.

Mengenal Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Sementara sagu, tanaman sumber karbohidrat juga banyak ditemukan secara liar di ekosistem Sungai Musi. Kemungkinan, sagu menjadi sumber karbohidrat utama masyarakat Sriwijaya yang tertulis pada Prasasti Talang Tuwo.

“Di dalam prasasti itu dijelaskan seorang penguasa kedatuan Sriwijaya membuat sebuah taman (kebun) yang berisi sejumlah tanaman. Di dalam kebun bernama Sri Ksetra itu disebutkan tanaman sagu, kelapa, aren serta beragam jenis labu dan bambu. Tidak disebutkan tanaman padi, kentang atau gandum,” tulisnya.

Hanya tinggal arsip

Tetapi kekayaan flora dan fauna pada ekosistem Sungai Musi kini hanya tinggal arsip. Bisa jadi arsip ini akan hilang dalam ingatan masyarakat Indonesia. Pasalnya selama 30 tahun terakhir, sebagian besar ekosistem Sungai Musi mengalami kerusakan.

“Banyak lahan basah menjadi lahan perkebunan dan infrastruktur yang hampir setiap tahun terbakar. Sungai Musi pun tercemar limbah,” urainya.

Prasasti Talang Tuo: Peran Raja Sriwijaya Ciptakan Kemakmuran dengan Lindungi Alam

Dikatakan oleh Taufik, pencemaran di ekosistem Sungai Musi juga cukup tinggi. Hal ini berasal dari limbah industri dan domestik. Mulai dari pupuk, perusahaan migas, perusahaan getah karet, puluhan pabrik pengolahan minyak sawit, dan sebagainya.

Air Sungai Musi juga memiliki kadar polutan tinggi, seperti logam berat magan sebesar 0,2 ppm, dan tembaga sebesar 0,06 ppm (standar maksimalnya 0,003 ppm per liter). Kadar klorin dan fosfat juga tinggi yakni 0,16 mg dan 0,59 mg.

“Tingginya kadar klorin dan fosfat diduga mempengaruhi populasi ikan. Sebab mengganggu sistem pernapasan ikan dan pembentukan telur,” ucapnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini