Kabar Terbaru Merger Garuda Group: Lisensi Pelita Air Pindah ke Citilink

Kabar Terbaru Merger Garuda Group: Lisensi Pelita Air Pindah ke Citilink
info gambar utama

Pemerintah berencana akan menggabungkan maskapai Pelita Air milik PT Pertamina (Persero) dengan anak usaha Garuda Group, Citilink. Berdasarkan penuturan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, ketika merger disahkan, maka seluruh lisensi yang dimiliki oleh pesawat Pelita Air dialihkan kepada Citilink.

“Pelita itu nanti license dan pesawatnya yang akan kita pindahkan ke Citilink, jadi sifatnya itu pemindahan pesawat dan license-nya," ujar Tiko di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (20/9/2023).

Pelita Air baru membuka penerbangan komersial pada 28 April 2022 dengan mendatangkan 2 unit pesawat Airbus A320-200. Berdiri sejak 1970, maskapai pelat merah ini sebelumnya hanya melayani penerbangan kargo dan carter.

Tiko melanjutkan, setelah resmi bergabung, Pelita Air akan menjadi entitas tersendiri di bawah Garuda Group bersama Citilink. Sementara PT atau perseroan terbatas akan tetap terpisah. Kendati demikian, Tiko tidak membocorkan secara gamblang mengenai rencana penggabungan maskapai BUMN itu.

"PT-nya mungkin akan tetap terpisah, jadi nanti di bawah Garuda ada Garuda, ada Citilink, dan Pelita," ucap Tiko.

Garuda Tak Jadi Merger, Hanya Citilink-Pelita Air yang Digabung

Skema terbaru merger sebelumnya diungkapkan oleh Menteri BUMN RI Erick Thohir pada 31 Agustus 2023. Dia mengatakan, PT Citilink Indonesia akan merger dengan PT Pelita Air Service (PAS), sedangkan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) akan tetap berdiri sendiri sebagai maskapai premium kebanggaan Indonesia.

Skema ini berubah dari pernyataan Erick pada 22 Agustus lalu bahwa ketiga maskapai penerbangan itu akan disatukan. Dia pun ingin rencana merger bisa terlaksana tahun ini atau selambat-lambatnya awal 2024 jika tidak bisa dikebut.

Merger antara Citilink dan Pelita Air diprediksi Erick dapat menurunkan harga tiket. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah pesawat terbang komersial milik BUMN. Menurutnya, kalau terjadi kenaikan jumlah armada penerbangan dan didukung kompetisi terbuka dengan maskapai swasta, harga tiket bisa menjadi lebih murah.

Namun, penurunan itu tidak serta-merta terjadi, melainkan membutuhkan waktu. Pasalnya, pihak swasta memegang kendali harga tiket pesawat sebesar 65 persen, sementara porsi BUMN hanya 35 persen.

"Enggak bisa cepat, kalau jumlah pesawatnya bertambah, kompetisinya terbuka, ya tiketnya menurun," ujar Erick di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Rencana Merger Garuda Cs, Ini Dampaknya bagi Maskapai Indonesia

Dia menyebut, Indonesia saat ini memiliki 550 pesawat, sedangkan jumlah ideal yang dibutuhkan sebanyak 750 unit. Itu artinya, Indonesia masih membutuhkan tambahan 200 pesawat lagi.

Dari 550 pesawat, kata dia, hanya 140 unit yang dioperasikan BUMN semenjak pandemi Covid-19 yang terdiri dari 20 pesawat milik Pelita Air, 60 pesawat Garuda, dan 50 pesawat Citilink.

"Hari ini total pesawat di Indonesia 500 lebih belum (beroperasi) kembali seperti sebelum Covid-19. Pelita yang baru punya 9 dan sekarang 12 pesawat, kita dorong di 20-an bisanya karena kondisi leasing pesawat sudah mulai pulih," paparnya.

Setelah merger, Erick menargetkan jumlah pesawat yang bisa dioperasikan oleh ketiga maskapai itu mencapai 170 pesawat pada 2026.

Garuda Indonesia Gaet Penghargaan "The World’s Best Airline Cabin Crew" Skytrax Lagi!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini