Tinjauan Mendalam: Mempertanyakan Zona Biru Singapura

Tinjauan Mendalam: Mempertanyakan Zona Biru Singapura
info gambar utama

Singapura baru-baru ini diakui sebagai Zona Biru keenam, bergabung dengan daftar lainnya yang mencakup Okinawa, Jepang; Ikaria, Yunani; Sardinia, Italia; Nicoya, Kosta Rika; dan Loma Linda, California. Konsep "Zona Biru" ini dipopulerkan oleh Dan Buettner, seorang jurnalis dan peneliti yang mengembangkan istilah ini untuk menggambarkan daerah-daerah di seluruh dunia di mana penduduknya menikmati umur panjang dan kesehatan yang baik.

Ciri-ciri umum yang dimiliki oleh penduduk di wilayah ini memungkinkan mereka untuk mencapai umur panjang, termasuk mengonsumsi makanan nabati, berolahraga secara teratur, dan menjalani hidup dengan penuh tujuan. Sayangnya, gambaran ini kontras dengan kenyataan yang dialami oleh penduduk Singapura, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang kelayakan status Zona Biru yang baru saja diperoleh negara ini.

Benarkah Singapura adalah Zona Biru?

Pengakuan Singapura telah menimbulkan keraguan di kalangan penduduk setempat karena gaya hidup yang penuh tekanan dan kebiasaan makan yang tidak sehat yang umum terjadi di negara ini. Buettner menggambarkan Singapura sebagai "zona biru yang direkayasa," yang membedakannya dari lima negara lain yang mencapai umur panjang secara alami. Dia menjelaskan bahwa menurut standar modern, Singapura telah menciptakan populasi yang sehat dengan umur panjang.

Angka harapan hidup rata-rata di negara ini telah mencapai 83 tahun pada tahun 2022, lebih dari satu dekade di atas rata-rata global. Jumlah warga yang mencapai usia 100 tahun juga meningkat dua kali lipat, dari 700 orang pada tahun 2010 menjadi 1.500 orang pada tahun 2020. Namun, terlepas dari statistik yang mengesankan ini, penduduk setempat berpendapat bahwa kehidupan di Singapura sangat jauh dari gambaran indah Zona Biru lainnya.

Meskipun diakui bahwa telah terjadi peningkatan kualitas hidup dibandingkan dengan generasi sebelumnya dan pemahaman yang lebih baik tentang nutrisi, pendapat umum di antara penduduk setempat adalah bahwa mencapai umur panjang mungkin terkait dengan adanya dukungan medis yang canggih. Namun, hal ini tidak serta merta berarti mencapai tingkat kesehatan atau kebahagiaan yang optimal.

Mengutip dari Insider, meskipun warga Singapura memiliki akses mudah untuk mendapatkan makanan kaki lima yang murah, sebagian besar dari makanan tersebut tidak sehat. Menurut HealthXchange.sg, sebuah situs web yang dikelola oleh SingHealth, penyedia layanan kesehatan terbesar di negara ini, makanan seperti kway teow goreng dan roti prata memiliki profil nutrisi yang mirip dengan makanan cepat saji.

Mengenai tingkat stres, sebuah survei yang dilakukan oleh perusahaan asuransi Cigna pada bulan April-Mei 2022 menemukan bahwa tingkat stres di Singapura lebih tinggi daripada rata-rata global. Dari 1.001 responden berusia 18 hingga 65 tahun yang tinggal di Singapura, 86% melaporkan tingkat stres, lebih tinggi dari rata-rata global sebesar 82%. Bahkan, sekitar 15% responden Singapura mengalami kesulitan untuk mengatasi stres.

Tahun lalu, Singapura dan New York City dinobatkan sebagai kota termahal di dunia oleh Economist Intelligence Unit, mengalahkan kota-kota lain seperti London dan Hong Kong. Di sisi lain, sebuah survei yang dilakukan oleh Singapore Management University (SMU) pada Agustus 2022 mengungkapkan kekhawatiran di antara warga senior Singapura. SMU mensurvei 6.839 penduduk yang berusia antara 57 dan 76 tahun dan menemukan bahwa satu dari tiga responden mengatakan bahwa ada kemungkinan 50 persen mereka akan mengalami kesulitan membayar tagihan atau membeli kebutuhan dasar.

Menguak Teka-teki Zona Biru Singapura

Pengakuan Singapura sebagai Zona Biru tampaknya sebagian besar didasarkan pada upaya proaktif negara ini untuk meningkatkan kualitas hidup penduduknya dan meningkatkan harapan hidup mereka. Buettner mengungkapkan bahwa masuknya Singapura ke dalam daftar Zona Biru didasarkan pada data angka harapan hidup yang disesuaikan dengan kesehatan dari Institute for Health Metrics and Evaluation, sebuah lembaga penelitian yang berbasis di Washington, DC.

Hal ini menunjukkan bahwa Singapura dinobatkan sebagai Zona Biru dengan menggunakan pendekatan yang berbeda dari metode yang digunakan Buettner dalam penelitian Zona Biru sebelumnya, yang melibatkan studi demografi yang sangat rinci yang melacak individu dari lahir hingga meninggal.

Meski begitu, Buettner melihat Singapura sebagai contoh yang baik tentang bagaimana sebuah kota seharusnya dikonfigurasi, dengan penekanan pada faktor-faktor seperti infrastruktur, transportasi umum, dan pilihan makanan. Dia juga mencatat bahwa orang Singapura mungkin tidak selalu mengidentifikasi negara mereka sebagai Zona Biru, mungkin karena mereka cenderung membandingkan kondisi mereka dengan diri mereka sendiri daripada dengan wilayah lain.

Juga penting untuk dicatat bahwa, terlepas dari tantangan dan keraguan yang muncul, upaya strategis Singapura untuk menciptakan populasi yang lebih sehat dan harapan hidup yang lebih panjang telah terbukti sukses, sebagaimana dibuktikan oleh statistik.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Diandra Paramitha lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Diandra Paramitha.

Terima kasih telah membaca sampai di sini