Kisah Banda yang Pernah Menyandang Kota Kosmpolitan di Zaman Hinda Belanda

Kisah Banda yang Pernah Menyandang Kota Kosmpolitan di Zaman Hinda Belanda
info gambar utama

Banda, Kota Ambon, Provinsi Maluku hingga akhir abad ke 18 merupakan kawasan metropolitan yang memesona. Tanah surga ini memainkan peran penting dalam percaturan politik dan ekonomi internasional.

Dimuat dari Kompas, sejak awal abad ke 12, Banda telah masyhur sebagai wilayah penghasil pala. Kabar ini awalnya disebarkan para pedagang Melayu, Arab, Persia, dan China yang pertama kali membeli pala dari Banda.

5 Pulau Indah yang Bisa Kamu Kunjungi di Banda Neira

Jatuhnya Konstantinopel pada 1453, memancing bangsa-bangsa Eropa untuk datang ke Banda mencari langsung rempah-rempah. Banda Neira kemudian dijadikan pusat pertahanan dan permukiman Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada abad 17.

Belanda sungguh-sungguh berniat membangun Banda menjadi sebuah permukiman modern. Hingga kini jejak-jejak itu masih dapat dijumpai di Banda Neira, kota kecil di Pulau Neira, seperti Benteng Belgica.

Pembauran

Tak hanya bangunan, para penghuni Banda Neira juga menunjukkan ciri-ciri pembauran ras ala metropolitan. Mereka tidak seperti rata-rata orang asli Maluku yang berkulit hitam dan berambut ikal.

“Paras perempuan Banda sangat berbagai, mirip warga keturunan Indo-Eropa, Arab atau China,” tulis Gregorius Magnus Finesso dan M Clara Wresti dalam Banda, Jejak Kota Kosmopolitan di Pulau Pala.

Disebutkan oleh Gregorius, keturunan orang-orang Portugis, Inggris, Belanda, Arab, China hingga Jepang yang kawin mawin dengan warga lokal. Meski sejak pertengahan 1621 sebenarnya penduduk asli Pulau Banda sudah tidak ada lagi.

Cerita Leluhur Multientis dari Warga Banda Neira yang Jaga Kerukunan

Hal ini, ucapnya karena sudah terjadi pembantaian 44 orang kaya (kaum terpandang di Banda) oleh Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang terkenal kejam ketika itu.

“Kekejiannya memaksa 90 persen orang Banda melarikan diri ke pulau-pulau lain seperti Seram, Kei Besar (di wilayah Banda Eli), dan Buru,” paparnya.

Kini terlupakan

Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang kesulitan mencari pekerja perkebunan pala kemudian mendatangkan pekerja dari sejumlah suku Nusantara, mulai dari Jawa, Betawi, Buton, Makassar hingga Bali.

“Mereka inilah yang kawin-mawin juga dengan orang-orang Eropa yang sudah menetap di Banda dan menurunkan etnik Banda sekarang,” kata Mochtar, warga sekitar.

Kisah Sekolah Hatta yang Jadi Pelita bagi Anak-anak Banda Neira

Karena itulah, proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Mohammad Hatta yang pernah mendiami pulau ini pada masa pembuangan Belanda menyebut Banda dan masyarakat sebagai miniatur Indonesia.

Tetapi, Banda yang dahulu adalah kabupaten baru dan berkembang maju, terkini malah berstatus sebagai kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah. Banda Neira yang dulu menjadi kota Kosmopolitan berspektrum internasional itu kini justru makin ditinggalkan.

“Tak terkecuali pala, komoditas primadona perdagangan dunia yang telah mempertemukan aneka suku bangsa Nusantara dan dunia di Kepulauan Banda,” pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini