Jejak Romantika Bung Hatta dan Sjahrir saat Dibuang ke Banda Neira

Jejak Romantika Bung Hatta dan Sjahrir saat Dibuang ke Banda Neira
info gambar utama

Pemerintah Belanda membuang orang-orang Komunis, termasuk Mohammad Hatta dan juga Sutan Sjahrir ke Boven Digoel. Karena pembuangan kedua tokoh pergerakan bangsa tadi melahirkan protes pihak kolonial sendiri.

Protes dari berbagai pihak seperti itu, membuat petinggi kolonial yang saat itu berada di tangan Gubernur Jenderal Tjarda, terpaksa memindahkan Hatta dan Sjahrir ke Neira di Kepulauan Banda.

Kisah Banda yang Pernah Menyandang Kota Kosmpolitan di Zaman Hinda

“Alam Banda yang asri dan sangat nyaman itu, akan dapat meredam gejolak politik Hatta dan Sjahrir yang memimpikan tentang sebuah tanah air yang merdeka,” tulis Arya Gunawan yang dimuat Kompas.

Karena itu pada tanggal 11 Februari 1936, tibalah kedua bapak bangsa itu ke kota Neira. Des Alwi, mencatat keduanya tampak rapi, meskipun dengan wajah agak letih dan pucat pada saat turun dari kapal.

Diberi uang saku

Bung Hatta dan Sjahrir tidak ditempatkan di rumah tahanan, tetapi di rumah dr Tjipto Mangunkusumo yang bersama-sama Mr Iwa Koesoemasoemantri sudah lebih dulu diasingkan di Banda.

Baru seminggu setelahnya, mereka diberi rumah sendiri yang cukup besar peninggalan pengusaha Belanda. Setiap bulan, mereka mendapat uang tunjangan perjuangan sebesar 75 gulden, termasuk tambahan honor-honor artikel.

“Kelebihan uang ini biasanya mereka pakai untuk membantu teman-teman sesama bekas tahanan di Boven Digoel. Juga untuk membantu mengongkosi perjuangan rekan-rekan lainnya untuk meraih kemerdekaan,” papar Alwi.

5 Pulau Indah yang Bisa Kamu Kunjungi di Banda Neira

Beberapa bulan setelah tinggal bersama, Sjahrir memutuskan untuk pindah ke rumah sendiri. Ketika itu Sjahrir sudah berumur 25 tahun berbeda dengan Hatta telah menginjak umur 35 tahun.

“Sjahrir memang lebih menyala dan implusif, agak jauh berbeda dengan Hatta yang pendiam dan lebih sering memendam perasaannya sebagai seorang bujangan dengan usia 35 tahun,” paparnya.

Jejak tokoh bangsa

Keberadaan Hatta-Sjahrir di Kota Neira berakhir tanggal 31 Januari 1942. Perjuangan kedua tokoh ini terus berlanjut walau tak lagi di Kota Neira. Jejak mereka yang tertinggal hanya penggalan-penggalan kenangan.

Misalnya rumah pengasingan Hatta yang masih berdiri kokoh di tempatnya. Di dalamnya, berbagai perlengkapan yang menemani Hatta dalam hari-hari sepi pengasingan, juga masih banyak yang utuh.

Ada setelan jas dan piyama yang tersimpan di lemari kaca. Juga sebuah peci yang merek pembuatnya pun masih tertera jelas, bikinan Toko Kupiah H Sjarbaini Bukittinggi. Ada pula piring dan sendok serta beberapa perangkat meja kursi.

Cerita Leluhur Multientis dari Warga Banda Neira yang Jaga Kerukunan

Di sudut lain, tersimpan rapi sepatu milik tokoh pejuang yang sederhana itu. Sebuah mesin tik terbuka di atas meja, sementara di salah satu pojok tersimpan setrikaan dengan pemanas arang.

Di rumah Sjahrir juga bisa ditemukan beberapa barang peninggalannya. Di antaranya adalah gramofon yang sering dipakai Sjahrir untuk melepaskan kelelahan. Sjahrir memang suka mendengarkan lagu-lagu klasik.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini