Singapura Ambil Alih Gelar Ekonomi Terbebas Dunia, Akhiri 53 Tahun Kepemimpinan Hongkong

Singapura Ambil Alih Gelar Ekonomi Terbebas Dunia, Akhiri 53 Tahun Kepemimpinan Hongkong
info gambar utama

Hong Kong telah kehilangan statusnya sebagai negara dengan perekonomian paling bebas di dunia setelah memegang gelar tersebut selama setengah abad, menurut peringkat terbaru yang disusun oleh Fraser Institute, sebuah lembaga think tank asal Kanada. Menurut laporan yang dirilis pada hari Selasa (20/9), salah satu faktor utama yang disebutkan sebagai penyebab hilangnya status tersebut adalah penurunan independensi peradilan.

Ini adalah perubahan yang signifikan, karena Hong Kong telah menduduki peringkat pertama sejak dimulainya Indeks Kebebasan Ekonomi Dunia pada tahun 1970, tetapi sekarang harus puas di peringkat kedua, dengan proyeksi bahwa peringkatnya akan terus menurun.

Penurunan peringkat Hong Kong dalam laporan tersebut menyoroti tantangannya untuk mempertahankan citranya sebagai pusat keuangan global, terutama setelah bertahun-tahun terisolasi akibat pandemi dan ketidakstabilan politik.

Beberapa kriteria yang digunakan untuk menghitung Indeks Kebebasan Ekonomi diantaranya termasuk kemudahan perdagangan internasional, kebebasan untuk masuk dan bersaing di pasar, dan regulasi bisnis.

Laporan tahun 2023 ini didasarkan pada data tahun 2021, tahun terakhir di mana statistik yang sebanding tersedia untuk 165 negara. Laporan ini menilai tingkat kebebasan ekonomi individu, atau sejauh mana mereka dapat membuat keputusan ekonomi yang independen.

Senior Research Fellow Fraser Institute, Matthew Mitchell, mengungkapkan bahwa perubahan yang terjadi di Hong Kong baru-baru ini merupakan contoh bagaimana kebebasan ekonomi berkaitan erat dengan kebebasan sipil dan politik, seperti yang dinyatakan dalam siaran persnya.

Laporan tersebut menemukan bahwa penurunan peringkat Hong Kong disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk peraturan baru yang menciptakan hambatan untuk masuk, meningkatkan biaya untuk melakukan bisnis, dan membatasi perekrutan tenaga kerja asing.

Menurut Mitchell, kombinasi dari tindakan-tindakan pembatasan ini, yang didukung oleh upaya pemerintah untuk mengendalikan sektor swasta, secara alami mengarah pada penurunan kebebasan ekonomi, yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan Hong Kong.

Selama bertahun-tahun, salah satu daya tarik Hong Kong untuk bisnis internasional adalah reputasi sistem hukumnya. Sistem hukum kota ini berbeda dengan sistem hukum di Tiongkok, yang sering dianggap tidak jelas dan secara efektif dikontrol oleh Partai Komunis yang berkuasa.

Namun, independensi peradilan Hong Kong telah dipertanyakan sejak Presiden Xi Jinping memberlakukan undang-undang keamanan nasional di kota itu pada Juni 2020. Undang-undang tersebut dipandang sebagai pembatasan otonomi kota dan telah dikritik oleh banyak pihak.

Di bawah undang-undang baru tersebut, kejahatan seperti pemisahan diri dan penghasutan dapat dikenai hukuman hingga seumur hidup. Kemudian, kekhawatiran semakin meningkat ketika Kepala Eksekutif John Lee menyatakan bulan lalu bahwa para hakim harus tunduk pada keputusannya dan bahkan melarang penyebaran lagu-lagu protes yang kontroversial di internet, dengan alasan ancaman terhadap keamanan nasional.

Namun dengan adanya perubahan tersebut, Singapura berhasil naik ke posisi teratas dalam laporan ini dari posisi kedua tahun lalu. Sementara itu, Swiss, Selandia Baru, dan Amerika Serikat berada di antara lima negara teratas lainnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Diandra Paramitha lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Diandra Paramitha.

Terima kasih telah membaca sampai di sini