Kedigdayaan Perusahaan Perkebunan yang Buat Subang tak Merdeka 17 Agustus

Kedigdayaan Perusahaan Perkebunan yang Buat Subang tak Merdeka 17 Agustus
info gambar utama

Sir Thomas Stamford Raffles berkuasa selama empat tahun lebih (1811-1815). Dirinya kemudian ditarik dan digantikan Jhon Fendall. Tetapi sebelum pergi, Raffles telah menjual tanah partikelir karena kesulitan finansial.

Tanah partikelir yang dijual oleh Raffles berada di daerah Pamanukan dan Clasem yang kemudian di atasnya didirikan sebuah perusahaan Pamanoekan en Tjiasem Landen atau P&T Landen.

Perusahaan perkebunan ini sekaligus mewarnai latar belakang sejarah Kabupaten Subang. Keberadaan perusahaan tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan yang diperoleh. Mereka bukan hanya menguasai tanah, tetapi juga penduduk pribumi.

Perkebunan Teh Goalpara: Perusahaan Pertama yang Go Publik di Hindia Belanda

Nasib rakyatnya dipertaruhkan, sehingga praktik penyewaan tanah partikelir tersebut mengesankan penjualan manusia secara terselubung. Karena itu tak mengherankan jika P&T Landen sering diibaratkan negara dalam negara.

“Bahkan di kalangan masyarakat Subang sendiri sering muncul olok-olok bahwa Subang merdeka bukan tanggal 17 Agustus 1945 tatkala proklamasi kemerdekaan dikumandangkan di Jakarta, Subang merdeka setelah perkebunan di daerahnya dinasionalisasi pada tahun 1956,” tulis Her Suganda dalam Kisah Para Preanger Planters.

Kedigdayaan P&T Landen

Disebutkan oleh Suganda, P&T Landen merupakan perusahaan perkebunan yang menguasai tanah partikelir paling luas. Dalam data Sejarah Kebudayaan Subang diungkapkan perusahaan ini menguasai wilayah seluas 212.900 hektare.

“Lebih luas dibanding wilayah Kabupaten Subang sekarang yang mencapai 205.166,95 hektare,” paparnya.

Perkebunan ini mengalami masa jaya ketika berada di tangan Pieter Willem Hofland. Bersama dengan saudaranya, Thomas Benyamin Hofland mengambil alih P&T Landen dari tangan orang Inggris pada 1840.

Dari Balik Keharuman Minuman Teh: Cerita Panjang Pencicip dari Wonosari

P&T Landen berhasil memperlihatkan kemajuan berkat muncul pada saat yang tepat. Wilayah Priangan saat itu berada pada era wajib tanam untuk komoditas perkebunan seperti nila dan kopi sebagai mata dagangan yang sangat menguntungkan.

Hilang Ditinggalkan Zaman

Gambaran kemajuan perkebunannya, bisa dilihat dari warisan yang ditinggakan di Kademangan Ciherang. Subang merupakan salah satu sedikit kota di Priangan yang terdapat fasilitas olahraga seperti golf, hoki, dan tenis.

Di tengah kota dibangun Gedung Societet tempat orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang disebut Soebangplanters bersosialisasi dan bersenang-senang. Mereka akan menghabiskan satu malam di tempat ini.

“Di gedung ini terdapat ruang bola bilyar dan ruang pertunjukkan serta tempat dansa-dansi. Jika merasa haus dan lapar, mereka bisa duduk-duduk di bar seraya menikmati hidangan sambil minum-minum,” ucap Suganda.

Emas Hijau Priangan: Romansa Kebun Teh Rakyat Pewaris Jejak Kejayaan

Hofland meninggal tahun 1872, usahanya dilanjutkan oleh kedua anaknya. Tetapi keduanya tak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai sehingga warisan ayahnya mengalami kemunduran.

Saham perusahaan akhirnya tidak hanya dimiliki keluarga Hofland, sebagian dikuasai Nederlandsch-Indische Handelsbank. Terakhir sejak 1911 saham-sahamnya dibeli oleh The Anglo Dutch Plantations of Java Ltd di London.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini