Fenomena Revenge Porn dan Dampaknya Bagi Korban

Fenomena Revenge Porn dan Dampaknya Bagi Korban
info gambar utama

Revenge porn merupakan tindakan menyebarluaskan video, gambar, atau materi seksual sebagai bentuk pembalasan terhadap seseorang dan tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat.

Perbincangan ini muncul setelah video konten dewasa dari seorang aktris menyebar luas di media sosial dan menciptakan perdebatan di antara pengguna internet. Beberapa dari mereka menghujat tindakan ini. Namun, ada pula yang mengutuk tindakan tersebut karena dilakukan tanpa izin dan bermaksud jahat.

Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, revenge porn juga dikenal sebagai malicious distribution dan dapat dilakukan oleh individu-individu yang memiliki hubungan dekat dengan korban. Selain itu, terdapat kasus di mana hacker atau peretas mengambil data seperti email, gambar, atau video dari internet untuk melakukan tindakan serupa.

Tindakan ini juga sering disebut sebagai pornografi non-konsensual karena ada situasi di mana pelaku melakukannya demi keuntungan finansial, bukan semata-mata sebagai pembalasan atau perasaan negatif terhadap korban.

Meskipun penyebarluasan konten pornografi sering dianggap sebagai tindakan pembalasan mantan pasangan, penting untuk diingat bahwa ada berbagai motif di balik tindakan tersebut. Beberapa individu mungkin terdorong oleh motif ekonomi atau hasrat untuk mendapatkan ketenaran atau hiburan (Franks, 2015). Hal ini menciptakan peluang bisnis dengan munculnya web khusus revenge pornography tahun 2008.

Saat ini, ada ribuan situs yang mendistribusikan konten tersebut dan membuatnya semakin sulit untuk dilacak (Kamal dan Newman, 2016). Semua ini menunjukkan bahwa revenge porn adalah produk dari pelecehan siber yang berbasis gender dan bagaimana konsep hiperealitas (Baudrillard, 1981) dapat memiliki konsekuensi serius di dunia maya. Selama ini, perdebatan publik seputar revenge porn berkisar pada menyalahkan korban (victim-blaming) dan mempermalukan mereka (slut-shaming).

Baca juga: Wahana Horor, Daya Tarik Baru Pariwisata Indonesia

Menurut Kamus Oxford, slut-shaming adalah upaya menghakimi perempuan yang dianggap berperilaku "liar" dan sensual secara sosial. Victim-blaming adalah praktik menyalahkan korban dengan asumsi bahwa mereka bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada mereka. Kedua perilaku ini adalah bagian dari budaya patriarki.

Menurut Cyber Civil Rights Initiative, korban revenge porn sebagian besar adalah perempuan yang mungkin terpaksa difoto atau direkam. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan tidak tahu bahwa mereka direkam secara diam-diam.

Namun, tak peduli bagaimana materi ini diproduksi dengan izin atau tanpa izin, penyebaran materi pribadi tetap merupakan pelanggaran yang tidak dapat diterima. Perempuan memiliki hak atas tubuh mereka sendiri dan tidak boleh dihakimi atau dihina. Mempermalukan korban hanyalah salah satu contoh dari budaya yang merendahkan perempuan dan mengatur cara mereka berperilaku.

Kasus revenge porn menekankan bahwa tubuh perempuan adalah isu politis dan internet memperkuat tanggapan seksis terhadapnya. Walaupun revenge porn juga bisa menimpa pria, hasil penelitian menunjukkan, perempuan cenderung menerima respon negatif. Hal ini disebabkan oleh dampak sosial dan budaya yang masih mengaitkan tindakan perempuan dan laki-laki, sehingga komentar menyalahkan lebih sering ditujukan kepada perempuan yang menjadi korban.

Dampak yang Ditimbulkan bagi Korban

Revenge porn dapat memiliki dampak serius pada kesehatan mental korban. Mereka harus menghadapi konsekuensi pribadi dan psikologis yang berkepanjangan, mengingat foto atau video yang tersebar terus menghantui sepanjang hidup.

Menurut penelitian, 49% korban melaporkan bahwa mereka mengalami cyber-harrassment dan cyber-stalking dari pengguna online yang melihat materi pribadi mereka yang tersebar. Selain itu, 80 hingga 93 persen korban mengalami tekanan emosional signifikan setelah materi pribadi mereka tersebar tanpa izin. Dampak psikologisnya sangat serius.

Menurut sebuah artikel yang dipublikasikan pada tahun 2016 di Journal of the American Academy of Psychiatry and the Law, korban revenge porn bisa mengalami berbagai reaksi emosional seperti kemarahan, perasaan bersalah, paranoia, depresi, bahkan keinginan untuk bunuh diri. Selain itu, hubungan pribadi mereka bisa terpengaruh dan merasa terasing.

Konsekuensi jangka panjang dari revenge porn serupa dengan yang dialami oleh korban pornografi anak. Penghinaan dan perasaan ketidakberdayaan membuat korban terlibat dalam pertempuran seumur hidup untuk menjaga integritas mereka. Dampaknya termasuk depresi, isolasi diri, rendah diri, dan perasaan tidak berharga.

Selain dampak psikologis, korban mungkin juga menghadapi kesulitan dalam pekerjaan. Banyak perusahaan melakukan pengecekan online untuk mengevaluasi kandidat pekerja mereka, sehingga ada risiko pemutusan hubungan kerja atau kesulitan dalam mencari pekerjaan. Beberapa korban bahkan mungkin mencoba untuk mengubah nama mereka sebagai upaya untuk melarikan diri dari masa lalu yang terus menghantui.

Baca juga: RI Kenalkan Keramba dan Rumpon Ikan ke Fiji-Madagaskar di KTT AIS 2023

Ancaman Hukuman bagi Pelaku

Saat ini, terdapat undang-undang yang memberikan perlindungan kepada korban revenge porn. Korban diberikan perlindungan oleh Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Pasal 14 yang mengatur tentang kekerasan seksual yang terjadi dalam konteks elektronik, seperti internet. Pelaku tindak kejahatan ini bisa dikenakan hukuman penjara dengan maksimal empat tahun dan/atau denda sebesar Rp 200 juta.

Selain itu, hukum mengenai revenge porn juga termaktub dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi yang melarang tindakan menyediakan dan menyebarluaskan konten berisi pornografi.

Pasal 9 dalam UU Pornografi secara tegas juga melarang menjadikan seseorang sebagai objek pornografi. Artinya, pelaku yang terlibat dalam penggandaan dan penyebarluasan pornografi dapat dikenakan pasal 4 ayat (1) dan pasal 29 UU Pornografi. Ancaman hukumannya mencakup pidana penjara dengan minimal hukuman 6 bulan hingga maksimal 12 tahun, serta denda minimal Rp 250 juta dan maksimal Rp 6 miliar.

Selain itu, pelaku juga bisa dikenakan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena penyebaran konten pornografi melalui internet. Dalam konteks ini, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016 memberikan ancaman pidana penjara hingga maksimal 6 tahun dan/atau denda sebesar Rp 1 miliar.

Baca juga: Pertamina-Garuda Indonesia Sukses Uji Terbang Pakai Bioavtur

Penting untuk dicatat bahwa pasal-pasal tersebut berlaku tidak hanya untuk pembuatan dan penyebaran konten pornografi, tetapi juga untuk ancaman terkait dengan tindakan tersebut. Jika ada ancaman, pelaku bisa mendapatkan pasal berlapis dengan tambahan hukuman penjara hingga 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp300 juta.

Referensi:

Lukyani, Lulu. 2023. Mengenal Revenge Porn dan Dampak Buruknya. Diakses pada 16 Juli 2023 dari https://www.kompas.com/sains/read/2023/05/22/160457323/mengenal-revenge-porn-dan-dampak-buruknya-bagi-korban?page=all

Nurliasa. 2023. Menguak Fenomena Revenge Porn, Melawan Penyebaran Konten Seksual Tanpa Izin. Diakses pada 16 Juli 2023 dari https://jabarekspres.com/berita/2023/06/27/menguak-fenomena-revenge-porn-melawan-penyebaran-konten-seksual-tanpa-izin/

Putralim, Jason Setiawan. 2023. Mengenal Revenge Porn, Dampak dan Bagaimana Cara Menghindarinya. Diakses pada tanggal 16 Juni 2023 dari https://www.beritasatu.com/ototekno/1057670/mengenal-revenge-porn-dampak-dan-bagaimana-cara-menghindarinya

Tim Prambors. 2023. Apa itu Revenge Porn, Dampak, dan Hukumnya di Indonesia. Diakses pada tanggal 16 Juli 2023 dari https://www.pramborsfm.com/news/apa-itu-revenge-porn-dampak-dan-hukumnya-di-indonesia/all

Zahra, Abid Fatem. 2019. Revenge Porn: Bahaya Hiperealitas dan Kekerasan Siber Berbasis Gender. Diakses pada 16 Juli 2023 dari https://iis.fisipol.ugm.ac.id/2019/07/25/revenge-porn-bahaya-hiperealitas-dan-kekerasan-siber-berbasis-gender/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini