Pembangunan Pesat di Bali, Lahan Pertanian Berkurang Drastis

Pembangunan Pesat di Bali, Lahan Pertanian Berkurang Drastis
info gambar utama

Bali dalam keadaan yang tak baik-baik saja saat berbicara mengenai ketahanan pangan. Pasalnya lahan pertanian dan produktivitas petani yang rendah membuat ketahanan pangan masyarakat Bali mengkhawatirkan.

Padahal melihat kondisi dunia akibat pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina membuat masing-masing daerah wajib mempunyai ketahanan pangan yang kuat. Hal ini karena rantai pasok pangan dunia sedang mengalami gangguan hebat.

RI Sukses Gelar SCM ke-2, Hasilkan Strategi dan Gagasan untuk 10th World Water Forum

Karena itu Bali, seharusnya memiliki ketahanan pangannya secara mandiri. Ketergantungan terhadap impor ataupun pasokan dari daerah lain akan sangat membahayakan. Ironisnya. kondisi lahan pertanian di Bali terus menyusut.

“Sawah-sawah di Bali terus diterjang proyek. Pembangunan untuk menunjang pariwisata menjadi kanibal bagi sawah dan subak di Bali. Sangat bertentangan dengan pidato-pidato pejabat di Bali, yang katanya akan memuliakan budaya, alam, dan manusia Bali,” ujar Windia yang dimuat Balipos.

Ketersediaan beras mengkhawatirkan

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Prof Dr Ir I Nyoman Gede Ustriyana menjelaskan ketersediaan beras di Bali memang sudah mengkhawatirkan. Bahkan diasumsikan hasilnya minus.

“Artinya jika diasumsikan ketersediaan itu adalah persediaan dikurangi konsumsi, itu hasilnya minus,” katanya.

Selain alih fungsi lahan, Ustriyana menyatakan produktivitas petani juga masih rendah. Disebutkan olehnya bila ingin ketahanan pangan Bali menjadi kuat, mencegah alih fungsi lahan dan penggunaan teknologi pertanian harus segera dilakukan.

Turyapada Tower, Menara Ikonik Baru di Bali yang Punya Dua Fungsi Sekaligus

“Teknologi harusnya sudah mulai menggunakan yang baru. Karena kalau tetap seperti apa yang dilakukan sekarang, maka produktivitas tidak akan naik. Sedangkan yang diinginkan luas area tetap, tapi produktivitas harus meningkat,” tegasnya.

Winda menjelaskan ketersediaan pangan secara mandiri hanya bisa dipenuhi oleh sebuah wilayah, bila lahan pertaniannya memadai. Berdasarkan data yang ada, lahan pertanian di Bali ternyata tak mampu memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri.

Disebutkan bahwa pada tahun 2019, lahan sawah di Bali 70.996 hektare, padahal kebutuhan lahan untuk pangan adalah 81.195 hektare. Pada tahun 2025 diperlukan 87.639 hektare, tahun 2030 diperlukan 93.541 hektare dan tahun 2035 diperlukan 99.981 hektare.

“Padahal faktanya, lahan sawah di Bali terus menurun drastis,” paparnya.

Megawati jadi kunci?

Winda menjelaskan ketahanan pangan Provinsi Bali bisa terwujudkan dengan peran Megawati Soekarnoputri. Pasalnya Bali merupakan daerah dengan pemilih terbesar untuk Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Perjuangan.

“Karena dia sering meminta kepada kader-kadernya, untuk mempertahankan ketahanan/kedaulatan pangan,” ujar Windia.

Korsel hingga China Minat Investasi LRT Bali, Target Pembangunan Awal 2024

Dirinya juga menyoroti perhatian negara yang minim kepada petani yang membuat pertanian makin terpuruk. Dikatakannya selama ini petani dikorbankan, konsumennya yakni yang membeli padi selalu dilindungi dengan penetapan harga.

Padahal, jelas Winda, bila petani Indonesia diikhlaskan menerima harga yang menguntungkan, dan negara berani memihak petani. Maka Indonesia bisa menjadi lumbung pangan dunia.

“Petani akan senang bertani. Mereka tidak akan menjual sawahnya. Mereka akan menjadi dasar ekonomi berkelanjutan, berbasis agribisnis,” jelasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini