Franly Aprilano, Pahlawan Penjaga Hutan Kalimantan

Franly Aprilano, Pahlawan Penjaga Hutan Kalimantan
info gambar utama

Pulau Kalimantan merupakan salah satu pusat penghasil oksigen dunia. Tak ayal, Bumi Borneo ini mendapat julukan sebagai paru-paru dunia.

Luas hutan di area Kalimantan adalah 40,8 juta hektar. Namun, pengrusakan dan penggundulan hutan terus terjadi beberapa dekade terakhir. Data dari State of the World’s Forest 2007 yang dituliskan di laman ProFauna menyatakan, laju deforestasi hutan Indonesia pada periode 2000-2005 mencapai 1,8 juta hektar tiap tahun.

Dapat dibayangkan, anak cucu kita di masa depan mungkin hanya bisa mendengar kata dan sejarah hutan tanpa pernah tahu bahwa Indonesia dulunya adalah salah satu negara pemasok oksigen terbesar dunia.

Kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia digadang-gadang menjadi yang terparah. Dalam Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan dijelaskan, Indonesia termasuk dalam 3 peringkat tertinggi negara penyumbang emisi gas karbon, mengikuti Amerika Serikat dan Cina.

Deforestasi akan berdampak fatal apabila tidak ditangani secara serius. Beberapa dampak nyata dari penggundulan hutan ini adalah bencana banjir dan tanah longsor ekstrem, serta ancaman pangan akibat perubahan iklim.

Indonesia juga akan kehilangan puluhan bahkan jutaan spesies flora dan fauna endemik dan langka. Oleh karena itu, hutan menjadi salah satu sektor yang wajib untuk dijaga.

Kawan, salah satu daerah yang masih terjaga keasrian alamnya di Pulau Kalimantan adalah Kampung Merabu. Kampung ini terletak di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Daerah ini menjadi kawasan hutan karst dan masyarakatnya berhasil menjaga kelestarian alam di dalamnya. Namun, di balik kegigihan warga setempat untuk merawat alam Merabu, terdapat pemuda luar biasa yang mendedikasikan dirinya untuk melindungi hutan Kalimantan.

Adalah Franly Aprilano Oley, seorang pemuda asal Sulawesi yang berkomitmen untuk menjaga kelestarian hutan merabu sejak 2012 silam. Ia berhasil membuat Kampung Merabu menjadi salah satu destinasi ekowisata yang menjunjung tinggi pemberdayaan dan konservasi alam.

Baca juga: Tunas Meratus Nursery, Tindak Nyata Hanif Selamatkan Buah Langka

Perjuangan Membangun Merabu Sebagai Kampung Wisata

kampung merabu
info gambar

Masyarakat asli Kampung Merabu memiliki mata pencaharian pemetik sarang burung, pencari madu, dan petani. Mereka juga memanfaatkan hutan kapur atau karst untuk mencari jenis kayu gaharu.

Akan tetapi, potensi alam tersebut terbatas karena terus dikeruk warga. Hal ini dapat menimbulkan bibit konflik. Bukan tidak mungkin juga jika kekayaan alam Merabu akan habis tergerus seiring berjalannya waktu.

Melihat hal ini, Franly berinisiatif untuk mulai membangun desanya dengan mengedepankan prinsip konservasi alam. Saat terpilih menjadi kepala desa pada 2011, ia bertekad untuk membangun serta mengelola kawasan hutan Merabu menjadi daerah wisata alam berkelanjutan.

Luar biasanya Kawan, walaupun Franly menjabat sebagai kepala desa di usia yang masih sangat muda, ia berhasil menggandeng pemerintah setempat dan mendirikan Kerima Puri atau lembaga yang mengelola kawasan wisata Merabu.

Warga asli Manado yang merantau di Borneo sejak 2009 ini dengan gigih memperjuangkan pengelolaan hutan seluas 8.245 hektar. Akhirnya, setelah menunggu lebih dari dua tahun, ia berhasil mendapatkan SK Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD).

Franly didukung dengan stakeholders terkait, terus membenahi Kampung Merabu. Mereka memetakan seluruh potensi wisata alam yang ada. Ia turut mengedukasi warga agar dapat mengelola lahan Merabu dengan bijaksana demi terciptanya lingkungan yang berkelanjutan.

Baca juga: Tongklek-ku, Tongklek Kita, Tongklek Milenial

Berhasil Meningkatkan Ekonomi Warga Sekitar

Franly (ketiga dari kiri) saat menerima penghargaan 9th SATU Indonesia Awards 2018 silam | Official X @SATU_Indonesia
info gambar

Franly bersama dengan The Nature Conservancy (TNC) saling menggandeng untuk mengelola wisata berbasis lingkungan. Melansir dari laman resmi Astra, saat ini pengelolaan wisata Merabu dipegang oleh Bumdes Lebo ASIK.

FYI, Kawan, ASIK sendiri memiliki akronim Aman, Sehat, Indah, Kreatif. Keempat kata ini menjadi visi Kampung Merabu. Sementara Lebo dalam bahasa Dayak berarti rumah.

Berkat kegigihan Franly yang didukung seluruh lapisan masyarakat, Merabu semakin dikenal. Semakin banyak wisatawan manca maupun dalam negeri yang mengunjungi Merabu untuk menikmati suasana alamnya yang masih sangat asri.

Wisatawan dapat melakukan snorkeling, berenang, menikmati sunset dan sunrise, hiking, maupun menginap dengan suguhan alam yang sangat cantik. Selain itu, Merabu juga memiliki lokasi bersejarah yang memiliki banyak lukisan era purbakala.

Meskipun jumlah wisatawan terus meningkat setiap tahunnya, Franly dan pihak pengelola tetap memberikan batasan jumlah pengunjung. Kunjungan wisata ke Goa Beloyot dibatasi maksimal 10 orang saja. Sementara itu, kunjungan ke Kampung Merabu juga dibatasi maksimal 30 orang dalam sekali kunjungan.

Franly mengaku, pihaknya selalu memberikan briefing kepada para pelancong terkait adat dan larangan. Hal ini tentu saja demi keselamatan dan kenyamanan bersama.

Upaya Franly melestarikan alam Merabu ini mendapatkan apresiasi tinggi dari Astra. Ia berhasil menyabet penghargaan Apresiasi SATU Indonesia Award 2018 di bidang Lingkungan.

Baca juga: Indonesia Ajak Negara ASEAN Bersatu Kurangi Sampah Plastik di Lautan

Saat ini Kampung Merabu berhasil memajukan tingkat perekonomian masyarakatnya. Wisatawan yang menginap juga diarahkan ke homestay milik warga, sehingga Merabu berhasil menjadi tujuan wisata global dengan alam yang masih sangat terjaga.

Kawan, mari cintai dan lindungi alam dengan semestinya. Dengan mencintai alam, kita turut mencintai dan menjaga generasi selanjutnya. Save the nature for the better future!

#kabarbaiksatuindonesia

Referensi

https://astra.bkb.digital/satu-indonesia-awards-2018/sahabat-hutan-bersinergi-dengan-alam/

https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/si-penjaga-hutan/

https://www.profauna.net/id/kampanye-hutan/hutan-kalimantan/tentang-hutan-kalimantan#:~:text=Pulau%20Kalimantan%20adalah%20salah%20satu,sekitar%201%2C23%20juta%20hektare

https://www.kaltimprov.go.id/berita/kunjungan-jurnalistik-ke-kampung-merabu-warga-merabu-lestarikan-hutan-untuk-masa-depan

Wahyuni, H., & Suranto. (2021). Dampak Deforestasi Hutan Skala Besar terhadap Pemanasan Global di Indonesia. JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 6(1), 148-162. doi:10.14710/jiip.v6i1.10083

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini