Lobstech: Pilihan Alternatif Untuk Meningkatkan Komoditas Lobster Sebagai Plasma Nutfah

Lobstech: Pilihan Alternatif Untuk Meningkatkan Komoditas Lobster Sebagai Plasma Nutfah
info gambar utama

Indonesia dengan luas perairan sekitar 6.400.000 km² menjadi salah satu negara yang memiliki sumber daya laut melimpah utamanya dalam hal produksi biota laut. Salah satu biota laut yang tengah menjadi sorotan hampir di satu dekade terakhir ini adalah Lobster.

Melansir dari Britannica.com, lobster adalah salah satu dari banyaknya krustasea laut (filum Arthropoda, ordo Decapoda) yang termasuk dalam famili Homaridae atau Nephropsidae. Lobster juga termasuk salah satu dari sejumlah varietas lokal plasma nutfah di Indonesia yang mampu menjaga keberlanjutan ekosistem laut.

Maya Kurnia dalam Kumparan Sains mengungkapkan bahwa plasma nutfah adalah substansi yang mengatur perilaku kehidupan secara turun-temurun sehingga populasinya memiliki sifat yang membedakan dari populasi lain. Plasma nutfah juga dapat dimaknai sebagai masa organimse (flora dan fauna) yang masih membawa sifat-sifat genetik asli.

Budidaya lobster di Indonesia yang masih tergolong sedikit membuat beberapa kelompok memilih untuk mengambil lobster dari lautan atau perairan bebas. Hal tersebut yang kemudian ditakutkan akan berimbas pada kuantitas lobster sebagai plasma nutfah di perairan Indonesia.

Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan pada masa kepemimpinannya sempat melarang penangkapan dan ekspor benih lobster, anakan lobster – termasuk telur, lobster transparan kecil, lobster berukuran seruas jari manusia di alam liar untuk menjamin keberlanjutan ekosistem dan menguatkan insdustri lobster dalam negeri.

Akan tetapi, Edhy Prabowo Menteri Kelautan dan Perikanan yang dilantik sejak oktober 2019 lalu melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12/2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan mengizinkan kembali ekspor benih lobster dan lobster muda untuk meningkatkan kembali pendapatan kesejahteraan nelayan dan devisa negara.

Mengetahui hal tersebut, Susi berpendapat bahwa perizinan ekspor bibit lobster akan berdampak buruk bagi ekosistem laut. Susi juga menambahkan seharusnya benih lobster yang merupakan plasma nutfah dijaga, bukannya diperjualbelikan. Terlepas dari polemik pelarangan – perizinan tehadap lobster, keberadaan lobster baik benih maupun peranakannya menjadi hal krusial yang perlu kita perhatikan keberlangsungannya.

Mengenal Lobstech dan Fungsinya dalam Budidaya Lobster

Jauh sebelum pembukaan perizinan ekspor lobster kembali dibuka, pada tahun 2015 terdapat dua orang mahasiswa perikanan dari Universitas Brawijaya yang tengah santer memikirkan nasib nelayan dan sumber daya laut perairan Indonesia. Salah seorang dari mahasiswa tersebut bernama Hendra, pemuda dengan kelahiran Bondowoso yang saat itu sedang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kabupaten Situbondo Jawa Timur.

Hendra bersama rekannya memilih Situbondo sebagai daerah penelitian karena ia melihat nelayan kerapu Situbondo yang kehilangan pekerjaan imbas dari adanya perubahan regulasi mengenai kapal asing yang tidak diperbolehkan membeli ikan langsung pada keramba nelayan. Kemudian, di sisi lain Hendra juga melihat potensi lobster di Indonesia namun terus mengalami keterancaman akibat perburuan gila-gilaan dari berbagai pihak.

Atas dasar itulah yang selanjutnya mengantarkan Hendra dan rekannya melakukan penelitian di Situbondo. Dalam pelaksanaannya, kedua mahasiswa itu terus mengumpulkan data sembari mengukur keadaan air dan suhu di Situbondo. Dua hal tersebut dilakukan guna mengkalkulasikan lokasi mana yang layak dan sesuai untuk lobster berkembang.

Selama dua tahun melakukan penelitian, Hendra dan rekan alkhirnya membuat temuan baru yakni sebuah kotak sensor berbasis Internet of Things (IoT) untuk mengontrol kualitas air yang mereka sebut sebagai Lobstech.

Merujuk penjelasan dari Telkom University, Internet of Things (IoT) atau Internet untuk segala adalah sebuah konsep yang mengacu pada jaringan objek fisik yang terhubung ke internet dan dapat saling bertukar data tanpa perlu campur tangan manusia. Dengan kata lain, IoT merujuk pada kemampuan suatu benda atau perangkat untuk terhubung dengan internet, mengumpulkan data, dan bertindak sesuai dengan data tersebut.

Kotak sensor yang telah di program oleh Hendra kemudian ditaruh pada keramba nelayan lalu disambungkan ke aplikasi Lobstech di komputer milik Hendra. Hendra menyebutkan bahwa nantinya para nelayan bisa memantau kondisi air keramba melalui aplikasi di telepon genggam masing-masing.

Pada awal perilisannya, Hendra telah mendaftarkan paten untuk teknologi yang dibuatnya. Sewaktu alat tersebut dicoba untuk dipasarkan kepada nelayan, Hendra mengalami kesulitan karena para nelayan beranggapan bahwa meskipun ada teknologi Lobstech, budidaya lobster tak bisa berjalan. Namun dengan kegigihannya sebagai seorang pemuda, Hendra tak pantang menyerah dan tetap menawari nelayan dengan cara memberikan benih lobster dan meminta nelayan untuk merawatnya.

Walhasil dengan teknologi Lobstech berbasis IoT, Hendra menyebutkan bahwa produksi bisa meningkat lima puluh persen. Bukan hanya itu, dirinya juga membeberkan fakta bahwa waktu yang digunakan untuk membesarkan lobster bisa lebih singkat dari yang biasanya panen enam bulan sekali, bisa menjadi tiga bulan untuk sekali panen. Bobotnya pun turut bertambah, dengan adanya sistem tersebut berat 100 gram bisa didapat dalam kurun waktu satu bulan.

Lobstech memiliki beberapa keunggulan diantaranya:

  1. Memaksimalkan budidaya lobster dengan menggunakan sistem kontrol mekanis dan biologis sehingga kualitas air tetap terjaga, dan budidaya lombah bisa berkurang
  2. Menggunakan sistem filtrasi karbon aktif, ziolit dan substrat
  3. Mengontrol sensor untuk menjaga kualitas air (PH, Salinitas, DO, Suhu)
  4. Kualitas air yang terjaga dengan baik akan meningkatkan efisiensi pemberian pakan sehingga menurunkan cost produksi
  5. Menerapkan sistem EDU (Extreme Density Unit)
  6. Harga terjangkau dan mudah digunakan nelayan
  7. Meningkatkan keberhasilan pembenihan dan mengurangi limbah perikanan

Berkat Lobstech, Hendra kemudian berhasil menyabet penghargaan berupa apresiasi Semangat Astra Terpadu untuk (SATU) Indonesia award di bidang Teknologi pada tahun 2021 silam.

Selama itu pula sejak perilisan sampai tahun 2021, teknologi Lobstech sudah digunakan ke sejumlah daerah. Tercatat 20 keramba darat dan 80 keramba laut di Situbondo, 50 keramba di Pacitan, 40 keramba di Jember, 40 keramba di Lombok. Total panen keseluruhan bisa mencapai 1,5 ton per 4-6 bulan, angka tersebut tergantung dari ukuran benih lobster yang di budidayakan.

Pasca perolehan keberhasilan tersebut, Hendra mengharapkan teknologi temuannya bisa dipakai semua pembudidaya lobster di Situbondo, dengan perhitungan 3.000 keramba terinstal teknologi IoT di Situbondo. Lebih dari itu, ia juga menambahkan semoga teknologi yang ia ciptakan mampu membantu nelayan dan pembudidaya di seluruh Indonesia.

Tidak berpuas dini, kini Hendra sedang melakukan penjajakan dengan sebuah perusahaan dari Jerman untuk mengembangkan sensor dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi.

Referensi:

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

VN
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini