Marwan Hakim: Kisah Seorang Petani yang Menjelma menjadi `Ki Hadjar Dewantara’ di Rinjani

Marwan Hakim: Kisah Seorang Petani yang Menjelma menjadi `Ki Hadjar Dewantara’ di Rinjani
info gambar utama

“Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia”- Nelson Mandela

Kawan GNFI pastinya pernah mendengar quotes di atas bukan? Quotes ini menekankan tentang betapa pentingnya pendidikan. Ki Hadjar Dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan bertumbuhannya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran, serta tubuh anak. Dari definisi di atas, dapat diketahui tentang betapa pentingnya pendidikan bagi anak-anak sehingga tak mengherankan jika banyak orang tua yang berlomba-lomba untuk menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan terbaik. Hal ini pun berangkat dari suatu anggapan, jika masa depan yang baik ditopang dari pendidikan yang baik juga.

Di sisi lain, kebanyakan orang tua yang tinggal di daerah-daerah pelosok justru tampak apatis dengan pendidikan. Kebanyakan dari mereka lebih mendukung jika anaknya yang sudah masuk usia remaja untuk segera menikah atau bekerja dibandingkan lanjut bersekolah. Ketidakpedulian para orang tua akan pendidikan ini juga semakin diperparah dengan akses pendidikan yang terbatas di daerah-daerah pelosok, membuat pendidikan semakin ditinggalkan di sana.

Berangkat dari pengalaman pahitnya putus sekolah di jenjang SMK serta melihat kondisi pendidikan yang sangat memprihatinkan di kampung halamannya, Marwan Hakim yang kala itu berprofesi sebagai guru ngaji dan petani pun berinisiatif untuk mengambil sebuah aksi nyata. Aksinya inilah yang di kemudian hari berhasil mengubah total dunia pendidikan sekaligus masa depan anak-anak yang tinggal di kaki Gunung Rinjani.

Dua puluh satu tahun yang lalu atau tepatnya di tahun 2002, di desa Aikperapa, Kecamatan Aikmel, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Marwan memulai aksinya dengan mendirikan sebuah pondok Pesantren kecil berukuran 35 meter persegi. Lalu, untuk memudahkannya dalam mempersuasi para orang tua agar mengizinkan anaknya belajar, Marwan menggunakan statusnya sebagai ustaz dan mengajarkan anak-anak mengenai pentingnya sekolah formal di sela-sela kegiatan mengaji. Hal ini dilakukan karena masyarakat di sana beranggapan jika mengaji itu lebih penting dibandingkan sekolah sehingga akan sulit untuk mempersuasi mereka jika tak melalui kegiatan mengaji ini.

Apatisme masyarakat di sana terhadap pendidikan membuat usaha yang dilakukan Marwan sempat mengalami beberapa kendala di awal. Bahkan, di awal pendirian ia hanya memiliki 3 orang murid, itu pun Marwan harus antar-jemput mereka dengan jarak tempuh kurang lebih 10 kilometer. Meskipun demikian, hal tersebut tidak membuat semangat Marwan dalam membangun masa depan bagi anak-anak di kaki Gunung Rinjani turun. Ia justru semakin gencar dalam mempromosikan pendidikan di desa Aikperapa.

Dalam waktu dua tahun, jumlah murid di sekolahnya semakin bertambah banyak. Jumlah orang tua yang mengizinkan anaknya bersekolah pun meningkat dan banyak dari para orang tua ataupun masyarakat di sana yang memberikan sumbangan untuk sekolahnya. Dari bantuan dana sumbangan tersebut ditambah dana pribadinya sebesar Rp1.750.000, Marwan berhasil mendirikan sebuah bangunan sekolah formal yang terdiri dari 3 ruangan kelas di atas tanah warisan seluas 6000 meter persegi miliknya.

Cobaan pun kembali datang sesaat setelah pendirian bangunan sekolah formal miliknya. Dilansir dari Kabar Radio Indonesia, Marwan mengalami kendala ketika mengurus perizinan pendirian sekolah formal. Ia bahkan sudah berulang kali mengajukan izin ke Dinas Pendidikan setempat, tetapi selalu ditolak.

“Yang saya butuhkan hanya izin untuk sekolah formal, gedung kami sudah punya, tapi susahnya minta ampun. Kami mondar mandir ke kota kabupaten untuk mengurus izin,” terangnya.

Akibat sulitnya mengurus perizinan, banyak yang menyarankan agar Marwan menyogok yang mana usulan tersebut langsung ia tolak mentah-mentah. Marwan berpendapat bahwa perbuatan tersebut tidak benar apalagi jika tujuannya untuk pendirian sekolah. Prinsipnya, jika di proses awal saja kita melakukan hal yang tidak benar, bagaimana ke depannya nanti.

Syukurnya, setelah melalui perjuangan yang panjang dan penuh kesabaran, Marwan berhasil memperoleh izin mendirikan sekolah formal. Hingga tahun 2016, terdapat 4 tingkat pendidikan di sekolah miliknya, diantaranya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menegah Pertama (SMP), dan Madrasah Aliyah (MA). Sekolahnya juga sudah berhasil meluluskan banyak anak-anak di desa Aikperapa dan mengantarkan mereka ke jenjang sarjana.

Rupanya, semangat Pendidikan Marwan tak hanya terbatas di desa Aikperapa. Dilansir dari CNN Indonesia, Marwan juga kini mengelola sebuah Sekolah Dasar (SD) di dusun Bornong yang berada di lereng Gunung Rinjani. Pendirian sekolah ini dimaksudkan agar anak-anak di dusun Bornong tak ada lagi yang putus sekolah karena masalah jarak dan akses yang sulit.

Dedikasi dan semangat juang Marwan dalam membangkitkan dunia pendidikan di tengah segala keterbatasan dan apatisme masyarakat terhadap pendidikan merupakan motivasi tersendiri bagi muda-mudi di desanya. Sosoknya yang ikhlas mengajar tanpa rasa pamrih merupakan motivasi sekaligus tamparan keras bagi pemerintah mengenai ketimpangan akses pendidikan di daerah pelosok.

“Kalau saya mengharapkan gaji misalnya dari sekolah, berarti motif saya itu sudah berbeda dalam mendirikan sekolah,” ujarnya dilansir dari CNN Indonesia.

Lebih lanjut, ia juga berkata “bagi saya, mengajar itu adalah kewajiban. Pekerjaan sehari-hari saya adalah petani.”

Sebagai bentuk apresiasi terhadap jasanya dalam membangkitkan pendidikan di desa Aikperapa, di tahun 2013 lalu, Marwan dianugerahi penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards.

Kegigihannya dalam memperjuangkan pendidikan di daerah tertinggal sejalan dengan CaturDharma Astra, yaitu memberikan kontribusi positif dan berkelanjutan terhadap bangsa dan negara.

Marwan Hakim merupakan sosok pahlawan tanpa tanda jasa bagi anak-anak di desa Aikperapa. Ia mungkin bukanlah orang tersohor dengan status dan pendidikan yang tinggi, sosoknya hanyalah lulusan Paket C, tetapi tanpa sosoknya, mungkin anak-anak di desa Aikperapa akan terus hidup di dalam kegelapan. Berkat jasanya, kini anak-anak di desa Aikperapa dapat menikmati pendidikan dan merajut impian untuk masa depan yang lebih baik.

#kabarbaiksatuindonesia

Referensi:

E-book SIA 2023

Instagram @satu_indonesia

https://www.kompas.com/skola/read/2022/12/21/120000969/7-definisi-pendidikan-menurut-para-ahli

https://nasional.tempo.co/read/1200795/perjuangan-marwan-hakim-dalam-membangun-dunia-pendidikan

CNN Indonesia. 2016. Marwan Hakim-Lentera Mimpi Anak-anak Rinjani. https://youtu.be/Ol3qUk8sBRE?si=e-cZbptaYMcgSmz-

https://m.kbr.id/ragam/10-2013/marwan_hakim_bermodalkan_rp_1_7_juta_bangun_sekolah_di_wilayah_terpencil/62906.html

https://www.astra.co.id/Media-Room/Galeri-Astra

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini