Melacak Permainan Orang Jawa yang juga Dimainkan Anak-anak di Benua Eropa

Melacak Permainan Orang Jawa yang juga Dimainkan Anak-anak di Benua Eropa
info gambar utama

Pertemuan antara budaya Eropa dengan Indonesia selama penjajahan kolonial Belanda juga bisa terlihat dalam permainan anak. Biasanya hal ini terjadi karena anak-anak pribumi sering berinteraksi dengan anak-anak Belanda di sekitar rumah.

Dimuat dari Tempo, Sukirman Dharmamulya, seorang peneliti permainan anak di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisi Yogyakarta menyebut anak-anak Belanda biasa bermain di luar rumah hanya pada saat di sekolah.

Dolanan Seru di Kampung Lali Gadget Dalam Upaya Pelestarian Permainan Tradisional

Semasa kecil, Sukirman tinggal di lingkungan Magangan, Keraton. Hampir tiap pagi dia dan teman-temannya menunggu regol keraton dibuka. Begitu pintu terbuka, anak-anak itu berhamburan masuk, mencari sawo kecik yang jatuh.

“Bisa untuk main macam-macam, dakon, sumbar suru, adu kecik,” katanya.

Menurutnya, pada tahun 1930, orang-orang Belanda asli tinggal di Kotabaru, sementara orang-orang indo berbaur dengan masyarakat. Hal inilah yang membuat percampuran antara permainan Eropa dengan pribumi.

Benarkah permainan Jawa?

Rudy Corens, pemburu boneka dan mainan anak mengaku cukup kaget dengan adanya permainan khas Jawa tetapi juga terdapat di Eropa. Hal ini dilihat dari lukisan Pieter Bruegel berjudul Children Games.

Pelukis kelahiran 1525 ini melukis permainan anak-anak Eropa pada abad 16 seperti kuda lumping, main gelang, gasing, lompat kijang, baling-baling atau patok lele. Hal ini yang cukup mengagetkannya.

“Di Belanda, patok lele namanya tiepelen. Sampai-sampai Duta Besar Belanda tidak percaya permainan ini juga ada di Belanda,” katanya.

Achmad Irfandi: Pendiri Kampung Lali Gadget, Tempat mengenal Permainan Tradisional

Menurut Corens, sulit melacak asal usul keaslian sebuah permainan. Hal ini karena, wujud permainan sama, tetapi namanya berbeda. Kuda lumping misalnya, di Inggris bernama hobby horse atau bekel yang ada di Belgia, tetapi tak dimainkan dengan bola karet.

“Yang digunakan bermain hanya pewter, yang dimainkan dengan tulang kecil dari domba. Tapi tidak memakai bola. Jadi, permainan yang di Jawa lebih komplit,” tuturnya.

Tak disangkal

Sukirman pun mengakui adanya serapan permainan asing ke dalam permainan tradisional. Dia mencontohkan seperti halma, ular tangga, yoyo juga berasal dari luar. Sama halnya dengan angklek yang dalam bahasa anak-anak Belanda disebut sondah mondag.

Menurutnya, gejala ini bukan terjadi pada masa kolonial saja, tetapi sudah ada sejak era kerajaan di Nusantara. Di dalam kitab Jawa Kuno, Adiparwa yang ditulis pada zaman Dharmawangsa Teguh (910-996) menceritakan soal permainan anak-anak Pandawa.

Berbagi Keceriaan di Hari Anak Nasional dengan Permainan Tradisional

Di antara permainan itu adalah bandulan (seperti timbangan dengan kayu). Akan halnya dalam kitab Sabha Parwa (Parwa Kedua) yang menceritakan bagaimana para Pandawa bermain dadu.

“Berdasarkan cerita itu, saya kira orang-orang di tanah Jawa ini juga tahu memainkan dadu,” jelasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini