Sedekah Bumi, Cara Masyarakat Urug Melangitkan Doa untuk Hasil Tani

Sedekah Bumi, Cara Masyarakat Urug Melangitkan Doa untuk Hasil Tani
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Hampir seluruh manusia membutuhkan campur tangan Tuhan di segala urusannya. Salah satu cara ‘melibatkan’ Tuhan yang biasa manusia lakukan yaitu dengan berdoa. Uniknya, sebagai negara dengan beragam kebudayaan, beberapa masyarakat di Indonesia memiliki cara berdoa berdasarkan tradisi dan adat. Salah satunya dengan upacara sedekah bumi yang dilakukan di Kampung Adat Urug. Mereka mengebumikan darah, bulu, dan nasi sebagai persembahan kepada tanah. Mereka percaya meskipun melalui tanah, doa yang dipanjatkan akan melangit dan mengabulkan harapan untuk hasil tani yang melimpah.

Kampung Adat Urug

Kampung Adat Urug berada di Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Kampung adat ini terbagi menjadi tiga wilayah kasepuhan, yaitu Urug Tonggoh, Tengah, dan Lebak. Pada tahun 2010, Urug Lebak yang dipimpin oleh Abah Ukat, secara resmi ditetapkan menjadi cagar budaya, karena masih mempertahankan nilai tradisi dan memiliki peninggalan masa silam.

Abah Ukat (65), menuturkan keberadaan kampung ini berkaitan dengan Kerajaan Padjajaran dan Prabu Siliwangi. Awalnya kampung ini bernama Kampung Guru karena dianggap sebagai kampung ‘percontohan’ bertani. Dahulu, hampir seluruh masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Mereka memiliki aturan khusus dalam bercocok tanam sehingga jarang sekali mengalami gagal panen. Itulah yang kemudian menjadi toponimi Kampung Guru. Akan tetapi, atas perintah Prabu Siliwangi, nama kampung yang semula ‘Guru’ di balik menjadi ‘Urug’, yang dilakukan sebagai upaya penyamaran nama kampung.

Namun, masyarakat percaya hasil panen yang melimpah, bukan hanya karena aturan yang diterapkan. Mereka percaya Tuhan terlibat dalam keberkahan yang mereka dapatkan. Oleh karenanya, mereka selalu berdoa kepada Tuhan agar hasil panen melimpah dan berkah untuk kehidupan mereka. Salah satu caranya dengan melakukan Sedekah Bumi.

Sedekah Bumi

Satu tahun sekali, masyarakat adat urug secara rutin melaksanakan sedekah bumi. Tradisi ini berkaitan dengan bumi atau tanah yang menjadi sumber kehidupan manusia. Mengutip dari Kemendikbud, bumi diibaratkan ibu, yang memberikan berbagai kebutuhan makan dan minum selama di dunia. Oleh karena itu, sedekah bumi dilakukan sebagai tanda penghormatan kepada ‘Ibu’, dengan cara memberikan persembahan berupa darah, bulu, dan nasi.

Sedekah bumi dilaksanakan sebelum masa tanam. Seluruh prosesinya tidak terlepas dari kegiatan berdoa. Sesuai dengan tujuannya, sedekah bumi menjadi cara mereka berdoa agar tanah menjadi subur dan dijauhkan dari segala hambatan selama masa tanam sehingga tanah dapat memberikan hasil panen yang melimpah.

Sedekah bumi menjadi salah satu dari lima perayaan adat yang wajib dilaksanakan oleh seluruh masyarakat. Bagi mereka yang sedang merantau di kota lain dianjurkan untuk menyempatkan pulang dan memeriahkan perayaan adat. Mereka percaya apabila tidak ikut serta dalam perayaan adat akan dianggap melanggar pamali. Hal tersebut yang membuat tradisi di Kampung Adat Urug dapat terjaga hingga saat ini.

Kondisi demikian juga divalidasi oleh Ade Komara (54), selaku tangan kanan Abah Ukat, yang mengatakan “Semua kompak tidak ada yang saling mengandalkan apalagi acara sedekah bumi ini suatu acara buat kepentingan masyarakat juga karena kaitannya dengan menanam padi yang pokok sebagai titipan dari leluhur yang hasil panen padinya nanti harus bener-bener dirapikan melalui upacara adat Seren Taun” (Wawancara online 15/12/2021).

Prosesi Sedekah Bumi Kampung Adat Urug

Persiapan merupakan tahapan pertama yang mereka lakukan untuk melaksanakan upacara sedekah bumi. Apabila ada hewan kurban (sapi, kambing, atau kerbau), mereka akan melakukan penyembelihan pada satu hari sebelum upacara berlangsung. Setelah itu, mereka akan bergotong royong membawa daging kurban yang telah dipotong ke Imah Gedong (Rumah adat) untuk disimpan. Di sisi lain, para ibu rumah tangga akan menyiapkan masakan di rumahnya masing-masing untuk dibawa dan dimakan bersama keesokan harinya.

Kemudian, tengah malam, juru masak adat dan beberapa masyarakat perempuan lainnya bersiap untuk memasak daging kurban yang sebelumnya telah disembelih. Proses memasak harus dilakukan di luar rumah dan dengan menggunakan hawu (tungku masak yang apinya berasal dari suluh). Mereka akan memasak dari waktu dini hari hingga matahari terbit.

Masyarakat Adat Urug sedang Memasak Daging Kurban
info gambar

Setelah matang, seluruh masyarakat akan berkumpul di halaman Imah Gedong untuk memeriahkan dan ikut serta dalam upacara sedekah bumi. Secara umum, sedekah bumi terbagi menjadi tiga prosesi penting, yaitu prosesi Ngangkat, Riungan, Arak-arakan dan Penguburan.

1. Prosesi Ngangkat

Prosesi Ngangkat Upacara Sedekah Bumi Urug
info gambar

Prosesi ini dilakukan penumbukan padi dengan menggunakan lesung dan alu. Dimulai dengan pembacaan doa dan pembakaran kemenyan saat matahari terbit atau sesudah azan subuh berkumandang. Setelah selesai, lesung mulai dipukul dengan menggunakan alu oleh beberapa masyarakat adat urug perempuan yang diiringi suara musik tradisional.

2. Riungan

Riungan adalah kegiatan berkumpul mengelilingi makanan. Riungan dilaksanakan di Imah Gedong yang dihadiri oleh sesepuh, tamu, dan masyarakat adat lainnya. Sebelum dimulai, mereka tidak boleh mencicipi olahan daging kurban yang telah disuguhkan. Mereka baru dipersilakan makan ketika selesai berdoa yang ditandai dengan dimakannya ayam bekakak oleh Kepala Adat.

Riungan dan Makan Bersama Sedekah Bumi Urug
info gambar

Kemudian, pada siang harinya, tikar akan digelar memenuhi halaman kampung. Ibu rumah tangga yang sebelumnya telah menyiapkan masakan mulai melakukan tradisi Nganteuran, atau mengantarkan makanan ke Imah Gedong. Mereka terlihat sangat kompak dan antusias. Rumah-rumah tampak kosong karena semuanya berkumpul untuk makan bersama di halaman.

Setelah makanan tersaji dan seluruh masyarakat duduk rapi di atas tikar, Kepala Adat dan sesepuh mulai memimpin doa dan membakar kemenyan. Seluruh masyarakat khusyuk dan mengucap ‘Aamiin’ ketika doa baik dipanjatkan. Mereka berharap Tuhan akan memberikan kelancaran dan dijauhkannya dari segala hal yang menghambat masa tanam, sehingga hasil panen akan berlimpah dan berkah. Berdoa selesai, dan seluruh masyarakat mulai menyantap makanan dengan semangat. Semuanya saling berbagi dan mencicipi makanan yang tersedia di depan mata.

3. Arak-arakan dan Penguburan

Arak-arakan merupakan prosesi mengantar persembahan menuju tempat penguburan dengan menggunakan tandu yang terbuat dari bambu. Setelah sampai di tempat penguburan, mereka mulai mengubur kepala hewan kurban, bulu, darah, dan nasi sisa beserta kuahnya di lubang yang berbeda. Mereka percaya Tuhan telah mengutus ‘seseorang’ untuk bertugas di tanah untuk menjaga dan merawat pertanian.

Beberapa prosesi upacara sedekah bumi yang telah dituliskan menjadi bukti bahwa tradisi dan adat masih begitu melekat di kehidupan masyarakat adat urug. Mereka memiliki cara untuk melangitkan doa dengan mengebumikan persembahan yang telah mereka persiapkan. Sedekah bumi menjadi cara dan bentuk harapan masyarakatnya untuk kelancaran selama masa tanam dan harapan untuk mendapatkan hasil panen yang melimpah.



Informan

  • Abah Ukat Raja Aya (65), sebagai Kepala Adat Urug Kasepuhan Lebak.
  • Bapak Ade Eka Komara (54), sebagai tangan kanan Abah Ukat.

Referensi

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar/sedekah-bumi/Kemendikbud

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini