Pendidikan dan Tanggung Jawabnya sebagai Lembaga Penjaga Budaya

Pendidikan dan Tanggung Jawabnya sebagai Lembaga Penjaga Budaya
info gambar utama

Budaya itu sama seperti mie rebus di musim hujan – kalau tidak dijaga dengan baik, bisa hilang lenyap dari mangkoknya.

Perumpamaan di atas akan mengantarkan artikel ini pada pandangan bagaimana pendidikan bisa berperan dalam mempertahankan budaya. Mengapa budaya perlu untuk dijaga? Budaya bisa kita dibandingkan dengan sebuah rimbun hutan hujan.

Rimbun hutan hujan adalah lingkungan yang kompleks dan kaya dengan keanekaragaman hayati. Ini adalah rumah bagi banyak spesies tumbuhan dan hewan yang hidup bersama dalam harmoni.

Begitu juga dengan budaya, ia mencakup keanekaragaman tradisi, bahasa, nilai, dan warisan yang diteruskan dari generasi ke generasi. Keanekaragaman itulah bukti bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kreatifa dan harus dipertahankan sebagai aset bangsa.

Sebagai suatu nilai yang tumbuh di masyarakat, budaya itu hidup dan mati di tangan masyarakat. Masyarakat yang mempertahankan identitasnya, tentu akan mempertahankan budayanya.

Tapi, seiring berjalannya waktu, kemenarikan budaya bagi kaum-kaum milenial menjadi kurang karena tergerusnya identitas mereka akan nilai-nilai kebaratan atau ketimuran. Mereka lupa akan jati diri mereka sebagai pemilik budaya Indonesia yang punya tanggung jawab untuk menghidupkan budaya tersebut selama bangsa kita masih berdiri pada satu tujuannya, merdeka sebagai bangsa sendiri.

Artikel ini saya tulis tanpa menghilangkan profesi saya yang seorang pendidik. Saya memandang bahwa hal ini harus segera ditanggulangi. Menyadarkan identitas kaum muda akan menguatkan bangsa ini, dan langkah yang bisa saya upayakan tentunya berhubungan dengan dunia pendidikan. Pertanyaannya, bagaimana sih pendidikan bisa menyelamatkan kebudayaan?

Berbicara tentang pendidikan, saya akan mengenalkan kepada pembaca sekalian, tokoh pendidikan yang menjadi kiblat saya dalam menanamkan nilai budaya pada dunia pendidikan.

Bapak Ki Hadjar Dewantara. Prinsip-prinsip pendidikan yang dikemukakan beliau, Trikawisesa, telah memberikan kontribusi besar dalam mengintegrasikan budaya dalam pendidikan. Prinsip-prinsip tersebut adalah: kemanfaatan praktis, pendekataan kreatif, keragaman budaya, pendidikan seumur hidup dan pendidikan sebagai hak asasi manusia.

Prinsip pendidikan Trikawisesa yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara memiliki hubungan yang erat dengan upaya mempertahankan dan melestarikan kebudayaan. Prinsip-prinsip ini, ketika diterapkan dalam konteks pendidikan, dapat menjadi panduan yang kuat dalam upaya memelihara dan menjaga budaya.

Prinsip pertama dalam Trikawisesa adalah kemanfaatan praktis dari pendidikan. Pendidikan harus memberikan manfaat nyata dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal melestarikan budaya.

Budaya sebagai produk yang lahir dari masyarakat tentunya memiliki nilai-nilai kemanfaatan praktis yang sejatinya harus diajarkan di dunia pendidikan. Pendidikan mengajarkan nilai-nilai dan tradisi budaya yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, belajar tentang tarian tradisional atau cerita-cerita rakyat dapat membantu memahami dan menerapkan nilai-nilai budaya tersebut.

Prinsip yang kedua adalah keragaman budaya. Jauh sebelum kita memikirkan pentingnya mempertahankan kebudayaan bangsa, Ki Hadjar Dewantara sudah menanamkan bagaimana keberagaman budaya itu menjadi suatu prinsip yang kita pegang. Prinsip ini mengajarkan pentingnya menghormati, memahami, dan merayakan perbedaan budaya.

Dalam konteks pendidikan, ini berarti kita harus memasukkan berbagai aspek budaya dalam kurikulum sehingga siswa dapat belajar tentang budaya mereka sendiri dan budaya-budaya lain. Ini akan membantu meghormati dan melestarikan budaya secara keseluruhan.

Prinsip ketiga adalah pendekatan kreatif. Kebudayaan sebagai salah satu bentuk kreatifitas manusai yang berkembang di masyarakat lokal harus dipertahankan dengan cara yang kreatif pula.

Menggunakan metode kreatif dan inovatif untuk menanamkan nilai-nilai budaya, dilakukan oleh para pendidik yang secara implisit dan ekspisit di dalam kelas. Mulai dari membuka kelas dengan salam, doa, materi yang selalu ditalisambungkan dengan budaya masyarakat sekitar, hingga adanya kegiatan projek yang menuntut siswa untuk mengenal bahkan terjun kedalam budaya itu sendiri yang dikenal dengan P5 (Projek Pengembangan Profil Pelajar Pancasila)

Selanjutnya prinsip keempat yaitu pendidikan seumur hidup. Ki Hadjar Dewantara mempromosikan konsep pendidikan sepanjang hidup yang artinya budaya sebagai salah satu nilai yang diyakini oleh pendidikan juga harus dipertahankan seumur hidup.

Nilai-nilai budaya yang telah ditanamkan di dunia pendidikan ataupun di luar dunia pendidikan, harus dijaga dan dipegang oleh siapapun itu selaku masyarakat dimana budaya itu berasal. Pendidikan juga menampung berbagai nilai-nilai budaya yang dibawa oleh tiap peserta didiknya untuk kemudain dihargai dan diapresiasi sebagai salah satu produk kreatif bangsa.

Dan terakhir adalah pendidikan sebagai hak asasi manusia. Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia yang harus diakses oleh semua orang tanpa diskriminasi. Dalam upaya melestarikan budaya, ini berarti memastikan bahwa semua kelompok masyarakat, termasuk minoritas budaya, memiliki akses yang sama ke pendidikan budaya.

Pendidikan harus menyediakan akses yang luas untuk mengenal budaya. Pendidik selaku fasilitator harus menjadi jembatan bagi siswa untuk memperoleh haknya, yaitu mempelajari budaya bangsa.

Dari prinsip pendidikan yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara tadi, pendidikan dan budaya tidak bisa dilepaskan. Entah budaya sebagai esensi dari pendidikan, atau budaya sebagai produk dari pendidikan itu sendiri karena dunia pendidikan juga turut andil dalam menciptakan budaya (budi dan daya) manusia.

Pendidikan adalah lembaga yang bertanggung jawab dalam mempertahankan budaya dengan cara mengenalkan, memberikan pemahaman serta menjadikan manusia-manusia yang akan terjun ke masyarakat menjadi manusia yang berbudaya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MU
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini