Tabuik: Tradisi yang Memadukan Antara Budaya dan Agama di Sumatera Barat

Tabuik: Tradisi yang Memadukan Antara Budaya dan Agama di Sumatera Barat
info gambar utama

Sumatera Barat merupakan suatu provinsi di pulau Sumatera. Provinsi ini memiliki ibukota yaitu kota Padang. Sumatera Barat ini dikenal dengan budaya Islam yang kental. Ini dapat dilihat dari kebanyakan masyarakatnya menganut agama Islam dan banyaknya tempat ibadah berupa masjid maupun mushola. Berdasarkan data dari Kementrian Agama RI pada tahun 2022, diketahui bahwa terdapat 97,9% masyarakat di Sumatera Barat yang menganut agama Islam. Sumatera Barat juga kerap disebut sebagai Ranah Minang atau Alam Minangkabau karena mayoritas masyarakatnya merupakan suku Minang.

Falsafah atau semboyan pada budaya Minang ini adalah "Adat Basambi Sarak, Sarak Basambi Kitabullah", yang artinya adat Minangkabau didasarkan pada syariat yang sesuai dengan ajaran agama Islam dan syariat itu didasarkan pada 'Kitabullah' atau Al-Qur'an. Mengutip dari sumbarprov.go.id yang merupakan portal resmi provinsi Sumatera Barat, makna dari falsafah tersebut adalah menjadikan Islam sebagai landasan dalam berperilaku pada kehidupan sehari-hari. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa masyarakat Minang sangat berpegang teguh pada agama Islam.

Tradisi Tabuik sebagai budaya Islami di Kota Pariaman

Pariaman merupakan salah satu kota di Sumatera Barat yang kental akan budaya Islam dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Sumatera Barat. Berdasarkan pemaparan dari pariamankota.go.id, secara historis kota Pariaman sempat dikenal sebagai pusat pengembangan ajaran Islam yang tertua di pantai barat Sumatera. Kota Pariaman memiliki tradisi yang bernama Tabuik sebagai bentuk memperingati kematian cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Husein bin Ali. Tradisi ini telah diadakan sejak dua abad yang lalu dan masih berlangsung hingga kini. Tradisi Tabuik diselenggarakan setiap awal bulan Muharram tepatnya pada tanggal 10 Muharran, yaitu bertepatan dengan peristiwa perang Karbala yang menewaskan cucu Nabi Muhammad SAW.

Dilansir dari Indonesia Kaya, Tabuik berasal dari kata 'tabut' dalam bahasa Arab yang bermakna peti kayu. Terdapat suatu legenda yang beredar di masyarakat Pariaman, yaitu mengenai kemunculan makhluk dengan wujud kuda bersayap dan berkepala manusia yang kerap disebut sebagai 'Buraq' atau dikenal sebagai kendaraan Nabi Muhammad SAW saat peristiwa Isra Mi'raj. Inti dari legenda tersebut adalah setelah wafatnya Husein bin Ali, terdapat kotak kayu yang diduga berisi potongan jenazah Husein bin Ali yang diterbangkan ke langit oleh Buraq. Berdasarkan legenda tersebut, masyarakat membuat tradisi berupa upacara dengan membuat tiruan Buraq yang sedang membawa tabut atau peti kayu.

Tradisi Tabuik dilakukan dengan cara mengarak tabuik atau biasa disebut sebagai Hoyak Tabuik. Tabuik diarak keliling kampung diikuti dengan berbagai atraksi dari masyarakat lokal. Selanjutnya, Tabuik akan lempar ke pantai. Setelah prosesi pelemparan Tabuik ini, akan banyak masyarakat yang mengambil potongan Tabuik. Mereka beranggapan bahwa dengan mengambil potongan Tabuik akan mendapatkan keberuntungan dalam hidup. Tidak jarang, sebagian dari masyarakat menjadikan potongan Tabuik ini sebagai penglaris dagangan mereka.

Pintu Menuju Surga | Foto: Hasenonkel
info gambar

Sejarah Tradisi Tabuik

Tradisi Tabuik pada awalnya berasal dari bangsa Cipei di Bengkulu. Bangsa Cipei ini berasal dari India yang dijadikan sebagai prajurit oleh Inggris dalam mengambil alih Bengkulu dari Belanda. Pada awalnya Bangsa Cipei melakukan tradisi Tabuik di Bengkulu dan diikuti oleh masyarakat sekitar, bahkan meluas hingga daerah Sumatera lainnya termasuk kota Pariaman. Namun, seiring berjalannya waktu, perlahan tradisi ini menghilang di berbagai daerah dan hanya bertahan di kota Bengkulu dimana tradisi ini dikenal sebagai Tabot dan kota Pariaman yang dikenal sebagai Tabuik.

Tradisi Tabuik selalu berjalan setiap tahunnya, kecuali pada tahun 1969 hingga 1980. Pada masa-masa tersebut, tradisi ini dihentikan karena terdapat konflik yang mengganggu ketentraman kota. Lalu, pada tahun 1980 tradisi ini digerakkan kembali oleh Bupati Pariaman pada saat itu, yaitu Anas Malik. Berkat beliau, tradisi Tabuik dapat bertahan kembali hingga kini.

Memaknai Tradisi Tabuik

Melalui tradisi Tabuik ini, dapat dilihat bahwa masyarakat di Pariaman sangat menghargai agamanya, yaitu agama Islam. Dengan demikian, masyarakat mampu menerapkan semboyan dari Sumatera Barat itu sendiri. Tradisi ini juga merupakan bentuk bagaimana masyarakat dapat menghormati dan menghargai jasa perjuangan dari tokoh agama, yaitu Husein bin Ali dan keluarga Nabi Muhammad SAW.

Tradisi Tabuik ini menunjukkan bahwa suatu budaya dan kepercayaan saling berkaitan satu sama lain. Pentingnya bagi kita sebagai Warga Negara Indonesia untuk melestarikan kedua aspek tersebut agar tidak punah. Berdasarkan sejarah dari tradisi Tabuik dapat dijadikan pembelajaran bahwa sebagai masyarakat Indonesia, kita sudah seharusnya saling menjalin dan memperkuat tali persaudaraan agar terhindar dari adanya konflik. Hal tersebut juga sesuai dengan nilai yang terkandung pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

Referensi:

Violina, I., Siregar, I., & Ramli, S. (2023). Tabuik, Warisan Budaya Islam Sumatera Barat. 2(2), 234–242. https://doi.org/10.55123/sosmaniora.v2i2.2013

https://indonesiakaya.com/MenghayatiMaknaPersatuanDalamTabuikNaikPangkek

https://www.harianhaluan.com/news/109663225/ini-alasan-budaya-minangkabau-kental-dengan-nuansa-islami-berawal-dari-perjuangan-melawan-penjajah

https://sumbarprov.go.id/FalsafahBudayaMinang

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini