Justitia Avila Veda, Pejuang Keadilan bagi Korban Kekerasan Seksual

Justitia Avila Veda, Pejuang Keadilan bagi Korban Kekerasan Seksual
info gambar utama

Dalam hukum kita mengenal asas Equality Before The Law yang mengandung makna bahwa semua orang sama dan setara kedudukannya di hadapan hukum.

Secara teori memang seperti itu, namun kenyataannya asas tersebut belum dapat dijalankan sepenuhnya.

Hal itu yang dirasakan Justitia Avila Veda atau yang akrab dipanggil Veda, seorang perempuan yang memiliki ketertarikan dengan hukum pidana dan isu perempuan ini merasa ada yang tidak beres dengan pernyataan "semua orang setara di mata hukum."

Keresahannya semakin muncul lantaran menurutnya tidak ada hukum yang benar-benar setara.

"Well, kalau di hukum katanya semua orang setara di mata hukum, tapi ternyata itu tentu enggak berlaku. Pasti ada perbedaan kelas, baik karena aspek gendernya, aspek ekonominya, dan aspek disabilitas. Segala macam identitas itu membuat kita tidak pernah setara sebenarnya di depan hukum," papar Veda.

Veda pun harus menerima fakta pahit bahwa perempuan-perempuan di sekitarnya, termasuk dirinya, pernah mengalami kekerasan seksual.

Dia dan teman-teman terdekat adalah sedikit dari banyak orang yang mengalami dan berusaha pulih dari apa yang kami alami.

Veda juga bercerita bahwa kasus kekerasan seksual sangatlah rumit untuk dipahami. Dirinya yang tumbuh dan besar di keluarga cukup berpendidikan saja tak memahami betul, kapan dan seperti apa jika ia benar-benar mengalami pelecehan dan kekerasan seksual.

"Pelecehan ini prosesnya berat. Segala ilmu pengetahuan segala akses seperti akses ke bantuan, koneksi jejaring itu benar-benar eksklusif dan hanya untuk sedikit orang. Bahkan sedikit orang ini pun yang sudah super privilege, ketika mengalami kasus masih enggak tahu harus ngapain. Dari situ, aku merasa aku ingin memperluas akses terhadap segala modalitas yang aku punya tadi ke orang-orang yang membutuhkan," pungkas Veda.

Baca Juga: Justitia Avila Veda, Advokat Hebat yang Menjadi “Sahabat Korban Kekerasan Seksual"

Hal itu yang mendorong Veda menawarkan bantuan konsultasi kasus kekerasan seksual lewat cuitan di akun Twitter-nya (sekarang X).

"Waktu itu aku nge-tweet dan aku bilang, kalau ada yang ingin konsultasi tentang kasus pelecehan seksual atau kasus kekerasan seksual, baik yang dialami diri sendiri atau orang lain bisa kirim email ke aku atau bisa direct message di Twitter," kata Veda menjelaskan cuitannya saat itu.

Tak menunggu lama, cuitan yang dibuat Veda menuai respons positif dan viral diserbu netizen. Banyak yang meneruskan pesan tersebut. Menurut Veda, tweet-nya itu berhasil membongkar “gunung es” kekerasan seksual di Indonesia.

Kemudian pada November 2020, Veda memutuskan membuat struktur kelembagaan yang lebih akuntabel, transparan untuk kolektifnya sebagai badan konsultasi hukum. Maka dibentuklah Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG).

KAKG ini menawarkan jasa konsultasi dan pendampingan online bagi korban kekerasan seksual melalui program yang diberi nama "Pendampingan Korban Kekerasan Seksual Berbasis Teknologi”.

Pada periode awal pembentukan KAKG di tahun 2020, Veda dan rekan-rekannya menggunakan dana pribadi. Lambat laun, mereka memperoleh donasi dari orang-orang terdekat.

Sekarang ini, mereka memiliki divisi kerja sama yang berfokus pada pendanaan dan kemitraan. KAKG telah menjadi badan hukum yayasan sehingga peluang untuk mengakses donor menjadi lebih besar.

Prosedur Layanan KAKG

Konsultasi dan pendampingan online pada korban kekerasan seksual oleh KAKG dilakukan secara probono/cuma-cuma. Konsultasi bagi para korban dibuka melalui layanan hotline setiap hari Senin sampai Jumat pukul 08.00 - 18.00 WIB.

Layanan tersebut bisa diakses melalui akun instagram @advokatgender dengan mengisi formulir yang tersedia atau dengan mengirim email ke konsultasi@advokatgender.org.

Isian formulir mencakup kronologi kejadian dan jenis konsultasi yang dibutuhkan. Baru setelah itu akan dijadwalkan konsultasi dengan tim dari KAKG melalui telepon sesuai kebutuhan karena dalam form juga ditanyakan apakah korban juga memerlukan pendampingan psikologis atau pemulihan medis, maka jika jawabannya iya, pihak KAKG akan menghubungi penyedia jasa medis atau psikolog sesuai kebutuhan korban.

Setiap hari KAKG menyediakan 2 pengacara yang stand by untuk melakukan konsultasi dengan korban.

Di sesi konsultasi inilah tim dari KAKG akan memberikan penjelasan sekaligus pemahaman kepada korban apakah dalam kasusnya memang ada kekerasan seksual ataukah tidak.

Jika ada maka tim dari KAKG akan memberi assesment dan penilaian terhadap peluang-peluang penyelesaiannya karena semua tergantung kebutuhan dari korban, maka tentu saja lamanya pendampingan bagi para korban berbeda-beda.

Jika korban tidak ingin menyelesaikan lewat jalur hukum tentu prosesnya lebih cepat jika dibandingkan dengan korban yang ingin menempuh jalur hukum.

Tantangan yang Dihadapi

Memberi pendampingan hukum bagi korban kekerasan seksual memiliki beragam tantangan. Tantangan utama yang dihadapi adalah belum semua daerah siap memberikan respon yang cepat untuk merespon kasus kekerasan seksual secara proper.

Hal ini berkaitan dengan kondisi ketersediaan infrastruktur, aparatur penegak hukum, serta kondisi geografi dan demografi.

Selain itu, dalam pemulihan korban kekerasan seksual tidak hanya terbatas pada masalah hukum, tetapi juga berkaitan dengan rehabilitasi mental.

Oleh karena itu, Veda bersama rekan-rekan pengacara yang tergabung dalam KAKG mengembangkan layanan pendampingan hukum secara holistik kepada korban kekerasan seksual.

Layanan pendampingan hukum yang dipadukan dengan pemulihan medis, pemulihan kesehatan mental, pemulihan psikososial, pemulihan finansial, dan pemulihan reputasional. Layanan ini dikembangkan KAKG dengan bekerja sama psikolog dan dokter.

Justru menjadi prioritas bagaimana menangani kasus ketika bantuan paling awal berupa pemulihan mental/pemulihan medis. Sebab bila itu tidak dilaksanakan maka orang tidak punya dorongan untuk mencari keadilan hukum,” pungkas Veda.

Sejak berdiri pada 2020 hingga pertengahan 2023 sudah ada 465 aduan yang diterima KAKG.

Sejauh ini setidaknya sudah ada empat putusan pengadilan atas perkara yang kami dampingi dan dalam 1 kasus korban berhasil memperoleh restitusi dari pelaku,” papar Veda.

Kepedulian untuk memberikan pendampingan secara holistik bagi korban kekerasan seksual membuat Veda dianugerahi penghargaan 13th SATU Indonesia Awards 2022 bidang kesehatan.

Penghargaan ini semakin memacu semangat Veda untuk mendorong dan memperluas akses terhadap keadilan hukum, khususnya bantuan hukum bagi korban kekerasan seksual terutama di wilayah atau daerah-daerah di luar pulau yang masih terbatas dalam memperoleh access to justice.

Harapan Veda

Veda memiliki harapan layanan pendampingan korban kekerasan seksual berbasis teknologi KAKG bisa menjangkau seluruh klien di Indonesia. Veda ingin memperluas akses keadilan, terutama di daerah-daerah yang belum maju di Indonesia.

Baca Juga: Justitia Avila Veda, Pahlawan Bagi Korban Kekerasan Seksual

Harapan kedepan adanya akses bantuan hukum yang inklusif kepada semua korban, karena setiap korban atau kasus kekerasan seksual punya kekhasan masing-masing. Mereka memerlukan approach yang berbeda-beda,” kata Veda.

Dengan dukungan dari pengacara dan program-program semacam ini, diharapkan korban dapat lebih mudah mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan, mengatasi dampak psikologis, dan mendapatkan keadilan yang mereka pantas dapatkan.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini