Jaran Kepang, Geliat Pertunjukan Magis Khas Masyarakat Agraris

Jaran Kepang, Geliat Pertunjukan Magis Khas Masyarakat Agraris
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntuk Melambung

Jaran kepang atau kuda kepang adalah salah satu kesenian yang berkembang dan banyak ditemukan di wilayah Jawa. Adapun jaran kepang ditemukan di wilayah antara lain di Tulungagung, Kediri, Nganjuk serta Malang raya.

Di wilayah tersebut memang memiliki totem berupa hewan kuda. Kesenian jaran kepang berkembang pesat dan turut mewarnai jagad seni pertunjukan di wilayah Malang raya. Kawan GNFI, seperti apa kesenian khas yang memiliki unsur magis ini? Bagaimana lika-liku kelompok jaran kepang di Malang raya?

Pertunjukan jaran kepang biasa dihadirkan dalam berbagai ritual selamatan yang dilaksanakan masyarakat pedesaan Jawa. Selamatan ini terkait dengan peristiwa daur hidup masyarakat meliputi peristiwa kelahiran, kematian, bersih desa hingga ruwatan. Ritual selamatan yang paling penting adalah bersih desa.

Sebagai drama tari yang lahir dari kebiasaan rakyat pedesaan, maka seni jaran kepang menjadi seni pertunjukan tradisi yang sejatinya didukung dan dimaknai segala prosesnya. Keberadaan sisi magis dan kaitannya terhadap religi masih dihadirkan ketika pertunjukan berlangsung.

Sekilas Asal-Usul Pertunjukan Jaran Kepang

Jaran kepang merupakan pertunjukan yang dimiliki oleh masyarakat di pedesaan Jawa. Dalam hal ini, jaran kepang lahir dari lingkungan masyarakat yang berkultur agraris. Kepercayaan masyarakat pada masa lampau yakni melakukan pemujaan terhadap leluhur maupun perwujudan sifat Ketuhanan dilakukan dengan adanya tari.

Sebagai pertunjukan yang mewariskan sisi animisme, sebelum diadakan pertunjukan atau istilahnya gebyak, para seniman atau pemain jaran kepang terlebih dahulu melakukan sebuah prosesi meminta ijin kepada leluhur di sebuah kepundhen di daerah setempat beserta menyiapkan sesaji atau sandingan.

Pertunjukan jaran kepang para penarinya dilakukan oleh laki-laki. Mereka menunggang kuda-kudaan berbentuk pipih yang terbuat dari anyaman bambu dan dicat. Para penari menjadi daya tarik utama di arena pertunjukan. Selain penari, ada pula pengiring musik.Pertunjukan jaran kepang diiringi musik musik gamelan yang didominasi suara kenong dan terompet.

Para penarinya dapat berjumlah empat, enam, dan delapan penunggang kuda. Lalu ada pula, pawang. Selanjutnya pawang menebarkan kemenyan di setiap sudut arena dan mengatur roh-roh yang merasuki para pemain. Pawang membacakan mantra serta merapal doa-doa. Dalam satu kesempatan mereka akan mengalami peristiwa magis yakni kerasukan (trance). Kerasukan adalah peristiwa dasar dari pertunjukan ini.

Penari jaran kepang dalam keadaan trance (kerasukan) tersebut telah “menjelma” sebagai jaran atau kuda. Sebelum proses ndadi atau kerasukan, penari seakan memerankan prajurit gagah perkasa sedang menunggang kuda dengan pecut (cemeti).

Salah satu pemain jaran kepang | Dokumentasi Pribadi
info gambar

Pertunjukan Jaran Kepang dan Kelompoknya di Malang Raya

Seiring perubahan jaman tradisi dan simbol tetap dipertahankan meski beberapa fungsi telah berubah. Begitu pula keberadaan pertunjukan jaran kepang yang merupakan tradisi masyarakat agraris kini berkembang dalam masyarakat peralihan. Wilayah Malang raya meliputi Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang yang terdiri dari wilayah pedesaan dan perkotaan.

Beberapa kelompok jaran kepang di Malang raya hadir di tengah masyarakat tidak hanya sebagai bagian dari ritual melainkan sebagai hiburan. Berikut beberapa kelompok yang dapat dideskripsikan.

Pertama, Kelompok Jaran Kepang “Turonggo Sakti” yang memiliki jumlah anggota 20 orang. Kelompok ini mengadakan gebyak atau pertunjukan setiap malam Jumat Legi di Kelurahan Mergosono atau di Kecamatan Wagir, meskipun tidak ada yang mengundang atau menanggap (mengundang). Pemilihan hari Jumat legi ini lantaran dianggap malam yang lekat dengan energi magis dari spiritualitas.

Kedua, Kelompok “Satrio Manunggal” yang berada di Kelurahan Pandanwangi, Kota Malang yang didirikan pada tanggal 25 Februari 2009. Dalam kelompok tersebut anggota berjumlah sekitar 85 orang. Mayoritas anggota kelompok Jaran Kepang “Satrio Manunggal” merupakan warga Kelurahan Pandangwangi, Jalan Teluk Bayur, RT 09, RW 07. Para anggota kelompok “Satrio Manunggal” rata-rata berusia muda terdiri dari anak-anak dan remaja berjenis kelamin laki-laki.

Ketiga, Kelompok “Putra Manggala” yang terletak di Jalan MT Haryono, Dinoyo, Malang. Kelompok ini merupakan generasi kelima dari grup Jaran Kepang dhor. Kelompok “Putra Manggala” diketuai Adi Dahniar Rizky memiliki jumlah anggota sekitar 20 hingga 30 orang yang berusia remaja. Kelompok “Putra Manggala” mengadakan pertunjukan pada malam hari atau tergantung permintaan untuk tampil, sebagai misal ada acara hajatan seperti ritual bersih desa, pernikahan, sunatan karnaval atau undangan pembukaan acara dll.

Menyimak asal-usul serta lika-liku pertunjukan jaran kepang di atas, dapat disimpulkan bahwa kesenian tradisi akan hidup lestari jika ada perhatian dari pelaku, masyarakat serta pemerintah.

Seperti halnya pertunjukan tradisi ditampilkan pada kegiatan kemerdekaan maupun acara formal pemerintahan. Dengan gerakan yang senantiasa dinamis dan magis menjadikan pertunjukan jaran kepang mendapat tempat di hati masyarakat.

Di banyak pertunjukan bagian kesurupan, ndadi, kalap atau trance inilah yang menjadi daya tarik. Tidak hanya masyarakat yang kerap menantikan, upaya para pelaku kesenian juga patut diapresiasi. Kesenian juga mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman.

Adanya ritual selamatan seperti bersih desa sebagai ”lumbung” atau arena hidup kesenian tersebut. Namun demikian, harapannya kesenian tradisi juga memiliki ”ruang hidup” dengan hadir di ruang publik yang lebih luas.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini