Bahasa Daerah di Ruang Publik, Siapa Takut!

Bahasa Daerah di Ruang Publik, Siapa Takut!
info gambar utama

PEKAN KEBUDAYAAN NASIONAL 2023

Upayaku dalam Melestarikan Bahasa daerah

Bahasa Daerah di Ruang Publik, Siapa Takut!

Oleh; Ika Rini Puspita, S.Si

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Menurut Tylor, “Kebudayaan adalah sistem kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.” Singkatnya kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan bisa diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya atau hasil usaha manusia untuk mencukupi semua kebutuhan hidupnya.

Saya punya prinsip hidup, sebaik-baik kamu adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Selagi bisa sekarang, kenapa mesti menunggu nanti.

Di usia saya yang ke 27 tahun, bukanlah usia yang singkat, Lika-liku telah saya lalui utamanya kontribusi apa yang sudah saya berikan kepada Negara dan masyarakat. Kelemahan kita dan saya sebagai manusia kadang terlalu banyak menuntut ini-itu, tapi lupa mempertanyakan ke diri sendiri apa yang sudah saya berikan? Intinya, dengan banyak memberi manfaat ke orang banyak, akan membuat orang lain merasa rannu. Bukankah, kita juga akan merasa rannu (bahagia) dengan menjadi bagian sebab bahagianya orang lain.

Sesekali saya merenung, apa kelebihanku yang bisa saya berikan, agar bermanfaat bagi orang lain. Ternyata salah satunya adalah literasi. Saya kemudian belajar banyak hal tentang literasi, ikut organisasi yang bergelut dengan literasi dengan visi-misi mencerdaskan masyarakat. Setelah tahu literasi, ternyata tidak lepas yang namanya bahasa. Dengan bahasa, bisa mempermudah dalam berinteraksi, menulis hasil bacaan yang kita baca, dan menjadi ciri khas daerah tertentu apalagi Indonesia memiliki berbagai macam bahasa. Namun, hadirnya era banjir informasi atau kemajuan teknologi tentu membawa dampak positif maupun negatif bagi bahasa.

Seperti pudarnya pesona bahasa daerah di ruang publik, karena pengaruh media sosial dimakan zaman. Kesadaran masyarakat akan pentingnya bahasa daerah masih sangat rendah, terutama di kalangan pemuda/remaja. Padahal di tangan merekalah harapan kita sebagai generasi penerus. Jika pemudanya saja tidak cinta bahasa daerah (baca: bahasa asal/kampung), akan seperti apa negeri ini ke depan. Padahal bahasa daerah adalah bahasa pemersatu, pembeda dari daerah lain, budaya yang harus dilestarikan, dan manfaat lainnya. Sebagai contoh, saya pernah ke Jogja di daerah tersebut ternyata ada yang berasal dari Sulawesi, kami pun bersosialisasi dengan bahasa Makassar pakai logat, langsung nyambung padahal baru ketemu saat itu juga.

Salah satu penyebab lunturnya penggunaan bahasa daerah karena pengaruh dari budaya asing atau modernisasi. Menyebabkan masyarakat tidak cinta bahasa daerah. Hal ini memicu munculnya istilah bahasa gaul di kalangan remaja. Katanya belum keren kalau tidak bakai bahasa asing, bahasa daerah pun ditinggalkan apalagi bahasa Indonesia. Munculnya bahasa gaul ini menjadi penyebab tergesernya penggunaan bahasa daerah. Para remaja terbiasa menggunakan bahasa gaul sampai lupa untuk berbicara bahasa daerah dalam percakapan biasa ataupun formal. Fakta lain yang juga buat miris adalah karena budaya malas baca buku sudah mengakar sehingga penggunaan bahasa daerah yang minim. Apalagi buku bahasa daerah di perpus sangat sedikit jumlahnya. Belum lagi, ditambah dengan fasilitas umum/papan informasi yang tidak berbahasa daerah tergantikan dengan bahasa asing.

Nah, jika berbicara kontribusi apa yang saya berikan untuk Negara tercinta Indonesia, yakni bermanfaat bagi orang lain, selagi saya bisa dan menjadikan bahasa daerah sebagai bahasa penting sehari-hari. Kemana-mana saya selalu berbahasa daerah (Makassar), bahkan saat membawakan pemateri kepenulisan di kalangan pemuda atau orang tua pun, saya selipkan bahasa daerah. Saat menulis pun, saya menyelipkan diksi bahasa daerah di tulisan saya. Intinya saya merasa bangga dengan bahasa daerahnya saya. Tahun ini 2023, alhamdulillah saya terpilih salah satu dalam penulisan buku anak berbahasa daerah Makassar dan di terjemahkan ke Bahasa Indonesia yang diadakan oleh Balai Bahasa Sulsel dengan judul “Appakarannu-Rannu Rahing” (Menghibur Rahing). Buku ini, nanti akan di sebar ke sekolah, sebagai wujud sosialisasi pentingnya bahasa daerah sejak dini. Saya juga pernah menang lomba penulisan Esai ‘juara terbaik’ kategori umum-mahasiswa yang berbahasa Makassar diadakan oleh BASAsulsel Wiki pada 6 Agustus 2023 dengan judul tulisan “Pakaluruk Jai Nasabak Kabijakanga” (Angka perokok terus meningkat karena kebijakan”.

Baru-baru ini, saya juga terpilih dalam peserta Festival Jaga Bahasa yang diadakan oleh Balai Bahasa Sulsel dilaksanakan pada tanggal 22-24 Oktober 2023. Kegiatan ini membahas pentingnya melestarikan Bahasa utamanya di ruang public. Saya pun bergabung dalam komunitas Himpunan Pegiat Literasi dan Budaya Sulselbar. Begitulah upaya saya melestarikan bahasa daerah yang saya mampu, dan masih sangat sedikit di umur saya yang ke- 27 tahun. Jika diberi umur panjang, insyaAllahnsaya akan terus melakukan yang terbaik/bermanfaat untuk orang sekitar sebisa saya. Bahasa daerah di ruang publik, siapa takut!

Agar Bahasa daerah tidak tergeserkan atau pesonanya memudar, kita sebagai warga Indonesia yang baik perlu melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan. Sebelum bahasa daerah di masing-masing wilayah hilang benar-benar punah dan pesonanya tergantikan dengan bahasa asing. Edukasi penggunaan bahasa daerah perlu digalakkan. Buku berbahasa daerah lebih banyak lagi, polisi bahasa daerah kalau perlu diperbanyak setiap wilayah. Dan para pejabat, kalau bisa memberikan contoh berbahasa daerah di ruang publik. Serta upaya lain yang saya rasa banyak yang bisa kita massifkan untuk melestarikan bahasa daerah, agar bahasa orang terdahulu lestari di bumi pertiwi Indonesia tercinta. Aamiin.

Agar lebih maksimal lagi, perlu adanya peran semua pihak, bukan hanya tugas Balai Bahasa misal, tugas duta bahasa-baca, budayawan atau lingkup pendidik tapi semua ikut berpartisipasi menanam kecintaan berbahasa daerah. Orang tua, guru, pemerintah, seniman, dkk. Dengan berbagai upaya untuk mempertahankan bahasa daerah, di kehidupan sehari-hari. Kalian tidak keren, jika meninggalkan bahasa daerah masing-masing. Karena, perbedaan bahasa daerahlah yang membuat kita unik dari Negara lain. Mari, bangga berbahasa daerah. Ewako!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini