Kampus Merdeka, Kampung Berdaya

Kampus Merdeka, Kampung Berdaya
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023

#PekanKebudayaanNasional2023

#IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Kritik “menara gading” perguruan tinggi akhir-akhir ini mencuat: ada keterpisahan ilmu pengetahuan yang menjulang di perguruan tinggi, tetapi tidak mengakar-membumi di tengah masyarakat; para sarjana dinilai kaya ilmu pengetahuan, namun miskin kehadiran menyelesaikan masalah sosial masyarakat. Kondisi ini berseberangan dengan tujuan awal kehadiran perguruan tinggi sebagai peta sekaligus lentera bagi masyarakat menuju cita-cita bangsa Indonesia; sebagaimana Tri Dharma Perguruan Tinggi. Persoalan ini mendesak direspons secara positif dan konkret oleh para sarjana.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meresponsnya dengan kebijakan Kampus Merdeka. Program yang diluncurkan pada 2020 ini bertujuan menyiapkan mahasiswa menjadi sarjana yang tangguh, relevan dengan kebutuhan zaman, dan siap menjadi pemimpin. Melalui program kampus merdeka, mahasiswa diberi kebebasan untuk memilih (kemerdekaan) belajar selama tiga semester di luar program studinya sehingga dapat menyesuaikan passion dan cita-citanya dengan wawasan dan kompetensi yang akan dipelajarinya (Kompas.com 2021). Salah satunya dengan program membangun desa (KKN Tematik), mahasiswa dapat belajar kepada masyarakat pedesaan sekaligus mempraksiskan ilmu pengetahuan (pengabdian masyarakat).

Tapi, apakah kampus merdeka ini hanya untuk mahasiswa saja; bagaimana dengan kemerdekaan dosen untuk mengekspresikan ilmunya di masyarakat. Tentu seharusnya kampus merdeka juga ditujukan bagi dosen agar hasil pendidikan dan penelitian bermuara pada pengabdian masyarakat.

Kolaborasi Kampus dan Kampung

Kekuatan Indonesia sesungguhnya ada di kampung-desa. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri pada 2022 terdapat 74.961 desa dan 8.506 kelurahan di Indonesia (Kemendagri.go.id, 2022). Jumlah yang fantastis dengan aneka kearifan lokal di dalamnya. Sayangnya, besarnya potensi itu tidak diikuti pengembangan dan pemanfaatannya alias masih minim. Di sisi lain, jumlah perguruan tinggi di Indonesia pada 2022 mencapai 3.107 perguruan tinggi (Kompas.com, 2022). Potensi kampung ini perlu dihubungkan dengan kampus agar terjalin kolaborasi, khususnya terkait kampus merdeka melalui program membangun desa, sehingga sungguhan dapat mewujudkan kampus merdeka dan kampung berdaya.

Kampus merdeka, kampung berdaya. Kalimat indah ini mudah ditulis, namun praktiknya harus melalui jalan panjang berkelok lagi berlubang. Inilah tantangan yang harus dihadapi oleh kampus dan kampung. Pertama, kampus sebagai candradimuka para intelektual dan sarang ilmu pengetahuan perlu mengaktivasi kesadaran menjalankan fungsi sosialnya (intelektual organik). Dalam hal ini, kampus merdeka semestinya tidak hanya ditujukan bagi mahasiswa yang diberi kebebasan untuk mengembangkan diri sesuai passion, tetapi juga bagi pengajar diberi kebebasan mempraktikkan hasil pendidikan dan penelitiannya melalui pengabdian masyarakat. Selama ini, kampus masih belum menjangkau secara masif kampung-kampung di Nusantara: riset kolaboratif lintas disiplin ilmu bertema kampung masih sedikit, kurangnya pemberdayaan komunitas berbasis riset, dan belum kuatnya jejaring kampus terhadap kampung-kampung.

Penampilan Tari-tarian saat Kirab Budaya | Redy Eko Prastyo

Kedua, dari sisi kampung, perlu menempatkan pegiat kampung dalam konteks yang lebih luas, seperti konteks politik, ekologi, dan literasi makro. Untuk menjalin kolaborasi dengan kampus secara berkelanjutan dengan sumber daya yang memadai maka dibutuhkan kaderisasi komunitas di kampung, terutama para penggerak muda. Selanjutnya berkaitan dengan kesadaran akan pendidikan sebagai manifestasi kualitas masyarakat kampung.

Perguruan tinggi merupakan tempat belajar dan wadah bagi para cerdik pandai mengkaji berbagai persoalan dan solusi permasalahan sosial. Sementara kampung adalah permukiman warga lintas keilmuan agama, sosial ekonomi, dan lainnya. Kolaborasi kampung dan kampus sangat potensial membuahkan kesejahteraan dan strategis dalam pemajuan kebudayaan-peradaban Indonesia.

Pemajuan Kebudayaan dari Kampung

Kerja-kerja intelektual kampung tidak dapat dipisahkan dari perspektif kebudayaan sebagai fondasinya sehingga pembangunan berlangsung selaras keberagaman budaya di masing-masing daerah. Pelestarian budaya ini tertuang jelas dalam Pasal 32 ayat 1 UUD 1945 bahwa “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.” Lebih lanjut, diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, sebagai upaya: mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa; memperkaya keberagaman budaya; memperteguh jati diri bangsa; memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa; mencerdaskan kehidupan bangsa; meningkatkan citra bangsa; mewujudkan masyarakat madani; meningkatkan kesejahteraan rakyat; melestarikanwarisan budaya bangsa; dan memengaruhi arah perkembangan peradaban dunia.

Pemajuan kebudayaan dimulai dari kampung relevan bila melihat sejarah dan potensi kampung di Indonesia. Kampung bermakna suatu kesatuan lingkungan tempat tinggal keluarga-keluarga dalam sekelompok masyarakat. Kampung sebagai ruang perjumpaan individu dari berbagai macam latar belakang menjadi ruang terciptanya budaya dari proses interaksi antar-kebudayaan sekaligus sebagai subjek pencipta peristiwa budaya. Kesadaran tentang potensi kampung tersebut penting dihidupkan agar upaya pelestarian budaya menjadi milik bersama dan dilakukan secara bersama-sama; gotong royong. Kerja-kerja inibagian tidak terpisahkan dari upaya mencapai cita-cita bernegara.

Visi pemajuan kebudayaan Indonesia yakni “Indonesia bahagia berlandaskan keanekaragaman budaya yang mencerdaskan, mendamaikan, dan menyejahterakan.” Cita ini jelas merupakan ejawantah dari kemerdekaan substansial: bung Hatta (bung Hatta) menyebut merdeka ketika masyarakat Indonesia hidup adil dan makmur; dan bung Karno merumuskan merdeka dalam konsep Trisakti, yakni berdaulat secara politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam berkebudayaan. Kedua pandangan dari Bapak Proklamator Kemerdekaan Indonesia tentang kemerdekaan sejati itu merupakan istilah lain dari tujuan bernegara dalam UUD 1945, yaitu perlindungan segenap bangsa dan tumpah darah, pemajuan kesejahteraan umum, pencerdasan kehidupan bangsa, dan pelaksanaan ketertiban dunia. Sejalan dengan mencapai Indonesia merdeka yang sejati, pemajuan kebudayaan dari kampung adalah langkah taktis dalam rangka mengisi-mewujudkan kemerdekaan sejati.

Daya Kampung

Pemajuan kebudayaan dapat dimulai dengan menyediakan ruang bagi keragaman ekspresi budaya dan mendorong interaksi untuk memperkuat kebudayaan yang inklusif; serta melindungi dan mengembangkan nilai, ekspresi, dan praktik kebudayaan tradisional untuk memperkaya kebudayaan nasional. Praktik agenda tersebut dapat diamati di Kampung Cempluk, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dalam bingkai Kampung Cempluk Festival, warga kampung memperingati hari raya kebudayaan setiap tahunnya. Terhitung hingga 2023, sudah 13 tahun Kampung Cempluk melaksanakan pagelaran budaya. Praktik baik menginspirasi bagaimana pemajuan kebudayaan relevan dimulai dari kampung.

Praktik sinergitas kampus dan kampung tersebut ditampilkan oleh Redy Eko Prastyo--akademisi Universitas Brawijaya dan Pembakti Kampung--yang bergotong royong bersama warga Kampung Cempluk merayakan kebudayaan di Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Dalam rentang 13 tahun, warga Kampung Cempluk merawat dan mencipta kebudayaan yang menjadi identitas kampung membanggakan. Kesadaran berkebudayaan warga tumbuh-berbuah menginspirasi kampung-kampung lain di Nusantara untuk menemu-kenali potensi dan memajukan kebudayaan kampung. Dalam proses menemukan, mengembangkan, dan memanfaatkan budaya kampung itu, kampus harus hadir membersamai sehingga gerakan sosial-budaya tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi bergandengan. Oleh karena itu, kampus merdeka yang digaungkan akhir-akhir ini oleh Kemendikbud dan perguruan tinggi di Indonesia haruslah mempunyai tolak ukur untuk menaikkan daya kampung. Dengan begitu, kampus merdeka dalam tataran aksi berarti memerdekakan kampung. Merdeka!



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

JT
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini