KRAOSAN, Life-Changing Bamboo Products from Central Java

KRAOSAN, Life-Changing Bamboo Products from Central Java
info gambar utama

“Dalam satu hari, mereka cuma bisa bikin lima keranjang, dan satunya dihargai Rp1000,00. Berarti, dalam satu hari mereka cuma dapat Rp5000,00. Dalam satu bulan, mereka juga cuma dapat maksimal Rp150.000,00. Ini berkorelasi erat dengan mengapa para muda-mudi banyak yang pergi meninggalkan desa itu.”


Penjelasan Kak Desy mengenai nasib penduduk desa di Kecamatan Borobudur sungguh mengejutkan. Tri Buana Desy Ariyanti, atau yang akrab disapa Kak Desy, adalah seorang social entrepreneur dan content creator dari Magelang, Jawa Tengah. Salah satu usaha sosial Kak Desy yang dirintis di tahun 2020 dan masih berlangsung hingga kini adalah KRAOSAN, sebuah program dengan misi mengurangi tingginya tingkat pernikahan dini di Magelang yang dilatar belakangi oleh kemiskinan. Program tersebut dijalankan dengan cara berkolaborasi bersama para ibu di pedesaan sekitar Magelang untuk membuat kerajinan bambu yang dijual hingga ke kancah internasional.

Ide untuk membuat sebuah social enterprise sebetulnya sudah terpikirkan oleh Kak Desy jauh sebelum KRAOSAN berdiri. Saat berkuliah di SBM ITB, Kak Desy, layaknya kebanyakan lulusan ITB lainnya, berpikiran untuk bekerja di Jakarta atau kota besar lainnya. Namun, pada tahun akhirnya, Kak Desy memperoleh beasiswa Australia Awards yang membuka kesempatan baginya untuk melanjutkan studi mengenai Small and Micro Enterprises di Monash University, Melbourne. Di sana, Kak Desy menyadari bahwa berbagai area yang jauh dari pusat pembangunan di Indonesia juga mempunyai banyak potensi pasar, dan potensi tersebut tidak akan berkembang jika semua muda-mudinya memilih untuk bekerja di luar negeri atau di kota-kota besar. Pemikiran itulah yang menjadi motivasi bagi Kak Desy untuk pulang ke kampung halamannya dan mencari peluang bisnis yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat di desa.

Pada tahun 2019, Kak Desy bekerja sama dengan para ibu-ibu untuk menjual Raos Magelang, makanan ringan dari ketela atau singkong. Sekitar bulan Desember 2019, seorang ibu dari salah satu desa di Kecamatan Borobudur datang dan menanyakan pembuatan wadah Raos Magelang yang didesain sendiri oleh Kak Desy. Usai mengobrol, terungkap bahwa kondisi kemiskinan di desa asal ibu tersebut sangat memprihatinkan. Ibu tersebut meminta bantuan Kak Desy untuk memajukan desa beliau. Kak Desy dan salah satu temannya kemudian mengunjungi desa di Borobudur dan melakukan social mapping untuk memahami situasi dan relasi sosial di desa tersebut. Malam harinya, Kak Desy membahas ide-ide pengembangan desa bersama para penduduk.

Pada saat itu, Kak Desy melihat sebuah wadah pensil bambu yang unik. Ia dan temannya kemudian bertanya mengenai produk tersebut pada warga, dan terungkaplah bahwa usia produk tersebut telah mencapai 8 tahun. Para penduduk desa ternyata terbiasa menganyam bambu menjadi keranjang untuk wadah bunga atau timun yang dijual di pasar. Keranjang tersebut dibeli dengan sangat murah oleh tengkulak, dan tanpa adanya inovasi, masyarakat yang ahli dalam membuat kerajinan bambu hidup dalam kemiskinan. Kualitas produk tersebut meyakinkan Kak Desy dan temannya bahwa mereka telah menemukan objek yang dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan desa di Borobudur. Sayangnya, ide tersebut kemudian tidak diproses karena Kak Desy memutuskan untuk tetap berfokus pada usaha pembuatan makanannya.

Menjelang tahun 2020, penjualan Raos Magelang mulai surut akibat adanya pandemi. Kak Desy mempertimbangkan peluang usaha baru berupa hampers, dan berencana untuk menggunakan produk bambu yang dulu ia temukan di desa yang dulu ia kunjungi. Berawal dari sana, terbentuklah hampers berwadah bambu (seperti yang ditampilkan di Instagram KRAOSAN) yang berhasil meningkatkan penjualan hingga berlipat-lipat dari penghasilan awalnya. Tak hanya itu, ternyata banyak klien yang berminat membeli wadah bambu yang digunakan dalam hampers.

Mulanya, Kak Desy sempat bimbang karena rencana awal dari usahanya adalah menjual hampers, tetapi, setelah banyak pertimbangan, ia memutuskan untuk memusatkan perhatiannya pada penjualan produk bambu yang kini dikenal sebagai KRAOSAN (Craft by Raos Artisan). Melalui banyak evaluasi, KRAOSAN dan produk-produknya terus mengalami perkembangan berupa peningkatan produksi dan penjualan. Kerja sama antara Kak Desy dengan para pengrajin juga meluas hingga mencapai beberapa desa di Magelang, Sleman, dan Bantul. Saat ini, terdapat 112 jenis produk KRAOSAN yang dijual di Indonesia serta mancanegara, seperti di Malaysia, Singapura, Filipina, Brazil, Vietnam, Mexico, dan untuk ke depannya, UK.

Menurut sebagian pembeli di Indonesia, harga produk KRAOSAN terlalu mahal. Namun, mengingat kualitas bahan dan tujuan didirikannya KRAOSAN untuk menghapuskan kemiskinan serta pernikahan dini di pedesaan sekitar Yogyakarta, Kak Desy tetap teguh mempertahankan penjualan produk bambunya. “Kita memang tidak menjual produk murah. Kita punya misi—kalau kita menjual produk dengan harga yang tinggi, kita bisa memberi harga yang lebih baik untuk pengrajin,” tegasnya.

Sumber: kelas Social Enterprise: Innovating for Empowering Social Change (Sesi khusus: Praktisi Social Enterprise di Indonesia) oleh Bridge Center dan Tri Buana Desy pada Sabtu, 14 Oktober 2023.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

JM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini