Belis Sumba: Tradisi Mahar yang Penuh Nilai Luhur

Belis Sumba: Tradisi Mahar yang Penuh Nilai Luhur
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Apa yang terlintas di benak Kawan GNFI ketika melihat gambar di atas? Gambar di atas, saya ambil dari salah satu pekarangan rumah warga Sumba. Ketika Anda bepergian ke Sumba, pemandangan tersebut akan banyak Anda temui. Ya. Banyak warga Sumba yang memelihara kerbau, kuda, babi. Tujuannya bukan untuk beternak. Namun, untuk memenuhi kebutuhan adat istiadat. Salah satu tradisi tersebut dikenal dengan istilah belis.

Istilah belis biasa dipakai masyarakat NTT dalam tradisi upacara pernikahan. Menurut KBBI belis diartikan sebagai mas kawin atau mahar. Bagi masyarakat NTT belis adalah hal yang penting. Begitu pentingnya tradisi ini, maka masyarakat NTT tidak menghilangkan tradisi ini ketika menyelenggarakan serangkaian acara pernikahan, termasuk masyarakat Sumba.Belis bagi orang Sumba terkait erat dengan harta kawin yang diberikan laki-laki kepada perempuan.

Laki-laki yang akan menikahi perempuan Sumba harus melalui tiga tahap. Tahap perkenalan, masuk-minta, dan pindah adat. Masing-masing tahap, keluarga laki-laki tidak datang dengan tangan kosong. Mereka akan membawa hewan sebagai bentuk penghargaan kepada keluarga perempuan. Laki-laki Sumba akan memberikan sejumlah ekor hewan (kuda dan kerbau), mamuli (perhiasan khas Sumba), dan parang. Di dalam tahapan-tahapan tersebut, terjadi pembicaraan terkait jumlah belis yang harus dibayar keluarga laki-laki. Kesepakatan ini dapat berjalan alot dan memakan waktu yang lama. Bahkan uniknya, ketika kesepakatan belum terjadi maka keluarga perempuan belum mempersilakan tamu untuk menyantap makan malam.

Namun, sayangnya tradisi ini di kalangan masyarakat mendapat pandangan negatif. Jika Anda, ingin mempersunting perempuan Sumba dapat dipastikan akan muncul pernyataan bahwa "Perempuan Sumba itu Belis Mahal". Munculnya pernyataan tersebut sebagai akibat dari keluarga perempuan yang menuntut belis kepada keluarga laki-laki untuk membawa berpuluh-puluh ekor hewan. Pandangan negatif lainnya adalah tradisi belis ini sebagai ladang bisnis yang menguntungkan bagi keluarga perempuan.

Di tengah banyaknya pandangan negatif terkait tradisi belis, mereka tetap menjalankan tradisi belis dan tidak menghilangkannya sampai saat ini. Masyarakat Sumba meyakini bahwa tradisi belis ini tidak hanya sekadar budaya yang sudah ada turun temurun dan harus dilakukan. Melainkan ada nilai luhur yang terkandung dalam tradisi belis ini. Nilai luhur tersebut diantaranya adalah nilai moral, nilai gotong royong, nilai toleransi.

Nilai Moral
Melalui tradisi belis ini, masyarakat Sumba dibentuk secara kepribadian dan moral. Bagaimana ketika laki-laki memenuhi semua syarat belis. Laki-laki Sumba dengan sendirinya akan terbentuk rasa tanggung jawabnya untuk menepati janjinya meminang perempuan yang dicintainya. Belis juga mengikat antara laki-laki dan perempuan. Tersirat bahwa laki-laki akan bertanggung jawab penuh atas kehidupan perempuan yang akan menjadi istrinya. Laki-laki akan menafkahi baik secara materi dan non materi. Perempuan juga dengan setia akan menunggu laki-laki datang menepati janjinya. Hal ini yang menjadi penyebab salah satunya tingkat perceraian di Sumba rendah.

Nilai Gotong Royong
Ketika masyarakat Sumba melakukan serangkaian tradisi pernikahan, maka dapat dilihat nilai gotong royong. Keluarga yang mempunyai hajat tidak bekerja sendirian. Keluarga besar yang lain ikut terlibat bahkan masyarakat di sekitar rumah itu juga turut andil. Bahu membahu mereka akan menyumbangkan apa yang mereka punya. Baik itu berupa materi (uang, hewan, beras, gula) maupun tenaga mereka. Mereka akan membantu menyukseskan acara tersebut. Apa yang mereka lakukan sudah menjadi budaya dari dulu sampai sekarang. Hal yang sangat jarang kita temui di era modernisasi.

Nilai Toleransi
Selain mengikat antara mempelai laki-laki dan perempuan, belis juga mengikat antara kedua keluarga. Ketika berembuk jumlah belis, kedua keluarga saling menghargai pendapat masing-masing. Kesepakatan yang telah terjadi merupakan bentuk toleransi antara kedua keluarga. Belis yang diberikan juga bermakna sebagai tanda penghargaan kepada orang tua perempuan karena mereka telah merawatnya dengan baik. Oleh karena itu, keluarga laki-laki tidak akan sembarangan membawa hewan. Mereka akan memilih kerbau dan kuda yang terbaik. Begitu juga keluarga perempuan akan membalas dengan memberi babi, peralatan rumah tangga, kain, bahkan sampai ada yang memberi mobil.

Tradisi belis tidak perlu dihilangkan dari kehidupan bermasyarakat. Melainkan sepatutnya harus dijaga dan dilestarikan. Karena tradisi belis bukan ladang bisnis. Tradisi belis adalah warisan budaya yang penuh dengan nilai luhur.

Referensi:
1. https://www.goodnewsfromindonesia.id/2022/12/12/keunikan-acara-adat-perkawinan-belis-di-pulau-sumba
2. https://mediaindonesia.com/weekend/333335/belis-tradisi-mas-kawin-di-sumba

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

TR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini