Permata Praja Istimewa

Permata Praja Istimewa
info gambar utama

Salam budaya, pemuda-pemudi bangsa. Malam hari tanggal 28 Oktober 2023 gema gending, lantunan nyinden, bebarengan ketukan suara dalang yang bernama Ki Gunawan. Meriahkan Sumpah Pemuda di Sidikan RW 06 Umbulharjo V, Yogyakarta. Cerah malam itu, terlaksana kebudayaan Jawa berupa Pagelaran Wayang Kulit diadakan oleh Ikatan Kawula Muda Sidikan (IKMS).

Semangat muda-mudi Sidikan yang merupakan pengimplementasian ketiga poin dalam sumpah pemuda yakni tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, bahasa Indonesia. Meski umur yang masih remaja awal hingga madya tak pupuskan jiwa muda dalam mengadakan pagelaran wayang kulit dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda sekaligus sebagai bentuk penguatan budaya lokal dalam pagelaran wayang kulit tersebut.

Di depan barisan puluhan kerlip wayang kulit yang tegak menancap di pelepah pisang, Ki Gunawan memerankan cerita demi cerita dengan suara gending dan sinden yang seirama. Narasi yang dimainkan berisikan nilai moral dalam kehidupan, pengetahuan, filosofi dalam menjunjung tinggi kebajikan dalam mengalahkan kejahatan. Selama pagelaran berlangsung, aku menyisir suasaan di tempat itu. Nampak segala kalangan dari anak-anak, remaja, hingga orang tua sangat antusias menikmati pagelaran wayang kulit. Terpikat alur cerita dan tembang dalang hingga menjadikan mata dan pikiran mereka seperti terhipnotis ketika memirsanya. Begitupun aku yang serius memirsa apa yang dikatakan oleh dalang pada malam itu.

Kekayaan budaya bangsa Indonesia yang terletak di Jawa khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta berupa wayang kulit dapat dikatakan sebagai aset permata yang bersinar di tengah riuhnya modernisasi. Wayang kulit yang terbuat dari pahatan kulit kerbau atau sapi yang berbentuk pipih dan menyerupai tokoh-tokoh di dalam kisah pewayangan. Selain itu, wayang kulit juga merupakan pelopor keteateran Indonesia yang paling tua. Kesenian wayang kulit yang sudah ada sedari ajaran agama Hindu di Indonesia. Dikarenakan pagelaran wayang kulit memiliki ciri khas tersendiri jika dilihat dari berbagai segi dan merupakan karya asli Nusantara. Oleh karena itu, UNESCO memasukan kesenian wayang kulit ke dalam warisan dunia. Warisan budaya leluhur yang masih bertahan hingga sekarang yang harus dijaga dan dilestarikan. Oleh siapa wayang kulit bisa tetap lestari? Benar sekali, oleh seluruh Kawan GNFI sekalian yang berada di seluruh penjuru negeri. Jangan pernah merasa malu belajar kesenian kita sendiri, jangan pernah malu jika dilihat kuno atau ketinggalan zaman oleh orang-orang yang justru tidak sadar bahwa dirinya sudah tergerus oleh zaman. Pemuda seperti kita adalah harapan bangsa yang paling mumpuni untuk terus menggenggam permata berharga milik Indonesia. Jangan sampai budaya yang kita punya diambil alih oleh orang asing yang lebih suka dan tertarik dari pada kita sendiri.

Ketika waktu menandakan tengah malam, kemeriahan pagelaran masih tergambarkan dari semangat masing-masing entitas yang terhubung di dalam pagelaran, mulai dari unsur benda hingga unsur manusia. Potensi kesenian istimewa yang terlahir di tanah Jawa diharapkan bisa merambah untuk bisa dikenalkan di kancah mancanegara sehingga perlu campur tangan Kawan GNFI sekalian yang sekaligus merupakan pemuda harapan bangsa. Jika, saya menyimpulkan pandangan terhadap sosok pemuda dan wayang kulit maka pemuda itu bagaikan dalang dalam pagelaran wayang kulit. Perlu diketahui bahwa dalang sangat menjaga setiap tokoh wayang yang Ia miliki. Tak peduli berapa kali latihan dan berapa kali memerankan tokoh yang sama atau berpindah dari pagelaran satu ke pagelaran yang lain. Seorang dalang akan dengan sepenuh jiwa memainkan wayang dengan diiringi suara gending dan sinden yang begitu nyaring. Begitu juga pemuda yang harus dengan sepenuh hati menjaga kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, tidak hanya wayang kulit saja namun budaya-budaya yang lain juga harus dicintai layaknya dalang yang mencintai wayangnya.

Tengah malam lebih seperempat itu aku pulang dengan masih membekas di telinga suara Ki Gunawan saat mengisahkan Mahabarata. Ada cita rasa tersendiri yang aku rasakan selepas melihat pagelaran wayang kulit. Rasanya ingin melihat lanjutan dari ceritanya dan ingin mengetahui lebih dalam dari sosok pewayangan yang ada. Kawan GNFI yang belum pernah melihat pagelaran wayang kulit harus mencoba sekali minimal seumur hidup untuk melihatnya. Supaya tidak menjadi pemuda yang hanya duduk depan di layar bioskop ataupun di tengah riuhnya konser DJ saja. Apalagi yang berbau budaya barat, itu tidak mencerminkan pemuda Indonesia yang menerapkan sumpahnya. Mengikuti perkembangan zaman itu perlu tapi mencintai budaya lokal itu harus.

Jadilah pemuda Indonesia yang bermartabat. Jadikan budaya sebagai ujung tombak kebanggaan. Kibarkan bendera merah putih, kepalkan tanganmu di dada dan ucapkan ikrar sumpah pemuda bersama. Soekarno pernah bilang “Berikan aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku 1 pemuda, niscaya akan ku guncangkan dunia.”

Setiawan, E. (2020). Nilai Filosofi Wayang Kulit sebagai Media Dakwah. Al-Hikmah, 18(1), 33-50.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini