Menelisik Kebudayaan Daerah Melalui Kebendaan, Tradisi, Maupun Bahasa di Kota Kudus

Menelisik Kebudayaan Daerah Melalui Kebendaan, Tradisi, Maupun Bahasa di Kota Kudus
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Dalam banyaknya hal tentang kebudayaan daerah Kota Kudus adalah salah satu dari banyaknya kota yang memiliki kebudayaan yang menarik. Kota Kretek ini memiliki banyak kebudayaan yang mungkin tidak terlalu banyak orang tahu misalnya tentang gaya arsitektur, bahasa sampai tradisi penyambutan yang biasa digunakan maupun lakukan oleh masyarakat Kota Kretek ini. Kebudayaan daerah yang mungkin masih dikenal meskipun sedikit seperti adanya bangunan masjid kuno, gaya bahasa, dan tradisi kebudayaan daerah tahunan. Apa saja itu? Mari kita simak sedikit kebudayaan daerah dari Kota Kretek, Kota Kudus ini.

Naysilla-Masjid Madureksan
info gambar

1. Masjid Madureksan, sebagai bangunan masjid tertua di Kota Kudus

Masjid Madureksan adalah masjid tertua di Kota Kretek ini, dibangun sejak abad ke-16 sekitar tahun 1520 Masehi. Masjid Madureksan ini terletak di Dukuh Madureksan, Desa Kerjasan, Kabupaten Kudus.

Dahulunya di sekitar Masjid Madureksan ini adalah alun-alun pusat Kota Kudus dan sebagai tata ruang kerajaan Jawa. Sekitar Menara Kudus dahulunya merupakan kawasan tempat tinggal orang Tionghoa yang biasa disebut pecinan lama. Ciri khas pecinan lama dilihat dari arsitektur bangunan dengan dua lantai, yang di mana lantai satu digunakan sebagai toko untuk berjualan dan lantai kedua digunakan untuk tempat tinggal keluarga. Para warga Tionghoa di daerah tersebut juga memiliki pabrik penghasil rokok-rokok yang namanya lumayan terkenal pada masa tersebut. Sebagai contohnya seperti rokok Terweloe, Bal Tiga, Koecheng, dll.

Masjid Madureksan bukan hanya dijadikan tempat ibadah dan tempat Sunan Kudus mengajak umat Islam untuk lebih dekat kepada Allah SWT. saja, tetapi Masjid Madureksan juga digunakan sebagai sarana penghakiman untuk Mahkamah Al-Abdullah. Masjid Madureksan juga digunakan sebagai tempat jual beli, dan penyelenggaraan perkawinan oleh warga Kota Kretek.

Arsitektur unik Masjid Madureksan ini terdapat pada atap arsitektur Mustaka (atap masjid) berbentuk daun kluwih yang melambangkan kebaikan dan tiga susunan atap melambangkan iman, Islam, dan ihsan.

Naysilla-RokokTerweloe
info gambar

2. Tradisi tahunan menjelang bulan Ramadhan, Dhandangan

Dhandangan adalah salah satu tradisi kebudayaan yang paling terkenal di seluruh penjuru Indonesia. Dhandangan merupakan tradisi kebudayaan daerah yang diselenggarakan setiap satu tahun untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dengan durasi pelaksanaan dua minggu menjelang Ramadhan. Tradisi ini dilaksanakan dengan menganut filosofi dari Sunan Kudus, yakni GusJiGang.

GusJiGang sendiri memiliki makna dan kepanjangan tentang ajaran kebaikan dari Sunan Kudus. Gus memiliki kepanjangan “Bocah bagus budi pekerti” yang bermakna masyarakat Kota Kudus harus mempunyai budi pekerti yang baik. Ji dengan kepanjangan “Pinter ngaji” yang bermakna bisa mengaji dan rajin beribadah kepada Allah SWT. Gang dengan kepanjangan “Pinter dagang” memiliki makna masyarakat Kota Kudus harus pintar berdagang seperti yang pernah dilakukan Rasulullah Saw.

Dhandangan bukan hanya berasal dari filosofi Sunan Kudus, tetapi juga sebagai sarana untuk mencari pasangan hidup. Konon katanya pada zaman Sunan Kudus banyak anak gadis dikurung di dalam rumah oleh orang tuanya. Dikurung disini bukan bermaksud buruk tetapi orang tua mereka bermaksud untuk menjaga kesucian anak gadisnya dari tingkah tidak baik para laki-laki di luar rumah mereka. Dampak negatif dari anak gadis yang terlalu lama dikurung menjadikan banyak anak gadis yang beranjak dewasa menjadi perawan tuwa (gadis tua) yang tidak berani menikah karena takut tentang rumor banyaknya laki-laki yang tidak baik.

Meski begitu seiring berjalannya waktu para orang tua memutuskan untuk bermusyawarah kembali tentang anak-anak gadis mereka yang sudah berumur tetapi belum menikah. Mereka bersepakat untuk memberi kesempatan kepada anak gadis mereka setidaknya satu tahun sekali untuk keluar rumah dan mencari pasangan yang cocok dengan anak gadis mereka. Hasil dari musyawarah tersebut para orang tua mengizinkan anak gadisnya keluar rumah pada saat tradisi Dhandangan diadakan.

3. Ciri khas bahasa masyarakat Kota Kretek

Bahasa Jawa menjadi bahasa daerah yang paling banyak digunakan masyarakat Jawa, terutama masyarakat Kota Kudus. Bahasa Jawa di Kota Kudus juga memiliki dua tingkatan yaitu ngoko dan krama, sama halnya dengan bahasa Jawa daerah Jawa lainnya.

Namun bahasa Jawa dengan penyebutan masyarakat Kota Kretek menjadi ciri khas tersendiri yang mencerminkan perbedaan masyarakatnya dengan masyarakat daerah luar Kota Kretek ini. Salah satunya tambahan bahasa identitas masyarakat Kota Kretek yaitu imbuhan kata -em pada akhirnya kata yang menyatakan kepemilikan. Seperti contohnya “bajumu” menjadi klambinem dan “ayahmu” menjadi bapakem.

Bukan hanya imbuhan -em, tetapi masyarakat Kota Kretek juga menggunakan bahasa singkatan dalam bahasa Jawa. Misalnya “ora” menjadi ra yang berarti tidak dan “ndisek” menjadi sek berarti nanti. Adapun kata ciri khas yang sering digunakan masyarakat Kota Kretek adalah ape yang berarti akan atau mau. Kata-kata lainnya juga seperti nek yang berarti ke, dan yang terakhir adalah kata akhiran ta/tha yang menyatakan penekanan pertanyaan.

Contoh kalimatnya seperti “Aku ape nyileh klambine Rani, bar iku ape nek pasar. Kowe ra titip apa-apa ta?”

Ternyata masih banyak masyarakat yang tidak terlalu tahu tentang kebudayaan daerah dari Kota Kretek. Mungkin artikel ini akan menjadi pengantar untuk para masyarakat Kota Kudus maupun luar Kota Kudus lebih mengenal sedikitnya kebudayaan daerahnya. Terutama untuk oara pemuda yang notabenenya tidak menyukai cerita sejarah akan merasa tertarik sedikit demi sedikit tentang kebudayaan daerah peninggalan leluhur mereka.

Ayo kenalkan kebudayaan daerahmu melalui pemuda dengan rasa cinta pada tanah kelahirannya, jangan sia-siakan masa mudmu habis tanpa tahu sejarah Kotamu meskipun hanya sebutir gula pasir!

Ditulis oleh Naysilla Nessa Alfarida

Kudus, 1 November 2023

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini