Perjalanan Warisan Budaya: Keindahan dan Makna Tradisi Telingaan Aruu

Perjalanan Warisan Budaya: Keindahan dan Makna Tradisi Telingaan Aruu
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam dan keanekaragaman budaya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, salah satunya Pulau Kalimantan. Kalimantan merupakan salah satu pulau yang memiliki keanakeragaman budaya dengan keunikan dan daya tarik tersendiri. Pada awalnya, Pulau Kalimantan dihuni oleh suku Dayak sebagai penduduk asli Kalimantan. Suku Dayak adalah sekelompok etnis yang terdiri dari berbagai subkelompok yang mendiami Pulau Kalimantan (Borneo) di Indonesia. Terdapat berbagai jenis suku Dayak yang memiliki budaya, bahasa, dan tradisi yang berbeda. Salah satunya adalah suku Dayak Kenyah. Suku ini termasuk suku pedamalaman yang tinggal di dalam hutan dan hidup secara nomaden.

Makna Tradisi Telingaan Aruu

Terdapat beberapa ciri khas dari orang suku Dayak Kenyah yaitu mereka memiliki tradisi yang unik dalam seni dan budaya. Salah satunya yaitu tradisi memanjangkan daun telinga yang dikenal dengan istilah “Telingaan Aruu”. Tradisi ini diwariskan secara turun temurun yang mana tradisi ini memiliki beberapa makna atau sebagai simbol dalam menunjukkan status sosial dan kecantikan. Menurut (Ati Bachtiar, 2017) dalam Herdiana dan Santoso, suku Dayak Kenyah memanjangkan daun telinganya untuk menunjukkan kecantikan, suku ini memandang nilai kecantikan pada saat lubang telinga telah panjang dengan banyak anting-anting, maka mereka menganggap kecantikan seakan lebih terpancar dari wajah mereka. Tradisi ini juga digunakan sebagai simbol dalam melatih kesabaran dan kesanggupan dalam menanggung beban hidup. Kemudian pemanjangan daun telinga ini dijadikan sebagai penanda identitas kemanusiaan mereka. Namun, sebaliknya mereka menganggap jika orang yang tidak bertelinga panjang dianggap serupa dengan kera. Tradisi telingaan aruu dianggap sebagai sebagai pembeda dan menunjukkan status sosial masyarakat suku Dayak Kenyah. Dalam arsitektur struktur bangunan Rumah Adat Lamin menunjukkan derajat kepangkatan, pembagian kewenangan politis dan pemegang warisan adat. Orang-orang yang dianggap penting akan diberikan tanda khusus atau diberikan kehormatan dimana salah satunya dengan tradisi telingaan aruu. Telinga yang memanjang ini mereprestasikan bahwa seseorang semakin kaya dan kuat secara politik dan adat. Kehormatan akan hak telinga panjang ini dapat diterapkan baik pada orang suku Dayak laki-laki dan perempuan.

Mengenal Proses Telingaan Aruu

Tradisi telingaan aruu biasanya dilakukan pada masyarakat suku Dayak Kenyah sejak bayi. Proses ini diawali dengan penusukan awal atau penindikan yang dilakukan untuk membuat lubang kecil pada daun telinga bagian bawah yang kemudian dipasangi benang sebagai pengganti anting-anting. Selanjutnya setelah luka tindik sembuh, dilakukan pemasangan tusuk yang terbuat dari bahan kayu gabus yang dimasukkan ke dalam lubang tersebut sebagai pengganti benang. Kemudian dilanjutkan dengan proses pemanjangan dimana seiring berjalannya waktu, setiap minggu tusukan tersebut diganti dengan ukuran yang lebih besar dan lebih berat sehingga membuat daun telinga terus memanjang dan proses yang terakhir yaitu pemasangan aksesoris seperti cincin, anting-anting dari bahan tembaga yang disebut dengan “belaong” atau perhiasan lainnya untuk menambah estetika. Penambahan jumlah anting-anting ini dilakukan dengan menyesuaikan usia dan status sosial. Terdapat dua jenis anting-anting yang digunakan yaitu hisang senhaa atau anting-anting yang dipasang di sekeliling daun telinga, dan anting-anting kavaat yang dipasang pada daun telinga.

Dalam tradisi telingaan aruu ini memiliki batasan dalam panjang daun telinga, perempuan suku Dayak diperbolehkan memanjangkan telinga hingga sebatas dada. Sementara para laki-laki hanya diizinkan memanjangkan telinga hingga sebatas bahu. Daun telinga yang memanjang ini dapat kembali memendek apabila tidak lagi mengenakan anting pemberat hingga belasan atau puluhan tahun.

Perkembangan Tradisi Telingaan Aruu Saat Ini

Seiring dengan perkembangan zaman, sangat disayangkan tradisi khas suku Dayak ini perlahan mulai ditinggalkan. Khususnya oleh generasi muda suku Dayak para era tahun 1960-an ke atas yang sudah tidak lagi mengikuti tradisi ini. Hanya sebagian kecil warga saja yang masih menerapkannya. Rata-rata mereka yang masih menerapkan tradisi ini adalah adalah generasi tua yang telah berusia di atas 60 tahun, bahkan sebagian masyarakat suku Dayak yang dulunya bertelinga panjang secara sengaja memotong ujung daun telinganya. Hal ini disebabkan karena anggapan bahwa tradisi itu sudah ketinggalan zaman. Selain itu, mereka juga khawatir anak-anak mereka merasa malu jika tetap mempertahankan budaya telinga panjang tersebut.

Saat ini, tradisi memanjangkan telinga yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Kenyah dijadikan sebagai potensi dalam dunia pariwisata di Kota Samarinda. Melalui Desa Budaya Pampang, kita masih dapat melihat tradisi telingaan aruu. Dengan adanya Desa Budaya Pampang ini maka tradisi nenek moyang suku Dayak Kenyah yaitu telingaan aruu tetap dapat dilestarikan. Kemudian secara tidak langsung, kegiatan pariwisata di Desa ini dapat meningkatkan pendapatan baik untuk pribadi, untuk desa atau pemerintah karena menjadi daerah wisata. Tradisi telingaan aruu ini memang mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan karena kebudayaan ini berbeda dari kebudayaan daerah lainnya dan sudah seharusnya anak bangsa bangga untuk memperkenalkan dan melestarikan tradisi telingaan aruu ini kepada dunia.

Referensi:

Herdiana dan Santoso. 2018. Perancangan Souvenir Beridentitas Tradisi Telingaan Aruu Khas Suku Dayak. Mudra Jurnal Seni Budaya, 33 (2), 257.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

WA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini