Pendekatan Budaya dan Kekayaan Negeri Kepada Wajah Muda

Pendekatan Budaya dan Kekayaan Negeri Kepada Wajah Muda
info gambar utama

#LombaArtikelIPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbungUntukMelambung

Jarang ditemui di media maupun tempat wisata, Omah Pang adalah kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Desa Wisata Nongkosawit. Desa wisata ini terletak di Jl. Raya Nongkosawit, kec. Gunung Pati, Kota Semarang. Selain dikelola oleh aparat desa setempat, pemberdayaan wisata desa ditanggung jawabkan kepada Bapak Warsono dan Ibu Farida dalam Kelompok Sadar Wisata.

Omah Pang merupakan rumah kayu yang sengaja dibangun karena keprihatinan akan keadaan anak muda yang semakin jauh dari guyup rukun di desa, oleh itu untuk mengalihkan dan mengurangi kecenderungan anak-anak pada gadget, tim Kelompok Sadar Wisata mendirikan Omah Pang. Dengan difasilitasi permainan tradisional di dalamnya, anak-anak desa dapat menghabiskan banyak waktu bermain dengan sebayanya di rumah ini.

“Huruf P memiliki arti tempat dalam bahasa jawa panggon, huruf A adalah anak-anak, huruf N adalah ngleluri yang berarti menjaga kekayaan budaya jawa, dan huruf G berarti guyup rukun.” Ujar Bapak Warsono selaku ketua Kelompok Sadar Wisata.

Omah Pang terinspirasi dari sosok nenek moyang yang dahulu berpindah-pindah tempat tinggal, sehingga bentuk fisik Omah Pang dibuat dengan design sederhana namun memiliki kesan visual yang menarik perhatian.

Omah Pang ini dibangun dengan memanfaatkan limbah ranting pohon yang ada disekitar Desa Wisata Nongkosawit, terlebih kayu jati untuk seluruh sisi bagian bangunan, hingga ke bangunan hiasan di sekeliling Omah Pang. Kayu jati adalah jenis yang kuat dan tahan lama, selain itu jati merupakan ciri khas kekayaan pulau Jawa. Di balik itu, memanfaatkan limbah kayu jati juga menjadi usaha dalam mengurangi polusi dan sampah limbah. Proses penguraian kayu dibutuhkan kurang lebih 50 tahun sesuai jenisnya, sehingga limbah kayu yang sulit terurai dapat berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh itu, Omah Pang mengkreasikan limbah tersebut menjadi bangunan sederhana untuk kemaslahatan warga desa. Selain untuk upaya melestarikan kekayaan dan sejarah pulau Jawa, Omah Pang berusaha dalam melestarikan lingkungan dengan memanfaatkan limbah ranting pohon yang tidak digunakan, sehingga mengurangi polusi dan limbah sampah.

Belum lama, Desa Wisata Nongkosawit menggelar acara Malam Keroncong di sekitaran halaman Omah Pang. Kegiatan ini tak hanya diramaikan warga desa, tapi juga terbuka bagi masyarakat luar, termasuk mahasiswa Universitas Diponegoro, Universitas Wahid Hasyim dan UIN Walisongo yang turut serta bergabung. Dari hal ini, keterlibatan mahasiswa menjadi upaya dalam mendukung program pemberdayaan Desa Wisata, terlebih dalam bidang budaya.

Hal unik dalam memeriahkan malam tersebut adalah dengan mendatangkan Waroeng Keroncong, yang merupakan komunitas orang tua dalam melestarikan musik keroncong dan menjadi kekayaan kota Semarang. Komunitas ini telah berdiri sejak 2008 lalu dan hingga kini masih tetap eksis di kalangan orang tua maupun anak muda. Waroeng Keroncong berhasil melakukan pagelaran di beberapa tempat wisata Semarang, seperti Kota Lama, Taman Indonesia Kaya, Taman Kedongdong, dan kawasan lainnya. Meski penampilan utamanya merupakan sajian musik keroncong, namun berhasil menarik hati setiap penonton, hingga kini komunitas ini rutin mengadakan pagelaran di malam Rabu dengan tempat yang berbeda-beda.

Malam Keroncong tersebut semakin meriah dengan suguhan penampilan istimewa Keroncong Berkah Dalem yang membawakan beberapa lagu, seperti Koyo Jogja Istimewa, Pak Tani, Caping Gunung, dan Andaikan Kau Datang Kembali.

“Seni dapat ditafsirkan bebas sesuai dengan kondisi atau suasana hati masing-masing, dan musik adalah ekspresi budaya.” Ujar Bapak Haji Stianto yang merupakan ketua Komunitas Waroeng Keroncong. Beliau bahkan mengajak dan membina para mahasiswa untuk bisa melanjutkan keroncong melalui program pelatihan keroncong gratis miliknya di Pedurungan.

Dari hal diatas, banyak pesan yang dapat diambil dalam melestarikan kebudayaan, kekayaan, sejarah, hingga pelestarian lingkungan. Melalui Omah Pang, kawan GNFI diajak untuk kembali melestarikan nilai sejarah dan nilai budaya yang lahir dalam masyarakat. Guyup rukun adalah kebiasaan dan ciri khas masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu, dan merupakan hal yang patut dilestarikan di zaman masyarakat individualis seperti sekarang ini. Selain itu, memanfaatkan limbah kayu juga menjadi nilai sederhana yang diajarkan kepada masyarakat sekitar hingga pendatang untuk turut berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan melalui hal-hal kecil. Karena untuk menjaga nilai budaya, tidak perlu melupakan kewajiban kita untuk tetap menjaga kelestarian bumi.

Hal menarik dari Waroeng Keroncong juga menjadi motivasi anak-anak muda untuk tetap melestarikan kekayaan seni Indonesia melalui musik keroncong. Meskipun sebagian besar musik jenis ini dinikmati oleh orang tua, namun kini dapat dikombinasikan dengan berbagai jenis musik lainnya, bahkan musik barat sekalipun. Musik keroncong yang merupakan kekayaan pulau Jawa termasuk Jawa Tengah adalah hal yang telah lama tidak eksis karena jenisnya, namun kini dengan upaya komunitas Waroeng Keroncong, musik ini kembali digaungkan kepada masyarakat luas.

Melalui keturutsertaan mahasiswa dan kaum muda setempat dalam menikmati malam keroncong, seharusnya menjadi motivasi tersendiri dalam melestarikan kekayaan dan budaya masyarakat yang telah lama tak didengar karena termakan zaman. Kegiatan tersebut membawa kepada masa lampau yang masih hangat dengan guyup rukun masyarakat desa.

Kawan GNFI terutama kaum muda, sudah memiliki kewajiban dalam melestarikan segala kekayaan dan budaya masyarakat yang telah pudar perlahan. Menggalakan nilai budaya dan lingkungan kepada masyarakat merupakan pr kita bersama.

Masih banyak sekali budaya dan kekayaan Indonesia yang belum terjamah media dan massa, jika bukan melalui tangan dan kaki kita, siapa yang akan kembali mengenalkannya kepada mereka?

Selanjutnya, budaya dan nilai lingkungan apa yang ingin kawan GNFI kenalkan kepada massa?


https://repository.unika.ac.id/27925/2/15.D1.0012-MUHAMMAD%20ISA%20PROBO%20SEJATI_BAB%20I_a.pdf)

https://suarabaru.id/2023/07/06/waroeng-keroncong-kekayaan-wisata-budaya-kota-semarang

https://pariwisataindonesia.id/budaya-dan-sejarah/omah-pang-wisata-budaya-di-kota-semarang-yang-mendunia/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HK
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini