Melihat Proses Kehidupan Bermunculan Pasca Letusan Krakatau 1883

Melihat Proses Kehidupan Bermunculan Pasca Letusan Krakatau 1883
info gambar utama

Letusan dahsyat Gunung Krakatau pada 27 Agustus 1883 telah merenggut 36.000 jiwa dan hanya menyisakan puncak Rakata yang kini menjadi sebuah pulau. Daratan yang tumbuh rata-rata empat meter per tahun itu adalah Gunung Anak Krakatau.

Karena itu, tanaman atau satwa tak mampu tumbuh karena kondisi lingkungan ekstrim. Daratan yang muncul mula-mula masih mengeluarkan asap. Tetapi lambat laun kehidupan pun berlangsung di sana.

Mitos Pemisahan Pulau Jawa dan Sumatra karena Letusan Gunung Krakatau, Benarkah?

Ahli ekologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI (kini BRIN), Prof Tukirin Partomihardjo PhD menganalisis kehidupan tumbuhan di wilayah Krakatau bermula dari pantai. Sebab, kondisi di tepian pantai lebih bersahabat antara lain karena tersedianya air.

Disebutkan olehnya, tiga spesies yang berpeluang menjadi pionir bagi terbentuknya hutan di pulau itu adalah ketapang Terminalia catappa, keben Barringtonia asiatica, dan nyamplung Inophyllum calophyllum.

“Jenis-jenis pelopor yang merajai tahap awal memiliki kemampuan memencar dan menetap dengan baik, derajat kedatangan tinggi, dan memiliki sifat biologi yang unggul,” katanya yang dimuat Trubus.

Mulai bersahabat

Dikatakan oleh Tukirin, kehadiran beberapa tumbuhan menjadikan pulau kian bersahabat untuk kehidupan spesies lain. Jenis yang mampu berkembang pada habitat steril seperti paku-pakuan turut mengawali suksesi di bagian dalam.

“Jenis yang dipencarkan oleh angin termasuk anggrek kemudian membentuk padang rumput. Komunitas yang hidup di daerah terbuka terus berkembang mengawali kolonisasi Krakatau,” ujar Tukirin.

Legenda Selat Sunda dan Gunung Krakatau, Tercipta dari Kemarahan Seorang Raja

Dilanjutkan olehnya tahapan berikutnya burung dan kelelawar hadir dengan membawa biji berbagai spesies. Mereka akan memancarkan biji ke tempat yang lebih jauh. Berkat bantuan satwa-satwa itulah hutan di Anak Krakatau kian meluas, lebih dari 17 hektare.

Tetapi sebagian wilayah hutan kemudian rusak akibat muntahan lava pada tahun 2012. Menurutnya banyak pohon yang terbakar akibat letusan itu. Harap mafhum, menurutnya suhu batu yang terlontar itu mencapai 1.200 derajat celcius.

“Titik cair batu itu 1.000 derajat celcius,” jelasnya.

Flora yang mampu bertahan

Melchior Treub, direktur Kebun Raya Buitenzorg sempat mengadakan observasi di Rakata pada 1886. Pada pengamatannya setidaknya telah ada beberapa spesies lumut, pakis, dan ganggang yang membentuk koloni di Rakata.

“Mulai 1906 hutan-hutan semakin melebat, pohon-pohon semakin dewasa, pendakian 2.000 kaki ke puncak semakin sulit karena hutan-hutan (sungguhan!) mulai menutupi sisi gunung,” jelasnya yang dimuat Tirto.

Tanaman semak dan sulur-suluran adalah yang pertama kali tumbuh di Krakatau. Sementara tanaman-tanaman perintis yang tumbuh di dataran pedalamannya dipastikan berasal dari spora dan biji-bijian yang terbawa angin atau burung.

Catatan Beragam Perilaku Aneh Hewan di Sekitar Letusan Gunung Krakatau 1883

Sementara itu, fauna pertama yang membentuk koloni seperti serangga, burung laut, dan kadal. Golongan ini mudah beradaptasi karena secara natural menyukai hawa kering. Kemudian muncul beberapa hewan lain setelah tanaman keras.

“Hasil keseluruhannya, lebih dari satu abad setelah letusan itu, adalah adanya sekelompok pulau-pulau yang mempunyai komposisi biologis dan botanis yang sangat berbeda dari daratan yang terletak 15 mil di utara (Sumatra) dan timur (Jawa),” tulisnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini