Upayaku dalam Melestarikan Seni Toleat Khas Pandeglang

Upayaku dalam Melestarikan Seni Toleat Khas Pandeglang
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Upayaku dalam Melestarikan Kebudayaan

Tahun 2021, saya melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Cinyurup, Kabupaten Pandeglang, Banten. Lokasinya berada di bawah kaki Gunung Karang, dengan ketinggian sekitar 300 meter di atas permukaan laut. Daerah yang masih asri, sejuk dan indah dipandang mata. Kita bisa melihat kota Pandeglang dari kampung tersebut, terutama jika berdiri di sekitar wahana bermain Kampung Domba Cinyurup.

Istilah Kampung Domba itu muncul sebab dulunya (2007-2016) Kampung Cinyurup menjadi pusat peternakan domba, hasil uji laboratotium lapangan oleh Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor. Jumlah domba yang diternak oleh warga setempat, lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kampung Cinyurup itu sendiri.

Mayoritas penduduk Kampung Cinyurup bekerja sebagai petani ladang dan penggarap, beberapa warga lainnya bekerja sebagai gojek dan pedagang. Mereka memiliki ladang perkebunan yang berdekatan dengan kawasan observasi hutan lindung Gunung Karang. Hampir setiap hari, para petani pergi ke ladang tersebut untuk mengerjakan apapun yang mereka bisa lakukan, mulai dari membersihkan lahan dari tumpukan daun yang berjatuhan, mengecek kualitas tanah dan sumber air, menanam bibit sayuran baru, dan mengambil hasil panen jika musimnya telah datang.

Beberapa jenis sayuran yang menjadi komoditas utama, yaitu; cabai, labu, tomat, seledri, bayam, kangkung, wortel, jahe dan lain sebagainya. Adapun sisa panen atau sampah dari sayuran tersebut difungsikan menjadi pakan domba.

Saya dan teman-teman KKN juga pernah diajak oleh Pak Ustman, mantan RT kampung Cinyurup, untuk datang ke lahan perkebunan miliknya. Kedatangan kami disambut baik oleh beberapa petani yang lebih dulu datang ke lahan tersebut, kami diajari oleh mereka cara memilih bibit yang bagus, cara menanam bibit yang baik, pola perawatan tanaman, dan pasca panen tanaman.

Dunia tani yang sekarang sudah canggih dengan berbagai teknologi, namun penduduk Kampung Cinyurup tetap menggunakan pengetahuan turun-temurun dari leluhur untuk usaha pertanian. Bagi saya kegiatan tersebut masuk dalam kategori literasi sains dan finansial, sehingga untuk menumbuhkan budaya literasi, kita harus memiliki keinginan untuk berbaur dan bergerak dengan masyarakat setempat.

Di sela-sela kesibukan menjadi seorang petani, maka untuk menghilangkan penat atau jenuh dengan pekerjaan. Petani akan memainkan toleat (alat musik tiup) yang terbuat dari bambu dengan ujung alat ditutup oleh kayu. Suara toleat tersebut akan menggema ke seluruh penjuru mata angin, dan jika suara toleat itu terdengar oleh petani sekitar, maka akan direspon dengan memainkan toleat miliknya. Mereka akan saling sahut-menyahut di antara perkebunan atau permukiman dengan irama yang indah. Keadaan tersebut bagi warga setempat diartikan sebagai rasa syukur memiliki banyak keluarga.

Menurut Kompas.id, bahan baku toleat adalah bambu tamiang, dengan karakter bunyi tidak terlalu melengking, namun terdengar lebih lembut sehingga memberikan kesan ketenangan bagi siapa saja yang mendengarnya, bahkan nada yang keluar dari toleat juga sangat harmonis.

Menurut Pak Utsman, toleat ini sudah dimainkan sejak berdirinya Kerajaan Sunda. Saya dan teman-teman senang, terharu dan beruntung bisa menyaksikan seni toleat yang dimainkan oleh para petani di Kampung Cinyurup. Budaya tersebut harus dilestarikan oleh generasi muda, terutama oleh pemuda yang ada di Kampung Cinyurup, supaya tidak melupakan seni khas daerah sendiri yang sudah diajarkan secara turun-temurun.

Agar rasa senang tidak dirasakan oleh diri sendiri, saya membagikan moment para petani memainkan toleat ke berbagai sosial media yang saya miliki, mulai dari WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Beberapa komentar dari netizen tidak luput meramaikan story yang saya buat di sosial media tersebut. Saya rasa seni toleat harus diperkenalkan lebih luas kepada masyarakat, terutama dengan menampilkannya pada berbagai acara resmi pemerintah, baik tingkat daerah, provinsi bahkan nasional.

Apalagi di era digital sekarang ini, sosial media bisa menjadi jembatan untuk memperkenalkan budaya lokal. Kita foto dan ambil video para petani yang sedang memaikan toleat, setelah itu edit videonya agar menarik dan lebih kreatif, kemudian upload di halaman sosial media masing-masing, dengan memberikan tagar dan tandai akun para pejabat yang ada di daerah tersebut.

Seni toleat akan menjadi budaya lokal yang menarik dan terjaga keberadaannya, jika didukung dan mendapatkan perhatian dari berbagai elemen. Untuk itu, saya sangat mengapresiasi kepada pemuda yang tergabung dalam Pandeglang Creative Hub, telah menyelenggarakan acara Festival Kultur Pandeglang 2023, salah satunya menampilkan kesenian toleat yang dimainkan oleh petani di Kampung Cinyurup. Antusias masyarakat yang menonton acara, memberikan semangat kepada petani untuk mempersembahkan penampilan terbaik. Gemuruh tepuk tangan penonton menyambut hangat setiap aliran suara dari toleat tersebut.

Acara juga dihadiri oleh kalangan pejabat dan penduduk yang tinggal di sekitar Pandeglang. Momentum tersebut menjadi langkah baik untuk terus melestarikan kebudayaan, bahkan panitia acara memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk belajar seni toleat, namun dirundingkan dan dijadwalkan terlebih dahulu dengan pelaku seni, sedangkan pemerintah daerah akan memfasilitasi seperti tempat dan medianya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MF
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini