Pemahaman Ilmu dalam Peradaban Islam: Sejarah dan Warisan Intelektual

Pemahaman Ilmu dalam Peradaban Islam: Sejarah dan Warisan Intelektual
info gambar utama

Masa Rasulullah SAW

Dari sudut pandang sejarah, orang Arab pada saat itu menganggap biasa ajaran Islam yang menekankan pentingnya menuntut ilmu. Bagi bangsa Arab, terutama bagi kaum Quraisy, terdapat kesenangan lain yang lebih diutamakan daripada memperluas pengetahuan, seperti menghormati dan meneruskan warisan yang telah ditinggalkan oleh para leluhur. Sebelum masa Islam, hanya sedikit sekali anggota masyarakat Arab yang memiliki keterampilan membaca dan menulis. Mereka cenderung memilih untuk mengingat narasi atau menghafal puisi secara lisan dibandingkan menulisnya. Salah satu alasan mengapa masa sebelum Islam sering disebut sebagai zaman jahiliah.

Seiring datangnya agama Islam, masyarakat Arab semakin rajin dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain untuk melaksanakan perintah-perintah agama yang tercantum dalam Al-qur'an dan hadis Rasulullah, manfaat ilmu pengetahuan juga sangat dirasakan oleh umat. Oleh karena itu, menjadi kebiasaan yang sangat penting dan dilakukan oleh sahabat Rasulullah adalah belajar dengan upaya mencapai pengetahuan yang sebanyak mungkin.

Masa Khulafaur Rasyidin

Setelah wafatnya Rasulullah, ajaran yang dipimpin oleh beliau tidak dibiarkan oleh para sahabat. Akan tetapi, mereka malah semakin sangat antusias untuk mengeksplorasi pengetahuan, terutama dalam bidang agama agar sesuai dengan ajaran yang diberikan oleh Nabi Muhammad. Ilmu-ilmu keislaman yang sedang berkembang pada masa itu meliputi disiplin ilmu seperti fikih, Al-Qur'an, dan Hadis.

Salah satu kebijakan yang perlu diperhatikan adalah dalam ilmu fikih. Pada waktu itu, penguasa khalifah telah mengirim para ahli fikih untuk menjabat sebagai mufti. Mufti merupakan orang-orang terpelajar dan pakar dalam bidang hukum yang juga ditugaskan sebagai penyelesaian masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Mufti ini kemudian akan mengajarkan dan memperluas pengetahuan tentang fikih di antara umat Islam di berbagai daerah yang dikuasai oleh Islam seperti Mekkah, Madinah, Basra, Kufah, Syam, Mesir, dan wilayah lainnya.

Di samping pengetahuan fikih, pengetahuan lain juga mengalami perkembangan. Pencapaian yang luar biasa telah diraih dalam bidang studi Al-Qur'an. Pada masa awal Islam, Al-Qur'an belum dikumpulkan dan hanya ditulis di tempat-tempat seperti pelepah kurma, tulang unta, dan kulit domba. Namun, pada masa para sahabat Nabi, Al-Qur'an mulai dikumpulkan. Pada masa kepemimpinan Abu Bakar, semua tulisan-tulisan tersebut disatukan dan dikompilasi menjadi satu. Program ini berlanjut pada era Umar ketika ia kemudian menyalinnya dalam lembaran-lembaran yang terpisah. Selain itu, selama masa pemerintahan Khalifah Usman, Al-Qur'an tersebut dikompilasi dan direproduksi menjadi empat salinan baru. Salinan orisinal teks ini disimpan di rumah pribadi Khalifah Usman yang dikenal sebagai Mushaf ‘Usmani.

Pada tahap awal perkembangannya, ilmu hadis hanya diajarkan melalui menghapal, karena orang-orang khawatir bahwa jika hadis dituliskan, akan tercampur dengan teks asli Al-Qur'an. Karenanya, di antara para sahabat, banyak yang mengingat hadis-hadis Rasulullah dengan sempurna tanpa harus melihat atau mengingat catatan terlebih dahulu. Banyak yang memahami artinya, bahkan lebih banyak yang mengingat ucapan-ucapan hadisnya.

Masa Daulah Umayyah

Kala dakwah Islam pada masa para sahabat telah dilaksanakan di berbagai wilayah, khususnya pada masa kekuasaan Daulah Umayyah, wilayah kekuasaan Islam mengalami perluasan yang signifikan. Agama Islam tidak hanya menjadi agama yang diikuti di Jazirah Arab saja, tetapi juga di negara-negara di luar Jazirah Arab seperti Afrika, Eropa, dan Asia. Hal ini perlu dimengerti karena salah satu kebijakan utama yang diterapkan Daulah Umayyah adalah upaya untuk memperluas wilayah Islam.

Dengan menerapkan kebijakan perluasan wilayah sebagai bagian dari strategi politik pemerintahan Umayyah, secara tidak langsung meningkatkan jumlah orang yang menganut agama Islam. Meski tidak ada paksaan dalam memperluas wilayah untuk menganut agama Islam, namun penduduk dengan sukarela menerima dan mengikuti agama tersebut. Pada saat itu, agama Islam juga mengalami pertumbuhan yang cepat di wilayah yang dikuasainya yang meliputi daerah dari Afganistan hingga Andalusia.

Pada umumnya, kemajuan pengetahuan masih terfokus pada bidang-bidang studi berbasis keagamaan. Banyak warga yang mengkaji ilmu Al-Qur'an, hadis, dan fikih. Orang-orang pada masa itu merasa tertarik untuk belajar ilmu-ilmu tersebut karena dianggap sangat essensial dalam pengembangan keyakinan, hukum syariat, dan moralitas umat. Sama halnya dengan pengetahuan filsafat, masyarakat muslim juga tertarik pada ilmu tersebut sebagai sarana untuk berdebat dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Masa Daulah Abbasyiah

Selama Daulah Abbasyiah, kemajuannya dalam pengembangan ilmu sangat mengesankan. Kemajuan ini hanya merupakan situasi pada masa tersebut. Saat itu, kondisi ekonomi dan politik telah mengalami kemajuan yang signifikan. Pada situasi ini berlangsung setelah Khalifah Abul Abbas as-Saffah dan Khalifah Abu Ja’far berhasil melindungi dan mengatasi musuh-musuh mereka, sehingga tidak ada lagi ancaman yang dapat merugikan pemerintahan Daulah Abbasyiah.

Puncak kejayaan Daulah Abbasyiah terjadi saat Khalifah Harun Ar-Rasyid dan putranya Al-Ma'mun memerintah. Selama pemerintahan Harun ar-Rasyid, kemajuan dalam berbagai aspek dapat dicapai, termasuk kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan sastra. Pada zaman Ma'mun, perhatian terhadap kegiatan intelektual dan ilmu pengetahuan sangatlah besar. Selanjutnya, lembaga pusat pengkajian ilmu pengetahuan yang dikenal sebagai Baitulhikmah juga didirikan pada saat itu. Secara praktis, kota Bagdad menjadi titik pusat perkembangan kebudayaan dan pengetahuan yang tak tertandingi di seluruh dunia.

Diantara beberapa kebijakan penting Daulah Abbasyiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan anatara lain sebagai berikut:

  1. Penerjemah Karya Asing. Untuk mendukung suksenya pengembangan pengetahuan, pemerintah mengambil kebijakan berupa penerjemahan karya-karya asing. Beberapa karya penting diterjemahkan, misalnya dari bahasa Yunani, Persia, dan India.
  2. Menggalang Penyusunan Buku-Buku Selain menerjemahkan karya-karya asing, para ilmuwan juga mulai melakukan penyusunan buku-buku. Penyusunan buku menjadi penting sehingga pemikiran dan pendapat seorang ilmuwan dapat disampaikan kepada khalayak lebih luas.
  3. Menghidupkan Kegiatan Ilmiah Karena pada zaman Abbasyiah sangat menjunjung tinggi kemajuan ilmu pengetahuan, kegiatan ilmiah pun berlangsung semarak. Saat itu para ilmuwan muslim berkumpul dalam sebuah majelis untuk saling berbagi pengetahuan kepada yang lain.
  4. Membangun Lembaga Pendidikan Pada masa Khalifah al-Ma’mun didirikan akademi pertama bernama Baitulhikmah. Akademi tersebut juga dijadikan pusat penerjemah sejumlah karya asing berkualitas.

Meskipun setelah zaman Daulah Abbasyiah Islam mengalami kemunduran, tetapi tidak berarti ilmuwan muslim tidak lahir pada masa itu. Pada Abad pertengahan dan pembaruan muncul juga tokoh-tokoh muslim yang gagasan keilmuannya dapat kita lihat saat ini.

Referensi:

Basori, Khabib. 2018. Ilmuwan-Ilmuwan Muslim Pengubah Zaman. Klaten: Penerbit Cempaka Putih.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

S
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini