Mengembalikan Minat Permainan Tradisional di Tengah Menariknya Permainan Modern

Mengembalikan Minat Permainan Tradisional di Tengah Menariknya Permainan Modern
info gambar utama

#LombaArtikelIPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Kawan GNFI, saat ini permainan tradisional dapat dikatakan terancam punah diantara menjamurnya permainan modern. Hal ini menjadi wajar karena perkembangan permainan modern yang semakin kreatif dan begitu cepat penyebarannya menjadikan cukup banyak permainan yang lebih menarik dibandingkan dengan permainan tradisional.

Ditambah dengan adanya dukungan internet menyebabkan interaksi antar pemain menjadi lebih mudah dan dapat menjangkau pemain lain yang lebih luas dibandingkan permainan tradisional.

Meskipun permainan tradisional dapat dibuat versi digitalnya, dibutuhkan keahlian yang cukup tinggi dari pengembangnya dan di Indonesia, belum banyak pengembang yang mampu meningkatkan level dari permainan tradisional. Selain itu, sensasi bermain permainan tradisional dengan permainan modern berbeda.

Menurut Mohamad Zaini Alif kepada CNN Indonesia, ada sekitar 2.600 permainan tradisional yang dapat ditemukan di Indonesia namun saat ini kecenderungannya terus menurun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Heri Yusuf Muslihin, dkk (2021) di Kabupaten Tasikmalaya, pada tahun < 1960 terdapat 9 permainan yaitu baren, gobag, jungkung, kasti pecle, rencod, sapintrong, sosorodotan, dan ucing sumput. Lalu di tahun 1960 - 1970 sempat bertambah 2 yaitu bekles dan congklak. Di tahun 1970 - 1980, hanya 6 permainan tradisional yang masih dimainkan yaitu baren, kasti, pecle, rencod, sosorodotan, congkak.

Pada tahun berikutnya hingga 2020, permainan tradisional di Kabupaten Tasikmalaya hanya sekitar 6 - 7 saja dimana yang di tahun tertentu sempat menghilang, muncul kembali di beberapa tahun berikutnya dan terus bergantian namun tidak ada nampak penambahan permainan tradisional.

Menurut William Tedy (2015), penyebab hilangnya permainan tradisional dikarenakan: (1) tidak adanya sarana dan tempat bermain, (2) kurangnya waktu bermain, (3) munculnya permainan modern yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, (4) Terputusnya pewarisan budaya karena tidak adanya pencatatan, pendataan, dan sosialisasi sebagai produk budaya masyarakat kepada generasi dibawahnya.

Pemerintah sebenarnya juga telah berusaha mengenalkan kembali permainan tradisional dengan misalnya mengadakan Pekan Kebudayaan Nasional, Festival Dolanan Tradisional Anak. Pekan Kebudayaan Nasional bahkan sudah bekerjasama dengan berbagai komunitas sejak awal berdirinya di tahun 2019.

Berbagai kegiatan terkait permainan tradisional seperti Festival Permainan Anak Tradisional di Desa Simo, Kabupaten Tulungagung. Lalu ada lomba permainan rakyat tingkat SD-SMP se-Indonesia di Kabupaten Asahan dan Festival Permainan Tradisional Alimpiado di Kabupaten Tasikmalaya. Sedangkan untuk Festival Dolanan Tradisional Anak lebih fokus untuk Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Keseriusan Pemerintah terhadap eksistensi permainan tradisional perlu kita apresiasi namun tetap dibutuhkan peran serta masyarakat terutama dari lingkungan yang paling kecil yaitu keluarga. Menurut AAGN ARI Dwipayana, Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud, Keluarga dianggap sebagai ujung tombak pelestarian warisan budaya dan ini tentu termasuk melestarikan permainan tradisional.

Kawan GNFI yang kelahiran 1980-an atau generasi X mungkin masih dapat merasakan beberapa permainan tradisional seperti penulis yang juga kelahiran 1980-an masih dapat bermain gasingan, benteng - bentengan, gobak sodor, kasti, bekel, engklek, dan lain - lain. Pengalaman pernah merasakan permainan tradisional ini akan lebih baik jika disalurkan kepada generasi berikutnya, terutama bagi yang sudah memiliki keluarga.

Mungkin sudah saatnya bagi kawan GNFI bersama - sama mulai untuk melestarikan permainan tradisional yang dulu sempat dimainkan dan berbagi kepada generasi milenial dan generasi Z. Generasi inilah yang akan meneruskan generasi sebelumnya dan meskipun kedepannya akan ada beberapa permainan tradisional yang kurang diminati karena membutuhkan taman bermain yang luas.

Hal ini dikarenakan saat ini taman bermain anak perlahan berkurang. Menurut inews, hal ini dikarenakan pemerintah dan developer cenderung lebih fokus pada infrastruktur dan kemajuan ekonomi daripada mempertahankan tanah lapang yang secara tidak langsung berdampak kepada ekonomi. Selain itu karena adanya perubahan gaya hidup anak dimana kegiatan di luar rumah mulai ditinggalkan dan lebih memilih bermain dengan gawainya.

Anak bermain Congklak
info gambar

Pengenalan permainan tradisional kepada generasi saat ini perlu dilakukan dan hal ini juga penulis lakukan kepada anak penulis dengan membelikan congklak. Kebetulan isteri penulis berasal dari Jawa Tengah dan cukup mengerti beberapa permainan tradisional seperti congklak dan untungnya papan untuk permainan congklak mudah untuk didapatkan dan terjangkau.

Meskipun saat ini anak masih sering bermain dengan gawainya, namun secara perlahan penulis mengenalkan permainan tradisional secara bertahap dan untungnya mereka tertarik untuk memainkannya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini