Pembelajaran Mulok Berbasis STEM : Mengajar Budaya Dengan Cara Kreatif

Pembelajaran Mulok Berbasis STEM : Mengajar Budaya Dengan Cara Kreatif
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Pada periode pembelajaran yang baru di tahun 2023, saya diberikan tugas tambahan oleh kepala sekolah mengasuh mata pelajaran muatan lokal (Mulok) untuk peserta didik kelas VIII di SMPK Giovanni Kupang.

Sebagai guru dengan latar belakang keilmuan asli matematika, tanggung jawab ini tidak hanya baru tetapi juga memberikan tantangan tersendiri. Dari angka, rumus dan simbol beralih ke cerita rakyat, makanan lokal, adat istiadat, tradisi dan budaya.

Saya mengamini perintah tersebut dengan sebuah refleksi sederhana, mungkin melalui mata pelajaran Mulok, saya bisa berkontribusi menjaga dan mewarisi kelestarian budaya kepada peserta didik sebagai generasi baru NTT dan Indonesia.

Saya semakin bersemangat memerankan tugas sebagai guru Mulok ketika membaca pernyataan Marcus Garvey yang tertulis, orang yang tidak mengetahui sejarah, asal usul, dan budaya masa lalunya seperti pohon tanpa akar. Kata-kata ini membuat saya terpacu untuk mencetak generasi NTT yang berbudaya.

Mulok sejatinya merupakan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya.

Melalui pembelajaran Mulok peserta didik diarahkan dapat mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya dan spiritual sekaligus melestarikan dan mengembangkannya agar berguna bagi diri dan lingkungannya.

Bagi peserta didik, pembelajaran Mulok bukan sesuatu yang baru karena mereka sudah mendapatkan materinya di jenjang sekolah dasar. Tantangan yang terkemuka bagi saya adalah bagaimana meramu pembelajaran Mulok menjadi menarik dan menyenangkan.

Jika mengajar dengan pola lama yakni meminta peserta didik menghafal cerita rakyat kemudian memberikan tes tertulis, bisa jadi membuat peserta didik bosan dan meninggalkan kelas.

Mencermati kondisi saat ini yang dilumuri kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), saya menemukan ide untuk memadukan materi Mulok dengan berbagai perkembangan yang terjadi.

Ide itu kemudian saya kemas menjadi pembelajaran Mulok berbasis STEM (Science, Technology, Engineering dan Mathematics). Dalam pembelajaran ini, peserta didik diarahkan untuk mengaitkan produk-produk budaya lokal dengan salah satu atau keseluruhan unsur STEM. Beberapa materi yang saya kembangkan antara lain, tenun ikat dan motifnya, cerita rakyat dan program penelitian terhadap masyarakat adat.

Dalam materi tenun ikat dan motifnya, peserta didik saya arahkan untuk menemukan kekayaan intelektual nenek moyang orang NTT melalui aktivitas sains yang mereka lakukan pada jaman dahulu ketika membuat pewarna dari bahan-bahan alami yang diambil dari alam.

Unsur teknologi nampak pada bagaimana nenek moyang mengubah kapas menjadi benang juga menggunakan alat-alat tradisional untuk merajut benang menjadi sebuah kain. Terdapat pula unsur matematika yang bisa terlihat dari motif tenun ikat yang berpola dan berbentuk beberapa bangun datar.

Untuk materi cerita rakyat, saya meminta peserta didik secara berkelompok membuat konten video cerita rakyat NTT yang selanjutnya wajib diposting di akun media sosial peserta didik.

Saya membebaskan peserta didik dalam memproduksi konten videonya, bisa berbentuk cerita lepas, podcast atau menggunakan animasi. Pola ini saya terapkan agar peserta didik bisa memanfaatkan produk-produk digital untuk mempromosikan cerita rakyat yang merupakan kekayaan budaya NTT.

Agenda khusus yang didalami dalam pembelajaran Mulok adalah penelitian sederhana bersama masyarakat adat. Dua kali saya membawa peserta didik bermalam bersama Masyarakat di kampung adat. Pertama, di kampung adat Boti, Kecamatan Kie, Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Di sana kami mempelajari perhitungan sembilan hari dalam seminggu menurut kosmologi orang Boti yaitu hari api, hari air, hari besi, hari dewa bumi dan dewa langit, hari perselisihan, hari berebutan, hari besar, hari anak dan hari istirahat.

Pserta didik ditemani beberapa guru mengunjungi tokoh adat penjaga Gunung Fatuleu yang berlokasi di Kabupaten Kupang. Pertemuan itu bertujuan menggali cerita sejarah tentang asal-usul Gunung Fatuleu. Foto : Dokumentasi Pribadi
info gambar

Kedua, di Desa Nunsae, Kecamatan Fatuleu Tengah, Kabupaten Kupang. Kami bertemu dengan salah satu tokoh adat untuk menggali cerita asal usul Gunung Fatuleu yang merupakan gunung keramat bagi masyarakat pulau timor.

Melalui pembelajaran Mulok yang dikemas menarik dan menyenangkan, saya berhasil membuat peserta didik bersemangat mendalami budaya NTT yang beraneka ragam. Untuk merangsang generasi baru yang apatis terhadap budaya perlu cara-cara kreatif.

Kawan GNFI yang merupakan guru Mulok di sekolah bisa meniru apa yang saya buat atau mengembangkannya sesuai kebutuhan peserta didik di sekolah. Dengan melakukan inovasi pada pembelajaran Mulok, saya dan Kawan GNFI ikut berperan menanamkan kecintaan terhadap budaya kepada generasi Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini