Sepanjang Aliran Nadi Kebudayaan

Sepanjang Aliran Nadi Kebudayaan
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Bukan tanpa alasan, Kota Seribu Sungai atau City of a Thousand Rivers nampaknya memang pantas disematkan pada Kota Banjarmasin, sebab ke arah mana pun kawan-kawan melakukan perjalanan di Kota Banjarmasin, akan sangat mudah bagi kawan-kawan untuk menemukan Sungai. Terdapat setidaknya 190 sungai (Anjani et al., 2021 - Sumber Artikel) yang menjadi penghubung antar kawasan di Kota Banjarmasin. Bagi kami, sungai bukanlah pemisah, melainkan sebagai elemen ruang yang mengikat. Tanpa sungai, sulit rasanya bagi kami untuk tumbuh dan terhubung satu sama lain. Sungai tidak hanya membentuk diri kami untuk pandai berenang, alirannya juga telah membawa kami pada puncak kesadaran akan adanya ikatan antara diri manusia dan alam lingkungan.

Ada banyak gambaran mengesankan yang bisa kawan-kawan jumpai ketika berkunjung ke Banjarmasin. Saat siang atau sore hari, kami akan ramai mandi di bantaran Sungai Martapura, mengadakan lomba renang, menyelam, dan bermain Batatimbunan Ilung. Batatimbunan Ilung atau Tenggelamkan Eceng Gondok adalah permainan tradisional Suku Banjar yang mengandalkan ketangkasan berenang dengan memanfaatkan eceng gondok sebagai umpan bermain. Di tengah kemajuan teknologi gaming sekarang, Batatimbunan Ilung masih begitu digemari oleh anak-anak, terutama bagi mereka yang tinggal di bantaran sungai. Cara bermainnya sangat sederhana; salah seorang anak yang paling pandai berenang akan menenggelamkan eceng gondok ke bawah permukan air sedalam mungkin, sementara teman-temannya yang lain akan menunggu untuk memperebutkan eceng gondok tersebut ketika muncul ke permukaan. Budaya mandi bersama di bantaran sungai bagi anak-anak adalah representasi rasa kekeluargaan dan semangat kebersamaan. Nyaris setiap hari kebiasaan itu terjadi, berulang, turun temurun, diwariskan dari Datu (Nenek Moyang) kami dengan harapan agar kami pandai berenang dan mampu hidup berdampingan dengan sungai. Oleh karenanya, sungai bukan hanya bentang alam fluvial semata, namun juga urat nadi kehidupan yang menyatukan kami semua.

Ilung atau Eceng Gondok yang Digunakan dalam Permainan Batatimbunan Ilung
info gambar

Salah Seorang Perenang Handal yang Memperhatikan Teman-Temannya Saat Memperebutkan Eceng Gondok
info gambar

Sungai juga menjadi media transportasi penting bagi kami. Mobilitas antara kawasan di Kota Banjarmasin masih memanfaatkan sungai karena jarak tempuhnya yang terbilang dekat saat menggunakan klotok atau jukung (perahu khas Suku Banjar). Saat pergi ke sekolah kami juga menggunakan jukung untuk membelah sungai dan melihat bagaimana alirannya membawa kami pada tempat belajar. Setiap rumah di bantaran Sungai Martapura mempunyai jukung - kayaknya kendaraan pribadi. Ukurannya pun beragam, setidaknya bisa ditempati oleh 3 orang dewasa atau 5 orang anak-anak.

Potret lain yang akan sering kawan-kawan jumpai saat berkunjung ke Kota Seribu Sungai ialah pasar terapung, tepatnya Pasar Terapung Muara Kuin, pusaka saujana Kota Banjarmasin. Mungkin untuk sebagian orang, pasar terapung hanya sekadar tempat transaksi jual beli, namun bagi suku Banjar, pasar terapung juga menjadi momen sakral untuk bertukar kabar. Kami akan saling mendekatkan klotok atau jukung (perahu) dan berbagi kisah tentang kehidupan atau barter dengan hasil bumi dan tangkapan ikan. Rasa-rasanya kami sangat bergantung pada pasar terapung, sebab bagi warga bantaran sungai yang tidak punya lahan pertanian, beras dan sayur menjadi bahan pokok yang terasa sangat mahal. Beruntung, sungai mempertemukan kami dalam satu wadah untuk saling berbagi.

Sunga sebagai Media Transportasi bagi Suku Banjar
info gambar
Hasil Bumi yang Diperjualbelikan di Pasar Terapung Banjarmasin
info gambar

Belakangan aku menyadari, bahwa dalam diriku sendiri telah mengalir rasa memiliki terhadap sungai. Aku dibentuk darinya, caraku menjalani hidup juga dibentuk olehnya. Aku yang selalu ingin melihat anak-anak mandi di sungai dan senantiasa menantikan penjual sayur di pasar terapung - berharap bahwa budaya kami di sungai tidak akan ditenggelamkan oleh kemajuan zaman. Aku ingin orang-orang juga mengenal budaya kami dan karena itulah selalu kukisahkan pada orang-orang baru setiap kali bertemu, “Semoga bisa berkunjung ke Banjarmasin, pasti akan kuajak jalan-jalan dan berkeliling!”

Menariknya saat kunjungan ke Pekan Kebudayan Nasional 2023 di Galeri Nasional Indonesia, Oktober kemarin, aku tertegun cukup lama ketika mendapati satu sudut yang menampilkan ruang tempatku dilahirkan. Cerita tentang kebudayaan sungai di Banjarmasin dipertontonkan kepada semua orang dengan harapan besar; agar nantinya di kemudian hari sungai tetap lestari. Menyadari bahwa banyak Kebudayaan Banjar yang bersandar pada keberadaan sungai, maka tidak berlebihan rasanya jika kawan-kawan semua juga turut merawat sungai demi melestarikan kebudayaan dan menjaga peradaban.

Laku Dalam Ruang Banjarmasin (Kunjungan Penulis ke PKN 2023)
info gambar
Mangatam Sungai (Kunjungan Penulis ke PKN 2023)
info gambar

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini