Waterfront dan Meriam Karbit, Dua Sisi Berbeda yang Harus Dijaga

Waterfront dan Meriam Karbit, Dua Sisi Berbeda yang Harus Dijaga
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Meriam Karbit merupakan salah satu tradisi masyarakat Melayu Pontianak. Salah satu permainan rakyat ini, sukses menjadi Warisan Budaya Takbenda (WBTb) pada Tahun 2016. Termasuk ke dalam domain, keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional. Meriam karbit identik dengan bunyi yang sangat keras, hingga memekakkan telinga. Bahan yang biasa digunakan untuk meriam adalah bambu ataupun kayu sejenis mabang atau meranti. Meriam biasa dibuat dengan ukuran diameter antara 50 - 70 centimeter dan panjang 5 hingga 6 meter. Untuk membunyikannya, dibutuhkan bahan bakar berupa karbit. Terdapat lubang pada bagian meriam untuk tempat menyulutkan api hingga menghasilkan bunyi yang menggelegar.

Dentuman yang menggelegar dari meriam karbit sering didengar pada malam takbiran, dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri. Sepanjang tepian Sungai Kapuas, kawan GNFI akan disuguhkan deretan meriam karbit yang saling sahut-menyahut, bersamaan dengan gema takbir dari surau-surau tepian sungai. Kota Pontianak merupakan wilayah pertama, awal mula meriam karbit dibunyikan pada Tahun 1771 silam. Konon, fungsi meriam karbit pada zaman penjajahan adalah menakut-nakuti musuh dengan suaranya yang keras tersebut.

Seiring berjalannya waktu, fungsi meriam karbit sekarang mulai berubah menjadi sumber daya tarik untuk wisatawan lokal maupun mancanegara. Banyak wisatawan yang datang karena tertarik dengan ukurannya yang besar, ditambah dengan lukisan-lukisan menarik yang ada pada meriam. Ditambah dengan keunikan dari permainan rakyat ini, lewat suaranya yang menggelegar, membuat banyak wisatawan yang ingin mencoba untuk menyulutkan meriam karbit. Kawan GNFI yang mempunyai rencana berkunjung ke Pontianak, jangan lewatkan untuk mencobanya ya.

Namun, seiring berkembangnya zaman membuat generasi penerus dalam pembuatan meriam karbit mulai berkurang. Ditambah dengan kelangkaan bahan utama dari meriam karbit. Belum lagi masalah yang dihadapi, dengan adanya waterfront sepanjang pinggiran Sungai Kapuas di Kota Pontianak. Adanya waterfront semakin mengurangi jumlah meriam karbit, yang berjejer di tepian Sungai Kapuas.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan, suksesnya waterfront menjadi salah satu ruang publik juga objek wisata yang mampu menarik minat wisatawan. Pertama kali dibuka pada tahun 2017, keberadaan waterfront banyak membantu masyarakat pinggiran sungai Kapuas dalam memajukan perekonomian mereka. Banyak pedagang yang memanfaatkan taman kota tepi sungai ini, untuk berjualan makanan dan minuman. Ataupun menyewakan banyak permainan seru, seperti skuter listrik, becak mini, mobil remote, motor listrik, dan masih banyak lagi. Walaupun tidak sedikit juga yang penghasilannya semakin berkurang bahkan hilang, karena persaingan antar pedagang yang semakin banyak.

Sungai sebagai pusat peradaban benar adanya, kehidupan masyarakat Kalimantan Barat banyak bergantung terhadap aliran Sungai terpanjang di Indonesia itu. Keberadaan waterfront, menjadi salah satu contoh pertumbuhan pada pola ruang Kota Pontianak. Hal tersebut akan terus berkembang, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan tuntutan kebutuhan masyarakat akan fasilitas kota yang lebih modern.

Potensi dua sisi yang berbeda ini jangan dianggap sebelah mata, pemerintah Kota Pontianak perlu memperhatikan satu sama lain. Keberadaan meriam karbit yang biasanya selalu bertengger di tepian Sungai Kapuas, pada bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri, mulai berkurang. Kekuatan bangunan dari waterfront perlu diperhatikan, mengingat tradisi ini akan terus ada. Karena ukurannya yang besar juga berat, tentu saja potensi meriam karbit dalam mengurangi kekuatan bangunan dari waterfront sangatlah besar.

Maka dari itu, pemerintah juga perlu mengedukasi masyarakat terkait hal tersebut. Perlunya kerja sama antar kedua belah pihak sangatlah penting. Agar dua sisi ini akan terus terjaga sampai ke anak-cucu kita nanti.

Sumber: Katalog_Warisan_Budaya_Takbenda_Indonesia_2018_(Buku_1).pdf

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini