Bahas Masa Depan ESG, CfDS UGM Selenggarakan Dialog Multisektor

Bahas Masa Depan ESG, CfDS UGM Selenggarakan Dialog Multisektor
info gambar utama

ESG atau Environmental, Social, and Governance merupakan pendekatan kunci yang perlu diperhatikan dalam operasionalisasi perusahaan. Semua bidang industri tidak bisa lepas dari tanggung jawab pada peninjauan aspek lingkungan dan sosial. Oleh sebab itu, banyak industri yang sudah mulai mengadopsi ESG ini sebab perannya yang sepenting itu.

Alasannya adalah metode itu berguna dalam mengatasi masalah sosial dan lingkungan yang semakin kompleks, guna meningkatkan keberlanjutan bisnis terkait hubungannya dengan masyarakat, komitmen menjaga lingkungan, serta aktualisasi akuntabilitas, dan transparansi dalam prakteknya.

Didasarkan oleh hal ini, Center for Digital Society (CfDS) UGM, mengajak akademisi, pemerintah, serta key players di industri jasa keuangan dan lingkungan di Indonesia, untuk mengamati nilai-nilai ESG dan melihat seberapa tinggi potensi implementasinya di sektor ini lewat kegiatan diskusinya.

Sebagai informasi, CfDS adalah pusat studi yang memiliki perhatian akan dampak teknologi digital terhadap aspek ekonomi dan sosial.

Acara tersebut menghadirkan beberapa pakar yang relevan di bidang ini, seperti Oktofa Yudha Sudrajad (Lektor Kelompok Kerja Risiko Bisnis dan Keuangan, SBM ITB), Binsan Siregar (Penata Kelola Penanaman Modal Ahli Muda Kementerian Investasi/BKPM), Karaniya Dharmasaputra (President Director OVO), dan Felix Sharief (Head of Government Relations).

Oktofa menyatakan bahwa ESG impact menjadi salah satu pertimbangan penting dari sisi profit dan juga social impact. Di Indonesia, penerapan framework ESG yang terstandar masih menjadi tantangan bagi berbagai pihak.

“Credit rating sering digunakan karena sudah established. Tapi, terkadang ini bertentangan dengan ESG rating. Kalau kita bicara tentang sustainable finance, ada green financing, ada ethical investing, so many definitions. Tapi, sustainable development mencakup semua. Ketika melihat sisi risetnya, keyword yang masih banyak muncul awalnya adalah CSR, kemudian berkembang menjadi environment,” sebut Oktofa dalam sesi.

Dari sisi pemerintahan, Binsan dari kementerian Investasi/BKPM berpendapat bahwa Kementerian Investasi tengah melakukan beberapa terobosan, seperti perbaikan iklim investasi, membangun sistem Online Single Submission (OSS) untuk platform, dan mempermudah administrasi izin usaha UMKM.

Binsan menambahkan bahwa pemerintah sudah memberikan beberapa insentif kepada pelaku usaha yang sudah menjalankan ESG, terutama yang ada di industri kreatif. Namun, ke depannya akan ada perencanaan yang lebih baik untuk sektor yang lain.

Adapun dari sisi financial technology Felix dan Karaniya memberikan pandangannya terkait ini. Karaniya memaparkan bahwa aspek social and governance sangat penting untuk mendorong teknologi finansial. Sehingga yang difokuskan tidak haya pada pelayanan yang memberikan keuntungan bagi masyarakat, tetapi juga nilai-nilai ESG-nya ada.

“Dari sisi environment, banyak nirlaba yang mengajak masuk ke isu waste management. Terkait governance, kita melihat bahwa self governance sudah dilakukan oleh industri keuangan digital dan sudah menerapkan zero data principal. Demikian, arahan untuk dukungan ESG bagi sektor keuangan tentu diperlukan,” imbuh Felix.

Sejatinya, penerapan aspek ESG tidak bisa menjadi kepentingan satu pihak saja dengan evaluasi yang minim. Terlebih lagi, prinsip ESG berangkat bukan dari governance, tapi kesadaran masyarakat global akan masalah lingkungan. Dengan demikian, indikator-indikator yang disusun mengikuti permasalahan yang kompleks dan lintas-sektor.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Kawan GNFI Official lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Kawan GNFI Official.

Terima kasih telah membaca sampai di sini