Budaya Manten Tebu dan Cara Kami Berterima Kasih Pada Bumi

Budaya Manten Tebu dan Cara Kami Berterima Kasih Pada Bumi
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Dari melimpahnya perkebunan tebu yang luas, Tegal melahirkan sebuah tradisi unik: Manten Tebu. Ini bukan sekadar ritual, tapi cara kami mengucap terima kasih pada bumi.

Tegal dan gula, dua teman yang sudah berkaitan sejak lama sekali. Sejarah panjang ini bahkan sudah dimulai sebelum republik Indonesia berdiri. Dikutip dari Indonesia.go.id, tercatat sejak 1832 telah berdiri pabrik gula pertama di Tegal.

Banyak perkebunan tebu yang ada di Tegal sebagai penyokong produksi gula kemudian melahirkan budaya di setiap musim panennya. Serangkaian acara yang diselenggarakan di sekitar pabrik gula dan tak ubahnya menjadi seperti pesta rakyat.

Keseluruhan rangkaian acara yang menyenangkan ini, biasanya akan dimulai dengan upacara Manten Tebu. Mari kenal lebih jauh.

A. Apa itu Manten Tebu?

Manten Tebu adalah prosesi yang mengawali penggilingan tebu | Foto: hoeldino/Pixabay.com
info gambar

Tradisi manten tebu adalah sebuah acara kebudayaan yang menikahkan dua batang tebu, seolah-olah mereka adalah pasangan manusia. Ritual ini menjadi penanda awal akan dimulainya musim panen tebu.

Pasangan tebu yang menikah ini nantinya akan menjadi tebu pertama yang diolah dalam mesin penggilingan pabrik gula, memulai perjalanan panjang proses penggilingan hasil panen tebu di daerah Tegal.

Berikut ini risalah singkat prosesi adat manten tebu.

1. Menentukan Hari Baik

Lahir dan besar dengan budaya Jawa, kami sudah paham betul pentingnya menentukan hari baik untuk acara-acara penting, termasuk pernikahan tebu ini.

Penentuan hari baik ini merupakan perhitungan dari ahli spiritual dengan melibatkan semua faktor yang ada di dalam acara ini. Ketika hari terbaik telah ditentukan, maka acara siap dilaksanakan.

2. Persiapan Manten Tebu

Persiapan dimulai dengan menentukan calon pengantin tebu lanang (pria) dan tebu wadon (wanita). Biasanya juga dilengkapi dengan tebu-tebu pengiringnya yang juga diambil dari perkebunan yang sama satu hari sebelum acara.

Mereka akan dibersihkan, diberi pakaian, diberi riasan, dan bahkan diberi nama.

3. Dari Pernikahan Menuju Penggilingan

Pada hari yang telah ditentukan, kedua pasangan penganten ini akan melakukan prosesi temu manten, khas pernikahan Jawa. Lengkap dengan doa dan harapan yang dipanjatkan kepada pasangan.

Setelah resmi menjadi manten, tebu kemudian diarak di sekitar kompleks pabrik gula. Simbolisme meluaskan kabar bahagia ke semua orang bahwa hari ini, proses tradisi Bahagia yang manis ini sedang berlangsung.

Arak-arakan ini kemudian akan berakhir Ketika kedua pasangan ini diletakkan dalam mesin penggilingan tebu. Menandakan dimulainya fase penggilingan dan produksi gula di pabrik tersebut.

B. Cara Berterimakasih pada Bumi dalam Manten Tebu

Panen Tebu| Foto: Momolebo2020/pixabay.com

Budaya Manten Tebu, tidak hanya sebuah ritual yang menyemarakkan agenda rutin ekonomi di Tegal. Tapi jauh lebih dari itu, kami melakukan ini tidak kurang untuk menghormati alam dan bumi atas karunia melimpahnya hari ini.

Acara manten/pernikahan selalu punya makna yang mendalam. Mempertemukan 2 keluarga, membentuk keharmonisan, dan harapan bahwa ikatan jangka Panjang dalam kehidupan ini bisa selalu terasa manisnya.

1. Rasa Hormat dan Kesediaan Merawat

Budaya Manten Tebu mengajarkan kita bahwa panen bukan tentang mengambil dari bumi, tetapi juga memberi Kembali. Kemauan untuk merawatnya seperti anggota keluarga sendiri. Tanaman tebu ditanam dengan penuh rasa hormat dan kasih sayang sehingga hasil panen yang melimpah dianggap sebagai anugerah dari alam.

Melalui budaya ini, kita diingatkan kembali untuk selalu menjamin keberlanjutan. Manten tebu mungkin hanya secara simbolik sebuah pengharapan untuk tebu-tebu bisa memberikan keturunan yang baik dan manis.

Tapi melalui praktik-praktik kebudayaan inilah, kita diajarkan untuk menjalani pemilihan varietas tebu yang tepat sebagai manten, membiasakan diri menggunakan metode pertanian yang ramah lingkungan untuk memastikan bahwa di tahun depan, kita masih bisa menikahkan tebu lagi.

2. Memperkuat Kebersamaan Masyarakat

Upacara Manten Tebu juga tidak terbatas tentang hubungan dengan alam. Acara ini juga menjadi momentum yang mempersatukan masyarakat. Khususnya petani, pemilik pabrik, dan masyarakat sekitar.

Demi keberlangsungan pabrik, pengelola dan petani menjalin simbiosis yang sakral. Hubungan yang saling membutuhkan dan tidak tergantikan. Masyarakat juga diajak untuk bergembira bersama, dari berbagai usia dan latar belakang turut serta dalam upacara ini, menciptakan kebersamaan yang indah.

Membudayakan ucapan terimakasih secara lebih arif kepada sesama karena tanpa adanya keterlibatan dan putusnya satu saja rantai kerjasama sejak hari pertama penanaman, panen raya hari ini tidak akan terlaksana.

Penutup: Harapan Pada Tantangan Pelestarian

Dalam rangkaian panjang kepulauan negara agraris, budaya Manten Tebu adalah satu aset berharga dalam budaya Indonesia yang juga terancam tergerus zaman.

Banyak faktor yang bisa dipahami, menyulitkan terselenggaranya acara budaya ini. Faktor urbanisasi dan modernisasi, tidak masifnya lagi musim panen di daerah, dan berbagai aspek lainnya.

Egois bila tanggung jawab pelestarian dibebankan pada pihak-pihak tertentu, karena tentu saja seperti makna manten tebu, kita ini saling berkaitan, bersimbiosis demi mencapai tujuan luhur yang sama.

Untuk mempertahankan budaya ini, kita perlu memahami, menghormati, dan menyebarluaskan informasi ini, secara bersama-sama. Berkolaborasi, mereplikasi, atau sekadar terus membincangkannya adalah bentuk pelestarian yang bisa dilakukan.

Karena sekali lagi, budaya Manten Tebu tidak pernah hanya soal panen dan produksi gula, tapi tentang cerminan betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Bentuk hormat dan rasa terimakasih yang teramat pada semua yang telah bumi beri.

Sumber:
Indonesia.go.id (2019). Tujuh Pabrik Gula dan Kultur Urban Orang Tegal. [Diakses 30 Oktober 2023). link: https://indonesia.go.id/kategori/kuliner/1117/tujuh-pabrik-gula-dan-kultur-urban-orang-tegal?lang=1

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini