Charger Nusantara, Kolaborasi Teknologi dan Budaya

Charger Nusantara, Kolaborasi Teknologi dan Budaya
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Hari ini, kendaraan listrik masih menyimpan banyak kendala di banyak hal. Mulai kendala teknis hngga kendala ekonomis. Mulai kontroversi pembangkit listrik yang masih menggunakan bahan bakar batu bara hingga harga baterai yang masih tinggi. Kendala jarak tempuh yang masih terbatas, meskipun sudah ratusan kilometer hingga pengisian ulang daya (charging) yang masih perlu waktu yang tidak singkat. Setidaknya perlu hampir sejam untuk mengecas ulang kendaraan listrik canggih dibandingkan dengan isi bensin yang hanya beberapa menit, jika tidak antri.

Namun kendaraan listrik akan menjadi keniscayaan masa mendatang. Banyak negara telah menetapkan penghapusan mesin berbahan bakar minyak. Indonesia juga berencana melakukan langkah serupa pada tahun 2040 mendatang. Awal tahun 2023 ini juga dikejutkan dengan peningkatan penjualan kendaraan listrik hingga lebih dari 500 persen.

Di lapangan pun, melalui saluran media sosial, pengguna kendaraan listrik juga banyak mengutarakan pengalamannya tentang perubahan kultur berkendara dan berperjalanan antara mobil mesin bakar versus mobil listrik. Youtuber Ridwan Hanif Rahmadi memberikan tips uniknya: bahwa berkendara mobil listrik pada jarak jauh itu harus pandai merencakan perjalanan. Sehingga akan ada titik temu di mana kita akan istirahat makan sambil sekaligus mengisi ulang daya baterai mobil listrik. Sehingga waktunya sinkron dan pas. Sementara Youtuber Fitra Eri mengutarakan pengalaman asyiknya bermobil listrik, "Tanpa ada suaranya, tahu-tahu melesat!"

Baik mobil maupun motor listrik, selain perbedaan teknis dan budaya berkendara, selebihnya memiliki kondisi teknis yang sama. Sama-sama alat transportasi, sama-sama mengusung kepraktisan maupun kenyamanan berkendara, sama-sama memiliki kelas teknis sesuai kebutuhan - perbedaan tenaga mesin dan fitur penggunaan, dan lain sebagainya termasuk kesamaan regulasi keselamatan di jalan raya.

Dari sisi desain pun, baik kendaraan konvensional maupun kendaraan listrik juga memiliki kesamaan karakter. Ada yang didesain futuristik, ada yang didesain (neo)klasik. Ada pabrikan, BMW atau Piaggio Vespa misalnya, yang mendesain produk kendaraannya dengan nuansa yang mirip, nyaris sama, untuk versi listrik maupun konvensionalnya.

Ada satu perbedaan yang mencolok antara kendaraan listrik versus mesin bakar, yakni perangkat pengisi daya atau yang akrab disebut dengan wall charger. Wall berarti dinding. Disebut wall charger karena pengisi daya ini memang biasanya dikaitkan ke dinding. Baik itu tembok bagunan yang ada maupun dinding atau tiang buatan di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).

Cahrger Nusantara. Aleef Rahman HDW.

Charger Nusantara dan Impian Saya: Kemajuan Zaman Tanpa Harus Kehilangan Pijakan Budaya

Perangkat pengisi daya (charger) kendaraan listrik tetaplah dirancang menarik oleh pabrikan, meskipun pada kebanyakan sepeda motor listrik, charger yang disertakan hanya berbentuk kotak biasa. Ini berbeda dengan mobil listrik. Karena daya pengisian yang dibutuhkan sangatlah besar, maka mereka perlu perangkat pengisi daya yang juga berukuran besar. Dan oleh pabrikan, perangkat ini biasanya juga dirancang dengan desain yang menarik.

Desain pengisi daya mobil listrik kebanyakan bernuansa futuristik. Ada yang bertema kotak sederhana dengan akses dan guratan indah, ada yang berbentuk khusus dan unik.

Mengamati bentuk-bentuk desain pengisi daya mobil listrik, saya jadi terinspirasi untuk merancang charger yang bertema dan bernuansa elemen-elemen budaya nusantara. Angan-angan saya tersebut saya coba visualisasikan melalui bentuk yang saya rancang dengan menggunakan aplikasi tiga dimensi berkode terbuka, yakni Blender 3D.

Fungsi dasarnya sama, yakni pengisi daya. Hanya bentuknya saya rancang serupa dengan Tongkonan Toraja, Gunungan Jawa, dan Rumah Gadang Minang. Karena keterbatasan waktu, kebetulan saya hanya sempat mewujudkan tiga rancangan ini. Sebenarnya masih kepingin menambahkan elemen-elemen budaya nusantara lainya, termasuk Perahu Phinisi hingga Honai Papua.

Ada yang saya rancang, adalah impian saya untuk terus menjaga dan menguatkan budaya nusantara bersama perkembangan teknologi yang ada. Seandainya bisa terwujud atau ada pabrikan yang berkenan memproduksi rancangan ini, tentu ini akan berbeda sekali dengan perangkat yang sudah ada. Dan tentu nuansanya akan sangat kuat bagi konsumen kendaran listrik di Indonesia.

Teknologi dan perkembangan zaman tidak seharusnya berlawanan dengan penjagaan dan pelestarian warisan budaya luhur nusantara. Menjaga budaya nusantara masih sangat perlu dilakukan dengan melestarikan permainan tradisional, makanan dan kuliner lokal-nusantara, kain dan tenun nusantara, rumah adat atau bangunan berbentuk rumah adat, lagu dan musik tardisional, hingga dongeng pada malam bulan purnama. Lebih dari itu, budaya nusantara juga bisa kita satukan dan wujudkan dalam beragam bentuk karya cipta masa kini, sesuai perkembangan zaman dan teknologi.

Budaya nusantara adalah semangat dan pemikiran tak terlihat hasil konstruksi kebijakan para pendahulu kita semua. Pakaian, makanan, tarian, bunyi-bunyian, dan lain sebagainya adalah perwujudan nyatanya yang bisa diserap dan ditangkat oleh panca indera kita. Selanjutnya, otak akan mencerna makna di balik semuanya. Dan semuanya hanya memiliki satu makna saja: kebijaksanaan. Kebijaksanaan kita sebagai manusia yang berserah dan berpasrah diri pada Tuhan, kebijaksanaan kita sebagai manusia yang perlu untuk hidup bersama alam bukan hidup merusak alam, kebijaksanaan kita sebagai mansuia untuk mengeliminasi segala hal negatif dan membangun semua hal positif, dan seterusnya.

Saya Aleef Rahman. Saat ini duduk sebagai siswa kelas akhir di sebuah SMA di kota Kediri, kota yang diapit oleh dua gunung dan mengalir sungai di tengah-tengahnya. Saya mengalami keterlambatan bicara (speech delay) sehingga mengalami kesulitas komunikasi lisan hingga hari ini dan lebih banyak berbicara secara tulisan dan visual. Saya mengenal aplikasi tiga dimensi (3D) sejak kelas tiga sekolah tingkat dasar. Charger nusantara ini adalah angan-angan saya tentang sebuah kolaborasi antara teknologi dan kemajuan zaman dengan budaya. Dengan merancang charger nusantara impian saya ini, saya ingin tetap menjalani kemajuan zaman tanpa harus kehilangan pijakan budaya nusantara, sebagaimana senantiasa diajarkan oleh kedua orang tua banyak orang di sekitar saya.[]

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini