Prajurit Soreng Menginspirasi Kehidupan Petani di Lereng Gunung Merbabu & Andong

Prajurit Soreng Menginspirasi Kehidupan Petani di Lereng Gunung Merbabu & Andong
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbug untuk Melambung

Mengambil sisi lain dari Prajurit Soreng yang notabene sebagai tokoh antagonis. Semangat Prajurit Soreng menginspirasi kehidupan masyarakat di lereng Gunung Merbabu dan Gunung Andhong Kabupaten Magelang. Prajurit Soreng merupakan Laskar Prajurit Haryo Penangsang Adipati Jipang Panolan yang terkenal tangguh, gagah, penuh energi dan memiliki dedikasi yang tinggi. Nilai tersebut menjadi dasar dalam kehidupan masyarakat di lereng Gunung Merbabu dan Gunung Andhong, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani.

Ungkapan semangat Prajurit Soreng divisualisasikan dalam bentuk seni tari yang disebut tari “Soreng”. Tari Soreng adalah kesenian rakyat yang menceriterakan tentang semangat prajurit yang sedang melakukan gladen atau latihan perang dalam rangka menyiapkan pertempuran melawan Sultan Pajang, dibawah Pimpinan Adipati Haryo Penangsang Sang Adipati dari Jipang Panolan.

Arti kata “Soreng” merupakan peleburan dari dua suku kata yaitu “suro” dan “ing” (bahasa jawa), kata “sura” yang berarti berani dan “ ing” yang berarti memberi pengertian menunjuk pada sesuatu. Kata suro dan ing kemudian luluh menjadi “Soreng”.

Sejarah asal mula berdirinya Tari Soreng Kabupaten Magelang

Awal mula munculnya Tari Soreng yaitu di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Pada mulanya masyarakat Bandungrejo membentuk kesenian keprajuritan yang berdiri sejak tahun 1945. Namun sempat terhenti karena situasi politik negara yang kurang mendukung. Kemudin mulai dari sekitar Tahun 1960-an kembali mendirikan kesenian rakyat yang bersifat keprajuritan yang disebut “Tari Soreng“, kelompok kesenian rakyat ini di pimpin oleh Bapak Taryono.

Bentuk penyajian Tari Soreng merupakan kesenian rakyat yang yang berwujud tari untuk mengungkapkan rasa semangat, kegembiraan, kebersamaan, gotongroyong, kesederhanaan kerukunanan, dan solidaritas warga yang diwujudkan dengan gerakan sederhana dan tidak rumit bentuk geraknya.

Bentuk penyajian Tari Soreng mempunyai unsur pokok dan unsur pendukung. Unsur pokoknya adalah gerakan. Sedangkan unsur pendukungnya adalah iringan, tata rias, tata busana, tata pentas, dan tata suara.

Tari Soreng idealnya minimal dimainkan oleh 10 sampai 12 orang penari laki-laki. Kesenian Soreng menggambarkan cerita sekelompok prajurit berani mati yang dipimpin oleh Adipati Aryo Penangsang dan Patih Ronggo Metahun. Sementara nama infanterinya yang dipimpin adalah Soreng Rono, Soreng Rungkut, dan Soreng Pati.

Penyebaran Tari Soreng di Kabupaten Magelang semula berkembang di Desa Bandungrejo di sekitar lereng Gunung Merbabu dan Gunung Andhong. Sekarang sudah merambah di seluruh wilayah Kabupaten Magelang dan sekitarnya. Soreng Bandungrejo sendiri hingga kini sudah mempunyai empat generasi.

Tari Soreng Sebagai Inspirasi Ketangguhan Petani di Lereng Gunung Merbabu dan Andong

Nilai yang terkandung dalam tari soreng adalah nilai kerja keras, gotong royong, kebersamaan, semangat, pantang menyerah, tangguh, tanggon, teguh, kukuh dalam menghadapi kehidupan sebagai petani.

Nilai tersebut menjadi inspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh apabila mereka akan pentas di pagi hari pekerjaan pokok mereka sebagai petani dilakukan pada malam hari menjelang pagi.

Fungsi tari Soreng bagi pendukungnya merupakan sarana silaturahmi, sarana hiburan dari mereka oleh mereka dan untuk mereka, media pembinaan warga khususnya generasi muda yang efektif, dan juga sebagai ajang kreativitas warga dalam berolah seni.

Seni Tari Soreng bagi warga masyarakat pendukungnya merupakan sarana hiburan sebagai pelepas lelah setelah beraktifitas dalam mengerjakan kewajibanya sebagai petani.

Makna Tari Soreng bagi masyarakat pendukungnya adalah semangat laskar prajurit Soreng yang tegas, gagah, dan penuh energi, terpatri menjadi jiwa msyarakat lereng Merbabu dan Andhong Kabupaten Magelang.

Soreng merupakan kristalisasi dan personifikasi budaya agararis yang muncul dalam nama gerakan tariannya seperti; jangkahan, ngejeng, pacak tanggem/tanem, dan sebagainya.

Sampai sekarang Soreng terus menggelora, memberi spirit kepada petani dalam merawat kesuburan tanah leluhur dan menapak sejarah kesuksesan masyarakat pendukungnya.

Prestasi yang pernah diraih oleh Tari Soreng Kabupaten Magelang adalah sebagai penyaji terbaik Fastival Tari Nusantara pada Tahun 1992. Tari Soreng Kabupaten Magelang mengisi Pentas seni Dalam Rangka Peringatan HUT RI ke 74 Tahun 2019 Tanggal 17 Agustus 2019 di Istana Negara Jakarta.

Tari Soreng juga pernah memecahkan Rekor Muri dengan rencana awal 10.000 (sepuluh ribu penari), namun pada pelaksanaanya mencapai 12.576 penari. Tari Soreng Pemecahan Rekor Muri dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2019 bertepatan dengan Peringatan Hari Sumpah Pemuda Tahun 2019.

Sampai saat ini Tari Soreng diminati oleh berbagai lapisan masyarakat. Dari warga masyarakat, instansi pemerintah, swasta, lembaga sekolah dari PAUD sampai SMA/SMK di wilayah Kabupaten Magelang.

Tari Soreng Kabupaten Magelang sudah ditetapkan sebagai Kekayaan Nasional Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2021 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan Desa Bandungrejo sebagai tempat asal usul seni Soreng, telah ditetapkan sebagai Desa Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020.

***

Tulisan ini merupakan hasil sari pati dari pengalaman kerja sebagai pembina seni, pengamatan langsung, wawancara dengan para tokoh Soreng dan studi pustaka hasil penelitian serta dari referensi buku yang terkait.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SW
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini