Sapuk ikat kepala warisan dari pulau seribu masjid

Sapuk ikat kepala warisan dari pulau seribu masjid
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023

#PekanKebudayaanNasional

#IndonesiaMelumbung untukMelambung

Sapuk adalah ikat kepala khas dari pulau Lombok, yang terkenal dengan julukan pulau seribu masjid. Samahalnya seperti passapu dari Sulawesi selatan, udeng dari bali, totopong dari sunda atau blankon dari jawa. Sapuk bukan hannya sebagai hiasan semata, sapuk juga memiliki makna–makna tersendiri tergantung cara pemakainannya. Sapuk bisa menunjukkan eksistensi dan kedudukan seseorang dalam masyarakat, orang-orang tua terdahulu mengetahui tingkatan drajat seseorang dari caranya menggunakan sapuk karena itu adalah penampiln luar yang paling mudah dilihat, sapuk juga di percaya sebagai tanda dari kejantanan seorang laki-laki.

Makna yang terkandung dalam sapuk adalah saat pertamakali diikatkan ke kepala hal yang harus diingat bahwa kehidupan manusia itu ada pada tiga sisi kehidupan yaitu kita berasal dari alam ruh(rahim), lalu alam nyata(dunia), dan yang ketiga kita akan kembali ke pertanggung jawaban kita yaitu alam akhirat, sebagai pengingat bahwa semua kita akan mati dan akan bertanggung jawab atas semua perbuatan kita yang besar atau kecil yang baik ataupun yang buruk, ini adalah filosofi dari segi tiga lam jalallah pada ikatan sapuk. Sedangkan bentuk ikatan sapuk yang seperti lam jalallah sendiri menunjukkan segagah apapun kita masih ada tuhan di atas sana yang maha sempurna sehingga tidaklah pantas bagi kita untuk berprilaku sombong.

Kain sapuk ini terbagi dalam tiga motif, yang pertama sapuk motif batik, lalu sapuk motif polos, dan yang terakhir sapuk motif songket. Ada tujuh cara dasar dalam menggunakan sapuk, kenapa harus tujuh? Karena angka tujuh adalah angka keramat bagi orang Lombok yang melambangkan tujuh petara bumi dan tujuh petara langit. Tujuh jenis sapuk itu yang pertama ada sapuk mipir gunung, jenis sapuk ini biasa dipakai oleh tokoh-tokoh atau orang-orang yang di tuakan dalam suatu wilayah, bentuknya seperti segi tiga atau gunung berukuran kecil yang terletak di depan dahi. Lalu ada sapuk lang-lang, sapuk lang-lang biasa digunakan oleh ksatria dan seseorang yang ditugaskan atau dipercayakan oleh kepala desa untuk menjaga keamanan desa. Ciri khas sapuk lang-lang ini adalah sapuknya berwarna merah dan bentuk sapuk seperti segi tiga mirip gunung yang berdiri di belakang kepala orang yang menggunakannya. Kemudian ada sapuk guru kiyai, seperti namanya sapuk guru kiyai ini biasa digunakan oleh seorang guru atau seorang kiayi yang tinggal di suatu daerah sebagai tanda penghormatan, dan tanda bahwa ia adalah seorang guru atau kiyai. Sapuk guru kiyai ini berbentuk seperti segi tiga di depan dahi lalu di julurkan ke belakang menutup semua bagian kepala mulai dari depan sampai belakang kepala. Selanjutnya sapuk kembang waru, sapuk kembang waru ini biasa digunakan oleh pelingsir orang sasak atau para sesepuh. Yang kelima ada sapuk lepek, sapuk lepek ini adalah sapuk yang biasa digunakan oleh para pepadu atau pemain presean. Keenam sapuk tekep, ciri khas sapuk tekep ini adalah saat digunakan sapuk ini menutupi telinga karena sapuk tekep biasa di gunakan saat “nyambang” atau biasa disebut ngeronda, tujuan sapuk ini supaya saat melakukan ronda malam tidak terlalu merasakan dingin karena cara pemakaian sapuk tekep ini yang mengelilingi kepala dan metup telinga sehingga membuat udara dingin tidak terlalu terasa. Yang terakhir sapuk kembang, sapuk kembang ini biasa di gunakan dalam kehidupan sehari-hari, saat “bekedek” (bermain-main), dan pada saat para pemuda pergi “midang” atau dalam Bahasa indonesianya disebut ngapel ke rumah perempuan yang di sukainya, agar si pemuda terlihat lebih gagah dan berwibawa.

Namun ditengah era perkembangan zaman seperti sekarang ini eksistensi sapuk semakin menurun dan hannya digunakan oleh para tetua dan tokoh-tokoh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, atau pada saat ada acara seperti “nyongkolan” yaitu acara iring-iringan pengantin yang biasa dilakukan oleh masyarakat Lombok.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

WF
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini