Serba-serbi Keunikan Suku Baduy: Mempertahankan Local Wisdom di tengah Era Globalisasi

Serba-serbi Keunikan Suku Baduy: Mempertahankan Local Wisdom di tengah Era Globalisasi
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Suku Baduy, apa yang pertama kali melintas di pikiran Kawan GNFI ketika mendengar nama suku yang tinggal di desa Kanekes ini? Suasana desa yang sejuk di tengah hutan? Lokasinya yang terisolasi dari perkotaan? atau mungkin yang paling terkenal, mereka yang memilih untuk tidak menggunakan dan mengikuti teknologi serta perkembangan zaman? Itu semua benar, namun, keunikan suku Baduy tidak berhenti sampai situ saja. Di tengah era globalisasi di mana segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia telah melewati batas-batas negara, sehingga bersifat terbuka dan memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya dan lainnya, suku Baduy tetap mempertahankan local wisdom atau kearifan lokal yang telah dilakukan secara turun-temurun. Hal inilah yang membuat suku Baduy memiliki daya tarik tersendiri, sehingga desa Kanekes, tempat di mana suku Baduy tinggal, menjadi lokasi wisata yang rutin dikunjungi oleh turis baik lokal maupun internasional. Melalui artikel ini, mari kita bersama-sama melihat apa saja keunikan yang ada pada warga suku Baduy, agar dapat lebih mengenal bagaimana mereka mempertahankan eksistensi kearifan lokal yang dimiliki, di tengah dampak era globalisasi yang telah menyebar ke seluruh dunia.

Pakaian Khas dari Suku Baduy

Pakaian Khas suku Baduy Luar | Dokumentasi Pribadi
info gambar

Bila kita membahas suku Baduy, Kawan GNFI harus tahu bahwa suku Baduy dibedakan menjadi warga suku Baduy Luar dan suku Baduy Dalam. Secara bentuk adat istiadat dan kebudayaan, tidak ada yang berbeda antara Baduy Luar dan Baduy dalam, kecuali pada pakaian yang dikenakan. Untuk Baduy Luar, pakaian mereka kenakan memiliki nuansa hitam dan biru, sementara Baduy Dalam memiliki nuansa hitam dan putih.

Kepercayaan Warga Suku Baduy

Hutan Larangan Baduy -- Dokumentasi Pribadi
info gambar

Sebagai suku yang memutuskan untuk mengisolasi diri dari pengaruh luar, hal ini banyak mempengaruhi berbagai aspek kehidupan warga suku Baduy. Salah satunya adalah mengenai kepercayaan. Warga Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, yang memusatkan pada konsep bahwa semua makhluk adalah ciptaan Tuhan, dan karenanya kita harus memperlakukan setiap makhluk dengan tidak sembarangan. Dalam bentuk peribadatan, ada ibadah khusus yang tidak boleh diceritakan kepada orang luar dan ibadah umum. Mengenai ibadah umum, menurut mereka, dengan rela dan ikhlas menolong kepada siapapun yang membutuhkan, itu sudah termasuk ibadah. Kepercayaan warga suku Baduy ini kemudian masih diiringi dengan keyakinan mereka terhadap hal-hal mistis dan berbagai ritual. Beberapa contohnya seperti kehadiran Hutan Larangan dengan berbagai makhluk di dalamnya yang tidak boleh dikunjungi sembarangan; bila ingin membuat api atau hal lainnya, tidak boleh mematahkan ranting kayu dengan cara dipatahkan menggunakan tangan; mengandalkan ritual atau dukun beranak untuk menyembuhkan penyakit dan prosesi persalinan; dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kehadiran Teknologi di tengah Warga Suku Baduy

Penggunaan QRIS di Baduy -- Dokumentasi Pribadi
info gambar

Era globalisasi yang sedang terjadi seperti sekarang ini didukung oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Namun, bila kita melihat pada suku Baduy, mereka tidak menggunakan alat-alat berteknologi atau alat elektronik lainnya, termasuk handphone, kecuali bagi beberapa suku Baduy Luar yang berada di depan pintu masuk desa untuk keperluan komersial. Mereka memiliki peraturan ketat yang harus dipatuhi terkait tidak diperbolehkannya memiliki alat berteknologi. Warga setempat mengatakan bila ada kedapatan seseorang memiliki alat-alat tersebut, ia akan menjalani proses penyelesaian masalah dengan dua cara, yaitu melalui tahap pendekatan atau dilakukan garadah. Tahap pendekatan dilakukan dengan memperingati dan membicarakan apakah alat tersebut rela untuk dijual lagi atau diberikan ke orang luar. Bila seseorang yang sudah diperingati tersebut masih tidak melakukan apa yang sudah dibicarakan, maka ia akan dipersilakan untuk keluar dari suku Baduy. Mengenai tahap garadah, prosesnya terkesan lebih kasar, yaitu dengan dirazia, dan bila kedapatan, akan langsung dibuang atau tindakan lainnya.

Sistem Pendidikan pada Suku Baduy

Kondisi tidak ingin bergantung kepada teknologi menjadi tantangan tersendiri bagi suku Baduy yang berdampak pada aspek kehidupan lainnya, yaitu pendidikan. Karena pada dasarnya kehadiran teknologi seperti handphone bisa menjadi jembatan pengetahuan bagi warga suku Baduy, terutama anak-anak. Sementara itu, warga suku Baduy sendiri tidak mendapatkan pendidikan secara formal selayaknya di daerah lain, dengan keharusan bagi anak-anak untuk menempuh pendidikan dari SD, SMP hingga SMA. Tetapi setidaknya, ketika anak-anak suku Baduy mencapai umur 10 tahun, mereka akan diajari hal-hal dasar untuk bertahan hidup, seperti misalnya mempelajari apa saja hewan-hewan buas yang berpotensi mencelakai mereka. Selebihnya, ilmu-ilmu formal lainnya mereka dapati dengan cara learning by doing, atau kadang juga didapat dari sukarelawan atau mahasiswa yang membantu mengajar.

Perekonomian Warga Suku Baduy

Penjual Kain Tenun di Baduy Luar -- Dokumentasi Pribadi
info gambar

Mengenai perekonomian dan kebutuhan pangan warga suku Baduy, termasuk bagi suku Baduy Dalam, mereka mengandalkan penjualan hasil tani dari sawah yang dikelola. Beberapa jenis hasil tani yang mereka tanam yaitu padi, jahe, kencur, pisang, sengon, dan lain-lain. Sedangkan untuk Baduy Luar, Kawan GNFI dapat menjumpai mereka juga menjual makanan instan, kain tenun, aksesoris dan lain-lain. Meskipun secara mayoritas hanya mengandalkan hasil tani, Suku Baduy memiliki pemikiran bahwa kesejahteraan hidup dapat dicapai cukup dengan keperluan makanan yang terpenuhi, tidak perlu mengumpulkan harta atau sebagainya.

Sistem Penanggalan Khas Suku Baduy

Keunikan lainnya yang dapat Kawan GNFI temukan di suku Baduy adalah mereka memiliki sistem penanggalan sendiri. Dimulai dari bulan Sapar, Kalima, Kaenem, Kapitu, Kadalapan, Kasalapan, Kasapuluh, Hapit Lemah, Hapit Kayu, Kasa, Karo dan Katiga. Pada bulan-bulan tersebut, terdapat beberapa momen khusus yang hanya dilakukan pada bulan tertentu. Seperti pada momen Kawalu, mereka melakukan kegiatan seperti Nyepi dan setelahnya dilanjutkan dengan melakukan kegiatan Seba; di bulan Kalima dan Hapit Kayu sebagai bulan khusus untuk pernikahan; dan lain-lain.

Kesimpulan

Pemandangan Perkampungan di Baduy - Dokumentasi Pribadi
info gambar

Dengan kehidupan yang sederhana di tengah pesatnya perkembangan zaman, warga suku Baduy tetap mempertahankan local wisdom mereka. Hal ini bisa menjadi bahan refleksi terhadap kita semua, mengenai bagaimana kita juga harus tetap menjaga kebudayaan yang dimiliki, sebagai identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Untuk itu, sebagai generasi penerus dan pilar kemajuan negara, mari kita lestarikan semua yang ada pada kita sembari hidup berdampingan di tengah perbedaan yang mempersatukan, yang menjadikan kita bangsa Indonesia.

Sumber:
Udil, Mang. Wawancara. Dilakukan oleh Arigato Dimitri Batistuta. 27 Oktober 2023.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AB
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini