Tradisi “Ombo” Menjaga Sumber Daya Perikanan di Danau Lindu, Kab. Sigi, Sulawesi Tengah

Tradisi “Ombo” Menjaga Sumber Daya Perikanan di Danau Lindu, Kab. Sigi, Sulawesi Tengah
info gambar utama

TRADISI “OMBO” MENJAGA SUMBER DAYA PERIKANAN DI DANAU LINDU, KABUPATEN SIGI, SULAWESI TENGAH

ANDI NURUL KHASANAH BESTARI P. ISKANDAR (andinurulkhasanah@gmail.com)

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Sumber daya Perikanan dan suatu tradisi atau budaya merupakan dua hal yang berbeda tetapi keduanya sangat dibutuhkan dalam kehidupan yang harus selalu dapat dijaga keberadaannya. Sumber daya perikanan merupakan kebutuhan primer masyarakat yang menjadi prioritas hidup sedangkan tradisi atau kebudayaan merupakan keyakinan masyarakat secara turun temurun yang dapat menjadi penopang dalam berkehidupan sehari-hari. Danau Lindu adalah salah satu danau terbesar di pulau Sulawesi khususnya Sulawesi Tengah. Danau Lindu terletak pada Kabupaten Sigi, Kecamatan Lindu. Luas wilayah Kecamatan Lindu kurang lebih 571,58 km2 dan untuk Danau Lindu sendiri memiliki luas kurang lebih 34,88 km2. Danau Lindu dikelilingi oleh 5 desa yang termasuk dalam Kecamatan Lindu, desa-desa tersebut adalah Desa Puro’o, Langko, Tomado, Anca, dan Olu. Uniknya salah satu desa tersebut terdapat di seberang danau yakni Desa Olu, yang mana jika ingin mengunjungi Desa tersebut kita harus menyebrangi Danau Lindu menggunakan perahu (BPS Kabupaten Sigi, 2021).

Danau Lindu memiliki manfaat yang besar dalam membantu masyarakat sekitar untuk hidup, yakni manfaat menyediakan sumber daya perikanan yang mana sumber daya ini dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan sumber pendapatan oleh masyarakat sekitar. Uniknya setelah berpuluh-puluh tahun sumber daya perikanan yang ada di Danau Lindu tetap terjaga dan dapat terus memberikan manfaatnya hingga saat ini. Hal ini dikarenakan masyarakat yang berada di wilayah Danau Lindu memiliki tradisi yang dapat menjaga sumber daya perikanan tersebut agar tidak cepat habis dan dapat dimanfaatkan terus menerus, tradisi ini disebut dengan tradisi “ombo”. Tujuan dari ditulisnya artikel ini untuk menjelaskan tradisi “ombo” sebagai tradisi yang menjaga kelestarian sumber daya perikanan yang dilakukan masyarakat di wilayah Danau Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah selama berpuluh-puluh tahun lamanya.

Tradisi ombo merupakan tradisi yang unik berbentuk suatu aturan adat yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah dan sumber daya alam yang sampai saat ini masih terus diterapkan agar dapat menjaga dan mengelola sumber daya alam tersebut khususnya sumber daya perikanan secara berkelanjutan di Danau Lindu. Terdapat tiga jenis atau bentuk ombo yang diterapkan Masyarakat Lindu untuk menjaga dan mengelola sumber daya perikanan khususnya mengatur dan mengontrol populasi ikan agar tetap stabil. Pembagian jenis ombo ini disesuaikan dengan hasil musyawarah, waktu-waktu terlarang saat ikan sedang memijah, lingkungan Danau Lindu sedang dalam keadaan kurang baik, dan terdapat keluarga madika (bangsawan) meninggal dunia. Ketiga bentuk tradisi ombo tersebut yakni ombo ngiki, ombo suaka, dan ombo pemerintah (Siombo, 2011; Saleh, 2013).

Pantangan menangkap ikan di Danau Lindu atau dilakukannya suatu tradisi ombo dikarenakan hasil suatu musyawarah antar kelima desa disebut dengan ombo ngiki. Keputusan pelarangan ini bertujuan untuk mengontrol populasi ikan di Danau Lindu, maka dari itu waktu pelaksanaannya bermacam-macam dan minimal satu bulan bahkan lebih. Selain itu ikan-ikan yang masih kecil khususnya ikan mujair tidak boleh ditangkap dan dijual, jika nelayan mendapatkan ikan berukuran kecil tersebut maka nelayan harus melepaskan kembali ikan tersebut agar tidak melanggar tradisi ombo ngiki. Larangan penangkapan ikan juga akan dilakukan jika terdapat salah satu keluarga madika meninggal dunia. Tradisi ini disebut dengan ombo suaka. Dilakukannya pelarangan penangkapan ikan hanya pada wilayah danau yang dekat dengan lokasi keluarga madika yang meninggal dunia. Madika merupakan sebutan untuk orang-orang yang tinggal di Kecamatan Lindu yang bergelar bangsawan, dan para tokoh adat yang dihormati dan dituakan di desa-desa yang terdapat di Kecamatan Lindu. Ombo pemerintah merupakan bentuk ombo yang diterapkan oleh pemerintah Kecamatan Lindu, dikarenakan terdapat kerusakan pada wilayah Danau Lindu yang membuat ekosistem Danau Lindu terancam. Ombo ini akan dilakukan selama kurang lebih dua bulan dengan tujuan memberikan waktu pada ekosistem Danau Lindu untuk memperbaiki diri sendiri atau self-purification agar ikan-ikan yang ada di Danau Lindu tetap dapat bertahan hidup. Keputusan pemerintah ini pun tidak ditolak oleh para nelayan, dan mereka memberi kesempatan ekosistem untuk memperbaiki diri dan ikan-ikan untuk berkembang biak (Saleh, 2013).

Tradisi ombo sangat diyakini oleh Masyarakat Lindu tidak hanya sebagai suatu bentuk peraturan adat tetapi mereka meyakini bahwa jika mereka menjaga alam maka alam pun akan menjaga mereka. Tradisi ini memiliki beberapa sanksi jika dilanggar berupa teguran secara langsung dari pemuka adat, diyakini bahwa melanggar ombo akan mendatangkan bala seperti, sakit atau meninggal dunia, khususnya pada pelanggaran ombo suaka. Sanksi lainnya berupa denda 10 dulam (piring adat) satu buah kain mbesa (kain adat) satu ekor sapi atau kerbau (Saleh, 2013). Seseorang yang melanggar ombo disebut pecunda ombo dan hukuman yang diberikan kepadanya adalah membayar semua biaya yang telah ditetapkan oleh totua ada’. Totua ada’ sebagai pemuka adat memiliki kewenangan untuk memberikan solusi apabila terjadi pelanggaran terhadap tradisi ombo (Lanini, 2021).

Seiring berkembangnya zaman dan masuknya pemikiran-pemikiran barat hingga teknologi modern yang menggeser adat, budaya hingga tradisi di Indonesia, Masyarakat Lindu masih tetap berpegang teguh dengan keyakinan leluhur mereka dengan terus menerapkan budaya dan tradisi-tradisi yang mereka yakini dapat menopang perilaku mereka dalam berkehidupan. Saat ini di berbagai penjuru daerah di Indonesia mengalami krisis lingkungan perairan darat dan sumber daya perikanan dikarenakan para Masyarakat melakukan berbagai aktivitas yang dapat membahayakan lingkungan perairan dan sumber daya perikanan. Maka dari itu, diharapkan kepada masyarakat dan pemerintah di luar Kecamatan Lindu agar dapat belajar dari tradisi ombo, dimana mereka menerapkan tradisi ini dengan tujuan untuk mengelola dan menjaga sumber daya alam mereka khususnya sumber daya perikanan agar tetap dapat dirasakan manfaatnya secara terus menerus dan berkelanjutan.

Referensi

BPS Kabupaten Sigi. (2021). Lindu dalam angka 2021.

Lanini, Agus. S. Y. (2021). The Effectiveness of Customary Law to Protect Natural Resources in The National Park in Central Sulawesi. Turkish Journal of Computer and Mathematics Education (TURCOMAT), 12(3), 1191–1199. https://doi.org/10.17762/turcomat.v12i3.867

Saleh, S. (2013). Kearifan Lokal Masyarakat Kaili di Sulawesi Tengah. Academica Fisip Untad, 05(02), 1126–1134.

Siombo, M. R. (2011). Kearifan Lokal Dalam Perspektif Hukum Lingkungan. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 18(3), 428–443. https://doi.org/10.20885/iustum.vol18.iss3.art7

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini