Menyaksikan Liga Galanita, Ketika Wanita Setara dengan Pria dalam Sepakbola

Menyaksikan Liga Galanita, Ketika Wanita Setara dengan Pria dalam Sepakbola
info gambar utama

Sepak bola sekilas selalu dimainkan oleh kaum Adam. Tetapi pada faktanya, sepak bola tidak hanya dimonopoli laki-laki, karena perempuan juga menggemari olahraga itu. Hal ini juga terjadi di Indonesia.

Bahkan di Negeri Khatulistiwa ini, perkembangan sepak bola Indonesia pernah menyamai prestasi sepak bola pria di awal tahun 1970-an. Ketika itu sepak bola wanita memiliki sebuah kompetisi bernama Liga Sepak Bola Wanita (Galanita).

“Perkembangan sepak bola wanita Indonesia terbukti mampu menyamai prestasi sepak bola pria di Indonesia di berbagai tingkatan: Nasional dan Internasional,” tulis Papat Yunisal dalam jurnal bertajuk Peran Galanita sebagai Organisasi Sepak Bola (1978-1993) yang dimuat Bandung Bergerak.

Bangun Pusat Pelatihan Sepak Bola di IKN, RI Terima Rp85,6 Miliar dari FIFA

Disebutkan oleh Papat, sebelum adanya Galanita, sepak bola wanita di Indonesia bahkan sudah diakui oleh Asian Ladies Football Confederation (ALFC). Saat itu, tepat pada tahun 1977, klub asal Jakarta - Buana Putri diakui oleh ALFC.

Bahkan klub itu ikut dalam turnamen ASIAN CUP ke III di Taipei. Ketika itu Buana Putri beruji tanding dengan tim-tim wanita dari Taiwan, Thailand, Jepang, Hongkong, dan juga Singapura.

“Kabar baik tiba di tanah air. Buana Putri berhasil meraih juara ke IV,” ucapnya.

Ali Sadikin dan Galanita

Ali Sadikin yang memimpin PSSI pada era 1970-an kemudian merumuskan sebuah konsep kompetisi teranyar, salah satunya adalah Galanita. Tetapi sepak bola wanita baru diperhatikan pada tahun 1980an.

Pada era itu, sepak bola wanita di Indonesia kian melangkah ke arah kemajuan dengan munculnya sejumlah klub. Bahkan Galanita juga mempunyai beberapa program yang kelak dilaksanakan secara jangka pendek, menengah, dan panjang.

“Memasyarakat sepak bola wanita sejajar dengan olahraga lainnya dan menjadikan sepak bola wanita sebagai suatu olahraga prestasi,” paparnya.

FIFA Tunjuk Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-17, Apa Alasannya?

Tak lama kemudian, beragam kompetisi muncul seperti Piala Kartini (1981), ada juga invitasi Liga Sepak Bola Wanita (Invitasi Galanita) pada 1982. Tujuannya adalah demi memajukan sepak bola wanita.

Turnamen invitasi Galanita diselenggarakan pertama kali pada 21-31 Oktober 1982. Ketika itu, para peserta memperebutkan Piala Ibu Tien Soeharto. Sejumlah klub antara lain, Buana Putri (Jakarta), Putri Priangan (Jawa Barat), Putri Mataram (Yogyakarta), dan lain-lain.

“Di titik ini, bisa dibilang bahwa berbagai cara telah ditempuh Galanita. Tak lain demi sepak bola perempuan di Indonesia lebih bertaring,” jelasnya.

Terpuruk

Namun pada akhir tahun 1980an, sepak bola perempuan mulai tersingkirkan. Galanita kurang mendapat perhatian yang cukup. Para pengurus PSSI lebih mengarah pada kelompok putra di tingkat senior.

“Di sisi lainnya, kompetisi Perserikatan dan Galatama lebih menyedot perhatian insan-insan pembinaan sepak bola nasional. Dia kian semarak. Fans-fans garis keras mulai bermunculan,” paparnya.

Kegetiran ini tambah parah setelah Galatama dan Perserikatan dilebur yang menyebabkan meredupnya Galanita. Ambruknya klub-klub sepak bola wanita ini karena tidak memiliki orientasi lebih tinggi dalam berkompetisi.

Dampak Positif Adanya FIFA Matchday Timnas Indonesia Vs Timnas Argentina

Pipit menyebut kejatuhan Galanita ini karena tidak adanya agenda dari Konfederasi Sepak Bola Wanita dari AFC. Sementara faktor lainnya yang menghambat perkembangan sepak bola wanita adalah kisruh di tubuh PSSI.

“Pelan-pelan Galanita musnah. Terlebih usai pembubaran pengurus Liga Sepak Bola Wanita tahun 1993. Semua karena Galanita dibiarkan berjuang sendiri, dari segi keuangan maupun pembinaan,” jelasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini