Belum Sempat ke PKN 2023? Mari Berkunjung ke Pameran “Seakan-akan Tidak Ada Matahari”

Belum Sempat ke PKN 2023? Mari Berkunjung ke Pameran “Seakan-akan Tidak Ada Matahari”
info gambar utama

Pekan Kebudayaan Nasional 2023 memang telah usai. Berbagai rangkaian acara yang ada di "Ruang Tamu" yang berlangsung dari tanggal 20-29 Oktober kemarin pun turut mengundang antusiasme masyarakat luas agar datang ke acara pameran dan pengenalan soal kebudayaan dari berbagai daerah yang berlangsung setiap dua tahun tersebut.

Meskipun pelaksanaannya berlangsung selama 10 hari, namun tentunya tidak sedikit pula yang tertarik untuk datang ke acara tersebut, tetapi belum mendapatkan waktu yang cukup. Terlebih lagi bagi mereka yang senang dengan acara-acara kebudayaan seperti ini.

Namun, bagi Kawan GNFI yang belum sempat datang ke Pekan Kebudayaan Nasional 2023 kemarin, ada salah satu pameran yang masih berlangsung sampai dengan 19 November mendatang, yaitu "Seakan-akan Tidak Ada Matahari". Lokasi dari "Ruang Tamu" ini sendiri berada di Galeri Nasional Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat.

Hasil Kongres Kebudayaan Nasional 2023: Mewujudkan 10 Gagasan untuk Pemajuan Kebudayaan

Mengenal pameran "Seakan-akan Tidak Ada Matahari"

Dok: Muhammad Fazer Mileneo/GNFI
info gambar

Pameran ini berlangsung di Ruang Serbaguna Galeri Nasional Indonesia, tepatnya berada di area belakang kawasan Galeri Nasional. “Seakan-akan Tidak Ada Matahari” sendiri merupakan hasil dari kuratorial "Jejaring, Rimpang" yang dipimpin oleh Enin Supriyanto.

Lalu, untuk penggarapan pameran ini dilaksanakan oleh peneliti dari Hyphen- dengan kolaborasi bersama berbagai lembaga dan komunitas seni, termasuk Affandi Museum, Museum Seni Rupa dan Keramik, OHD Museum, Griya Seni Hj. Kustiyah Edhi Sunarso, dan komunitas lainnya.

Pameran "Seakan-akan tidak ada matahari" memamerkan lebih dari 60 lukisan dari masa Revolusi hingga rezim Orde Baru. Dengan mengacu dari penelitian tentang pelukis Kustiyah (1935-2012), pameran ini membawa kita untuk memahami kompleksitas sejarah Indonesia yang tergambar dalam lukisan-lukisan dengan nuansa yang cenderung dingin.

Kustiyah memulai karyanya pada masa dianggap sebagai keemasan kebudayaan Indonesia modern. Seperti rekan seniman sejawatnya, Kustiyah melukis pemandangan alam di luar ruangan. Ia secara aktif menjelajahi pasar, desa, dan situs-situs, menciptakan lukisan-lukisan yang merefleksikan elemen-elemen kehidupan sehari-hari di atas kanvas

Sementara itu, judul "Seakan-akan tidak ada matahari" diambil dari kritik Nugroho dalam Harian Rakyat terhadap karya-karya dalam pameran Sanggar Pelukis Rakyat di Jakarta tahun 1957. Inspirasi untuk judul ini berasal dari pengalaman Kustiyah (1935-2012) sebagai seorang pelukis yang menghabiskan lebih dari 6 bulan di negara-negara yang tidak menerima sinar matahari sepanjang tahun.

“‘Seakan-akan Tidak Ada Matahari” ini dapat dikatakan sebagai bentuk sebuah kritik pada zamannya. Lalu, konsep dari pameran ini dari segi rona atau warna yang ada pada pameran ini cukup gelap dari segi kontras yang ditampilkan. Jadi pada masa itu menggambarkan Indonesia dapat dikatakan dalam kondisi terpuruk. Sehingga dibuat pameran ini sebagai penggambaran keadaan dari negara Indonesia itu sendiri,” ujar Dio sebagai volunteer dalam ekshibisi ini.

Kawasan Pemajuan Kebudayaan: Mendukung Ruang Pengembangan Budaya Sebagai Hasil PKN 2023

Menikmati berbagai karya

Dok: Muhammad Fazer Mileneo/GNFI
info gambar

Bila hendak datang ke pameran ini, pertama-tama pengunjung perlu mengikuti arahan dari para volunteer terlebih dahulu terkait dengan peraturan yang ada dalam pameran ini. Terkait larangannya, pengunjung pameran dilarang untuk menyentuh lukisan dan memfoto ruang pameran dengan menggunakan lampu kilat/flash.

Setelah itu, Kawan GNFI perlu untuk melakukan scan barcode yang nantinya akan terhubung untuk mengisi formulir pendaftaran kunjungan dari pameran “Seakan-akan Tidak Ada Matahari” ini. Setelahnya, baru kamu dapat masuk ke ruangan pameran.

Dalam pameran ini yang memamerkan lukisan-lukisan dari masa awal kemerdekaan, kita akan menemui gambaran berbagai makhluk hidup yang dituangkan di atas kanvas. Mulai dari ikan, buah, bunga, andong, dan orang-orang biasa. Semua lukisan ini dipasang di atas tiang besi agar pengunjung dapat melihat langsung bahannya dan memperkirakan usianya.

Memasuki ruang Gedung Bangsal Galeri Nasional, kamu akan mulai disambut dengan dua buah lukisan potret diri yang sama, tetapi memiliki sedikit perbedaan dari segi warnanya. Lukisan ini merupakan karya Sudarso yang diberi nama “Kustiyah”.

Karya ini menunjukkan seorang perempuan berkebaya yang sedang duduk. Karya seni ini dibuat dengan menggunakan cat minyak dengan kanvas berukuran 123 x 80 cm. Nampak sederhana, tapi tetap memiliki kesan elegan dan anggun. Untuk saat ini, dua karya tersebut menjadi koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik.

“Lukisan yang satu lagi itu adalah replikanya. Namun, dari situ terlihat adanya perbedaan. Tapi itu juga menunjukkan kualitas dari karya itu sendiri, yang mana lukisan untuk galerinya itu lebih cenderung gelap dari segi kontras dan warnanya,” jelas Dio.

Selain potret diri yang ditampilkan dalam lukisan ini ada beberapa lukisan yang ditampilkan abstrak atau dengan metode selain kanvas. Misalnya dengan di atas kertas. Lalu, lukisan Sudarso bertajuk “Penyu” juga menarik perhatian. Bahkan, banyak pengunjung yang kagum dengan karya ini sebagaimana dijelaskan oleh volunteer.

Dok: Muhammad Fazer Mileneo/GNFI
info gambar

Pawai Lumbung Sungai: Puncak Kemeriahan Penutupan PKN 2023 di Banjir Kanal Timur Jakarta

Di samping itu, pameran ini juga turut menampilkan beragam lukisan dari koleksi museum publik dan swasta, melibatkan karya dari seniman-seniman seperti Siti Ruliyati, Sriyani, Kartika, Rustamadji, Affandi, Trubus, Zaini, G. Sidharta Soegijo, Sutopo, serta Kustiyah itu sendiri.

Berbagai lukisan tersebut pun bisa dikatakan memiliki tema yang serupa, meskipun ada pula yang berbeda. Yang jelas, rona dari lukisan-lukisan ini memang memiliki nuansa yang buram, tapi tetap indah untuk dipandang.

Dengan datang ke sini, kamu bisa memahami bila pameran ini bertujuan untuk menampilkan beragam karya dari koleksi museum publik dan swasta, dengan tujuan menggambarkan kehidupan dan karya Kustiyah bersama dengan rekan-rekannya pada masa itu. Hal ini memberikan perspektif untuk menyelidiki sejarah yang kompleks di Indonesia.

Pameran ini mencoba membaca dan membahas praktik artistik seniman dalam konteks sosial dan kehidupan negara, yang pada akhirnya berkontribusi pada penulisan sejarah seni kita dengan segala sudut pandangnya.

Pameran ini masih bisa Kawan GNFI kunjungi sampai dengan tanggal 19 November. Jam pemerannya sendiri dimulai dari pukul 11.00 hingga 19.00. Jadi, apakah kamu tertarik untuk berkunjung ke ekshibisi “Seakan-akan Tidak Ada Matahari” ini?

Memahami Konsep ‘Lumbung’ Sebagai Filosofi Pekan Kebudayaan Nasional 2023

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini