Hotel Majapahit, Saksi Perjuangan Indonesia Melawan Penjajah

Hotel Majapahit, Saksi Perjuangan Indonesia Melawan Penjajah
info gambar utama

Tahukah Kawan bahwa Hotel Majapahit merupakan salah satu cagar budaya di Indonesia? Hotel ini dulunya dinamakan oleh Lucas Martin Sarkies bersaudara dengan nama Hotel “Oranje.” Hotel ini dibuka pada 1 Juli 1911 tepat di Jalan Tunjungan.

Hotel yang sempat diambil alih oleh Jepang pada saat itu sempat berganti nama kembali menjadi Hotel Yamato untuk digunakan sebagai markas. Dimana dalam sejarahnya, peristiwa perobekan bendera terjadi tepat diatas hotel.

Markas Jepang Di Hotel Yamato

Hotel yang beralih nama menjadi Hotel Yamato ini dimaksudkan untuk menjadikan markas kecil bagi administrasi Jepang di Surabaya. Markas yang disebut RAPWI (Rehabilitation of Allied Prosoners of War and Internees) ini memberikan bantuan rehabilitasi kepada para interniran maupun tawanan perang.

Perlu diketahui Kawan bahwa interniran merupakan sebuah kamp konsentrasi yang dimaksudkan untuk menahan sekelompok orang tanpa melalui pengadilan. Istilah ini digunakan khusus kepada pengurungan warga musuh yang hidup saat perang.

Pada tanggal 18 September, perwira Sekutu dan Belanda dari AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) tiba di Surabaya bersama dengan rombongan Palang Merah dari Jakarta. Jepang dan Indo-Belanda yang telah keluar dari interniran ini mulai membentuk organisasi bernama Komite Kontak Sosial dan mendapat dukungan penuh dari pihak Jepang.

Aksi mereka mendepat dukungan dari Palang Merah Internasional. Palang Merah ini merupakan komite yang sempat terlibat dalam kegiatan politik termasuk upaya untuk mengambil alih gudang-gudang dan tempat-tempat seperti Hotel Yamato.

Mengenang Kembali Masa Jaya Kepahlawanan Arek Surabaya

Gerakan Pengibaran Bendera Merah Putih

Tanggal 31 Agustus tepat setelah proklamasi, penerbitan maklumat ditetapkan untuk pengibaran bendera merah putih di seluruh wilayah. Bendera Indonesia mulai dikibarkan di wilayah strategis pada 1 September, diantaranya teras atas Gedung Kantor Karesidenan (sekarang gedung Gubernur di Jalan Pahlawan), serta di atas Gedung Internatio.

Sejumlah pemuda dari berbagai penjuru Surabaya membawa bendera Indonesia ke Tambaksari, tepatnya di lapangan Stadion Gelora 10 November untuk menghadiri rapat raksasa yang diadakan oleh Barisan Pemuda Surabaya. Saat rapat, lapangan dipenuhi bendera merah putih yang berkibar sambil diiringi pekikan 'Merdeka' dari massa.

Penjajah Jepang yang diwakilkan oleh Unit Polisi Militer Kempeitai telah melarang rapat tersebut, namun mereka tidak mampu menghentikan dan membubarkan massa rakyat Surabaya. Hingga akhirnya, gerakan pengibaran bendera terpecah pada insiden perobekan bendera di Hotel Yamato.

Insiden Perobekan Bendera

Insiden Perobekan Bendera mulai terjadi pada 19 September pukul 9 malam. Saat itu, W. V. C. Ploegman bersama orang Belanda lainnya mengibarkan bendera Merah-Putih-Biru tepat disebelah utara Hotel Yamato.

Perundingan antara Soedirman dan Ploegman segera diadakan saat pemuda Surabaya geram melihat bendera Belanda tepat pada pagi harinya. Soedirman yang datang sebagai Wakil Residen resmi langsung melintas melewati kerumunan massa untuk meminta Ploegman melepaskan bendera Belanda dari Hotel Yamato. Hal ini dinilai bahwa Belanda melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung dan menghina daulat Indonesia karena telah mengibarkan bendera tanpa persetujuan dari pemerintah Indonesia.

Namun hasil perundingan berjalan nihil. Ploegman menyatakan bahwa ia menolak untuk mengakui daulat Indonesia. Ia tidak ingin menurunkan bendera Belanda dan memantik perundingan semakin memanas.

Dengan geram Ploegman menodongkan pistol, menggiring perkelahian dalam ruangan. Ploegman pun tewas karena Sidik berhasil membunuhnya, sementara Sudirman bersama dengan pengawalnya, Hariyono, berhasil melarikan diri ke luar Hotel Yamato tidak jauh dari letusan pistol yang dilontarkan Ploegman untuk terakhir kali.

Pemuda Surabaya di luar hotel langsung mendobrak masuk Hotel saat mengetahui perundingan tidak berjalan lancar. Sebagian berebut naik ke atas hotel dan menurunkan bendera Belanda.

Hariyono, yang awalnya bersama Sudirman, langsung kembali ke hotel dan turut memanjat tiang bendera. Dibantu dengan Kusno Wibowo, mereka berhasil merobek bagian biru dari bendera Belanda, sampai menaikkan bendera kembali ke puncak tiang. Peristiwa ini disambut oleh massa di bawah hotel dengan pekikan ‘Merdeka' berulangkali.

Hari Pahlawan 10 November 1945: Jejak Perjuangan Menuju Kemerdekaan

Hotel Majapahit sebagai Saksi Sejarah

Tepat setelah insiden perobekan bendera, Hotel ini diberi nama Hotel Merdeka. Satu tahun setelah terjadinya insiden, Sarkies bersaudara akhirnya mengambil alih kembali dan mengganti namanya menjadi L. M. S. Hotel untuk mengenang Lucas Martin.

Beranjak ke tahun 1969, administrasi hotel diambil alih oleh Mantrust Holdings Co. dan diberikannya nama Hotel Majapahit hingga saat ini. Dipelopori oleh seorang pengusaha Tionghoa, Harry Susilo, Hotel Majapahit direnovasi menjadi hotel mewah bintang lima dengan total nilai renovasi sebesar 51 juta dollar dan terfasilitasi sebanyak seratus lebih kamar tersedia. Hotel ini dikelola oleh Accor hingga saat ini dan menjadi salah satu Hotel tertua di Indonesia yang masih beroperasi.

(Sumber: https://web.archive.org/web/20201028213907/https://terassurabaya.com/2020/09/23/v-w-ch-ploegman-aktor-pemicu-insiden-bendera-19-september-1945/ )

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Nadira Hamamah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Nadira Hamamah.

NH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini